Kebijakan penghematan anggaran oleh pemerintah Indonesia di akhir tahun 2024 telah menjadi isu hangat yang menarik perhatian banyak pihak, baik di kalangan pengamat ekonomi, pelaku usaha, maupun masyarakat umum. Kebijakan ini mencerminkan respons strategis pemerintah terhadap tantangan ekonomi global yang semakin kompleks, termasuk ketegangan geopolitik, fluktuasi harga komoditas, dan ketidakpastian pasar dunia. Selain itu, peningkatan tekanan pada defisit anggaran serta kebutuhan untuk memperkuat cadangan fiskal juga menjadi faktor pendorong penerapan kebijakan ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan pemangkasan anggaran perjalanan dinas kementerian dan lembaga hingga 50% dari sisa pagu belanja yang ada. Langkah ini diharapkan dapat menghemat sekitar Rp 3 triliun. Selain itu, pemerintah juga menekankan pentingnya fokus pada program-program yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat, serta mengurangi kegiatan seremonial yang tidak efektif.
Ditinjau dalam konteks makroekonomi, pemerintah telah dan sedang melakukan penguatan efisiensi dan efektivitas belanja negara (spending better). Kebijakan penghematan anggaran dipandang sebagai langkah prioritas untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional sekaligus memastikan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya publik. Dalam hal ini, penerapan prinsip Value for Money (VfM) dan pendekatan Money Follow Program (MfP) menjadi penting untuk memastikan bahwa setiap pengeluaran anggaran memberikan nilai optimal dan pengalokasian dana dilaksanakan secara strategis berdasarkan prioritas program yang telah ditetapkan.
Kebijakan penghematan anggaran dapat menjadi instrumen penting untuk menciptakan ruang fiskal yang lebih fleksibel, sehingga pemerintah dapat merespons dinamika perekonomian global dengan lebih adaptif dan proaktif. Penghematan anggaran ini mencakup pengurangan belanja infrastruktur, biaya perjalanan dinas aparatur sipil negara (ASN), serta kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat seremonial. Melalui kebijakan ini, pemerintah berupaya mengoptimalkan pengeluaran untuk memberikan kebermanfaatan yang lebih luas dalam lingkup kebijakan fiskal.
Penghematan anggaran tidak hanya bertujuan untuk mengurangi defisit anggaran, tetapi juga mendorong penggunaan sumber daya yang dimiliki secara bijak. Langkah ini diharapkan dapat mengoptimalkan pengalokasian dan distribusi pada sektor-sektor yang lebih produktif dan mendesak, seperti peningkatan kualitas layanan kesehatan, penguatan sistem pendidikan, serta perlindungan sosial bagi kelompok rentan.
Kebutuhan terhadap layanan kesehatan yang berkualitas semakin disadari oleh masyarakat, terutama pasca pendemi covid-19. Penghematan anggaran akan membantu pemerintah dalam merelokasi anggaran untuk memperbaiki fasilitas rumah sakit, memperkuat sistem kesehatan masyarakat, serta meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Prioritas Pemerintah berikutnya yaitu upaya perbaikan pada kualitas pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang berkualitas bukan hanya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), tetapi juga memiliki kontribusi pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan penghematan anggaran, pemerintah dapat menginvestasikan lebih banyak dana untuk program pendidikan yang inovatif, pelatihan dan peningkatan kesejahteraan tenaga pengajar, serta pemerataan kualitas sarana dan prasarana pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
Perlindungan sosial bagi kelompok rentan juga tidak boleh luput dari fokus pemerintah dalam kebijakan penghematan anggaran ini. Pengalihan dana dari pengeluaran yang kurang produktif dapat memperkuat program-program bantuan sosial, menyediakan jaminan sosial, dan meningkatkan akses terhadap bantuan bagi mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, penghematan anggaran tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menjaga keseimbangan fiskal, tetapi juga sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam perspektif ekonomi Islam, prinsip-prinsip pengelolaan keuangan harus sejalan dengan ajaran Al-Qur'an dan hadits. Konsep israf (berlebih-lebihan) dan tabzir (pemborosan) menjadi sangat relevan dalam konteks ini. QS. Al-Isra ayat 26–27 menayatakan bahwa: “Dan berikanlah kepada kerabatmu haknya, dan kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Dan janganlah kamu menghabur-haburkan hartamu secara boros. "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya” [Al-Qur'an 17:26–27]. Selanjutnya, QS. Al-A'raf ayat 31 menegaskan bahwa: “Makan dan minumlah, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang boros” [Al-Qur'an 7:31]. Hadits Nabi Muhammad SAW juga menekankan larangan terhadap pemborosan, Rasulullah Sall Allahu alayhi wasalam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang boros” (HR. Ahmad).
Dalil Al-Quran dan Hadis tersebut memberikan panduan moral bagi pemerintah dalam pelaksanaan anggaran. Islam mengajarkan pentingnya penggunaan sumber daya secara bijak dan bertanggung jawab untuk memberikan kemaslahatan yang lebih besar. Hal ini sejalan dengan kebijakan penghematan anggaran sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menekankan pada keadilan, maslahah, dan tanggung jawab sosial.
Pemikiran Abdul Manan, seorang ekonom Islam terkemuka juga relevan bila dikaitkan dengan kebijakan penghematan anggaran. Dalam pandangannya, peran negara sangat penting dalam mengatur distribusi sumber daya untuk mencegah israf dan tabzir. Negara harus bertindak sebagai pengatur yang adil, memastikan bahwa alokasi anggaran diarahkan untuk program-program yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan.