Mohon tunggu...
Muhammad Risal
Muhammad Risal Mohon Tunggu... Editor -

Tertarik dengan ilmu politik, kebijakan pemerintah,kebudayaan,dan isu isu global. Mahasiswa Magister Administrasi Publik FISIP Universitas Mulawarman.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tetangga Ibuku, Penolong Keluargaku

30 Mei 2013   19:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:47 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetangga bisa dikatakan sebagai keluarga terdekat. Bahkan terkadang tetangga bisa menjadi lebih dari sekedar keluarga daripada yang memang benar - benar keluarga kandung kita sendiri. Inilah yang terjadi pada keluarga saya ketika keluarga saya tertimpa musibah pada 16 tahun yang lalu.

Malam itu kakak laki - laki saya sedang terkena sakit demam yang membuat suhu badannya panas sekali. Ayah saya ketika tidak berada di rumah karena sedang bekerja di luar kota. Keadaan kakak saya ketika itu sudah sangat mengkhawatirkan dan sangat butuh sekali untuk di bawa ke puskesmas. Hanya saja ketika itu ibu saya kebetulan tidak memiliki uang untuk membayar biaya pengobatan. Perlu untuk diketahui bahwa saat itu jika membawa orang sakit puskesmas harus sudah membawa uang karena begitu tiba harus langsung membayar. Ibu saya kemudian berinisiatif untuk meminjam uang kepada istri dari kakak suami ibu saya. Tetapi jawaban yang didapat ketika itu sangat menyakitkan hati ibu say. Ibu saya dikatakan sebagai orang yang tahunya hanya meminjam dan tak jelas apakah bisa mengembalikan atau tidak. Ibu saya memohon dengan sangat tetapi istri dari kakak ayah saya itu malah mengatakan tidak memiliki uang untuk dipinjamkan padahal ibu saya tahu saat itu istri dari kakak ayah saya itu baru saja mendapatkan arisan. Ibu saya kemudian memilih pamit untuk pulang kembali kerumah. Sampai dirumah ibu saya sampai menitikkan air mata karena tak tahu harus meminjam uang kemana lagi tengah malam itu. Ibu saya kemudian teringat dengan Mbak Iss (sekarang sudah almarhum) yang mempunyai toko kelontong. Akhirnya ibu saya tengah malam sambil menggendong kakak saya yang sakit itu menuju kerumah Mbak Iss. Sesampainya di sana dengan penuh harap ibu saya mengatakan ingin meminjam uang sebesar Rp 20.000 dengan jaminan kalung emas ibu saya seberat 5 gram. Jawaban yang didapat ibu saya sungguh diluar dugaan, Mbak Iss bukan hanya meminjamkan tetapi malah memberikan secara cuma - cuma uang sebesar Rp 20.000 itu dan mengatakan jika kurang ibu saya bisa menghubunginya lagi. Mbak Iss kasihan dengan keadaan kakak saya yang jika tidak dibawa ke puskesmas ketika itu mungkin saja kakak saya itu sudah tidak berada di dunia lagi. Ibu saya saya berterima kasih ketika itu bahkan sampai sujud syukur. Akhirnya kakak saya dibawa ke puskesmas dan mendapatkan perawatan hingga sembuh.

Saya menangis terharu ketika ibu menceritakan ulang kejadian itu ketika Mbak Iss meninggal 3 tahun yang lalu. Yang membuat saya lebih terharu adalah Mbak Iss ini bukan saudara apalagi keluarga. Bahkan Mbak Iss ini beragama nasrani. Tetapi itu tidak menjadi penghalang beliau untuk menunjukkan sisi kemanusiaan dari seorang manusia. Dari cerita ibu saya ini, saya mengambil pelajaran bahwa dalam menolong seseorang jangan pernah melihat latar belakangnya, status sosialnya, bahkan agamanya. Yang harus kita lihat adalah apakah orang yang kita berikan pertolongan itu benar - benar membutuhkan pertolongan atau tidak. Semoga amal ibadah Mbak Iss diterima oleh tuhan yang maha esa. Dan semoga kisah ini bisa menginpirasi kita untuk saling menolong sesama dan bisa menjadi tetangga yang baik bagi orang yang tinggal di sekitar anda. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun