Mohon tunggu...
Muhammad Rifqi Syaw
Muhammad Rifqi Syaw Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemula

manusia adalah makhluk lemah yang sering salah.. jadi maafkan yaa !!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual

17 Oktober 2021   21:55 Diperbarui: 17 Oktober 2021   22:10 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perihal kasus...

Tindakan yang dilakukan oleh Mansyardin sungguh bertentangan dengan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai mana disebutkan, bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

Dalam pasal 5 UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang mana dijelaskan "Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara : a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga." Pada kasus ini secara jelas bahwa dilarang secara keras melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Apalagi melihat dari kasus yang dialami menurut pengacara Merlina adanya bukti kekerasan fisik dan psikis.

Dengan begitu dalam kasus ini terdapat 3 point yang dialami oleh merlina, yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan sekksual. Dalam hal kekerasan fisik, seseorang dapat dipidana jika terbukti melakukan tindakan tersebut, maka sesuai dengan pasal 44 ayat 2 setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang didalamnya mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

 Tindakan pidana yang dilakukan seseorang terhadap kekerasan psikis maka dalam pasal 45 ayat (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).

Sedangkan jika secara hukum terbukti bahwa Mansyardin secara jelas melakukan tindakan kekerasan seksual sesuai pasal 5 butir c, maka akan mendapat hukuman sesuai dengan pasal 46 Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Dengan begitu jika ketiga aspek tersebut terbukti maka Mansyadin akan terkena tuntutan pasal double.

Sedangkan jika ditinjau dari  hukum perkawinan Islam tidak melarang seseorang untuk melakukan pemaksaan hubungan seksual terhadap istirnya, namun dengan catatan bahwa keadaan istri sedang sehat secara jasmani dan rohani dan juga suci dari haid. Apabila dalam keadaan tesebut istri menolak untuk melakukan hubungan seksual dengan suaminya, maka dianggap nuzyus, karena tidak mematuhi perintah suami dan tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. jadi dalil agama mengenai dosa besar itu dapat berlaku jika keadaannya istri sehat dan tidak haid namun menolak.

Jadi kesimpulannya, penolakan dalam melakukan hubungan seksual itu perlu dilakukan jika dalam kondisi tidak sehat dan uzur yang lain. Sebab bagaimanapun istri mempunyai hak untuk kebahagiaannya. 

Bukannkah dalam melakukan hubungan harus saling menghargai antar pasangan. Meski dasar dari landasan hubungan seksual itu ada pada kebutuhan biologis, tapi harus di pahami juga bahwa keinginan yang dilakukan atas dasar suka dan tanpa ada keterpaksaan akan jauh lebih membahagiakan. Jadi jangan menjadikan dalil-dalil agama sebagai senjata akan keinginan salah satu pihak. 

UU No. 23 Tahun 2004, menjelaskan seorang istri boleh untuk melakukan penolakan terhadap ajakan suaminya untuk melakukan hubungan seksual dengannya, karena istri dalam hal ini memiliki kedudukan yang sama dengan suaminya dalam rumah tangga.

Upaya tindak kekerasan seksual dalam rumah tangga harus ditanggulangi atau ditangani secara serius guna mencapai kesejahteraan dan perlindungan masyarakat. Aturan-aturan yang tercantum harus sudah mengalami perubahan baik materi maupun substansi, khususnya yang menyangkut perlindungan wanita dari tindakan kekerasan sebab dimensi viktimologisnya tidak bisa dirasakan dalam waktu dekat tetapi akan terasa dalam waktu yang panjang, terapinya pun memerlukan perhatian yang khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun