Menjadikan Lima Pilar Kemalikussalehan sebagai Landasan Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah cita-cita global yang menuntut keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam konteks lokal, pendekatan berbasis nilai-nilai spiritual dan budaya menjadi semakin relevan untuk menciptakan pembangunan yang berakar pada identitas masyarakat. Salah satu pendekatan yang menarik adalah implementasi Lima Pilar Kemalikussalehan, konsep yang lahir dari tradisi lokal yang kaya nilai spiritual dan sosial.
Jejak Sejarah Kemalikussalehan Berdasarkan Kunjungan Lapangan
Kemalikussalehan merujuk pada konsep harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan yang berasal dari kearifan lokal di wilayah tertentu, seperti di komunitas adat Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan kunjungan lapangan ke beberapa desa adat di Lombok, terlihat bagaimana nilai-nilai kemalikussalehan ini dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, tradisi ngayah (bekerja untuk kepentingan bersama) dan awig-awig (hukum adat) menunjukkan hubungan erat antara masyarakat dengan nilai gotong-royong dan keberlanjutan lingkungan.
Nilai-nilai ini tercermin dalam praktik pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana, seperti penggunaan lahan pertanian secara bergilir untuk menjaga kesuburan tanah, serta ritual penghormatan kepada alam yang dilakukan sebelum memulai panen. Tradisi ini tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem tetapi juga mempererat solidaritas masyarakat.
Studi Kasus Implementasi Pilar Kemalikussalehan
Sebagai studi kasus, Desa Sade di Lombok Tengah menjadi contoh implementasi lima pilar kemalikussalehan, yaitu:
Kesalehan Individu - Mengutamakan kedisiplinan dan pengabdian pribadi kepada Tuhan.
Kesalehan Keluarga - Menjaga keharmonisan dalam rumah tangga sebagai unit terkecil masyarakat.
Kesalehan Sosial - Mengedepankan semangat gotong-royong dalam komunitas.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!