Mohon tunggu...
Muhammad Rifqi
Muhammad Rifqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sangat tertarik di bidang rekreasi, traveling, & sport education

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Modul Nusantara "Mengenal Kampung Adat Cirendeu"

16 Maret 2024   10:53 Diperbarui: 16 Maret 2024   11:00 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Modul Nusantara kali ini kami kelompok 13" Reak" mengunjungi sebuah kampung adat yang berlokasi di Cimahi yaitu kampung adat Cirendeu, Cirendeu berasal dari nama "pohon reundeu", karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali populasi pohon reundeu. Pohon reundeu itu sendiri ialah pohon untuk bahan obat herbal.  Maka dari itu kampung ini di sebut Kampung Cireundeu. Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Terdiri dari 50 kepala keluarga atau 800 jiwa, yang sebagia besar bermata pencaharian bertani ketela. 

Kampung Adat Cireundeu sendiri memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman. Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan  Sunda Wiwitan hingga saat ini. Selalu konsisten dalam menjalankan ajaran kepercayaan serta terus melestarikan budaya dan adat istiadat yang telah turun-temurun dari nenek moyang mereka. 

Masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaannya, kebudayaan serta adat istiadat mereka. Mereka memiliki prinsip "Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman" arti kata dari "Ngindung Ka Waktu" ialah kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing. Sedangkan "Mibapa Ka Jaman" memiliki arti masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikutinya seperti adanya teknologi, televisi, alat komunikasi berupa hand phone, dan penerangan. Masyarakat ini punya konsep kampung adat yang selalu diingat sejak zaman dulu, yaitu suatu daerah itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: Leuweung Larangan (hutan terlarang) yaitu hutan yang tidak boleh ditebang pepohonannya karena bertujuan sebagai penyimpanan air untuk masyarakat adat Cireundeu khususnya.

Kelompok 13
Kelompok 13 "Reak"

Kami terbagi menjadi 3 kelompok yang kebetulan m ngunjungi lokasi yang sama, Jadi kami berangkat di hari Minggu tanggal 3 maret 2024 pukul 07.00 WIB Titik kumpul kami yaitu di depan Museum Universitas Pendidikan Indonesia. Pada pukul 06.30 kami semua sudah harus standby di lokasi supaya semua bisa tertib dan tepat waktu, karna keberangkatan kami menggunakan menggunakan angkutan kota yang sudah menjadi ciri khas transportasi anak anak pertukaran di bandung.

Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 kami pun langsung bergegas berangkat, tapi sebelum berangkat tidak lupa kami berdo'a agar selamat, aman , lancar Sampai tujuan , Setelah berdoa kami langsung berangkat dan kami merental 6 angkutan kota yang mana masing masing kelompok menggunakan 2 angkutan kota, Setelah menempuh waktu -+ 40 menit kami pun sampai di lokasi, Di sana kami di sambut dengan sangat sangat ramah oleh masyarakat, dan kepala adat. Karna kami terbagi menjadi 3 kelompok jadi masing masing kelompok memiliki agenda Masing masing, Kelompok kami kebagian sebagai pemula mempelajari alat musik tradisional di sana yaitu alat musik yang di berinama angklung buncis.

Kami di pandu oleh mang Rey yang akan mengajarkan dan memperkenalkan angklung buncis kepada kami, Banyak sekali pengetahuan yang saya dan teman teman dapatkan di antra nya macam macam angklung yaitu Angklung modern atau (diatonis) bernada Do,Re,Mi,Fa,So,La,Si dan angklung tradisi bernada pentatonis Da,Mi,Na,Ti,La. Selain pengetahuan kami juga di ajarkan tata cara bermain angklung Buncis tersebut yaitu dengan cara Tangan kiri memegang tiang tengah pada angklung tersebut sedangkan tangan kanan memegang alas bawah sebelah kanan yang berfungsi untuk menggoyangkan angklung supaya berbunyi. 

Ternyata sangat seru mempelajari sebuah alat musik tradisional karna dalam memainkan dan mendengar suara dari angklung kita Merasa tenang dan nyaman serta dapat mengurangi stress pada seseorang. Selain itu juga kita memang wajib melestarikan alat musik tradisional yang merupakan sebuah peninggalan sejarah.

Kelompok 13
Kelompok 13 "Reak"

Setelah slesai mempelajari alat musik angklung kami berpindah tempat ke pembuatan nasi yang terbuat dari singkong. Nasi singkong merupakan ciri khas dari desa ini yang mana sangat membuat orang dan wisatawan banyak datang ke kampung cirende ini salah satu nya karna semua warga di desa ini mengkonsumsi nasi yang terbuat dari singkong, dan tidak boleh menkonsumsi nasi yang terbuat dari padi/beras. Asal mula warga memakan nasi yang terbuat dari singkong yaitu pada tahun 1924 ditemukan oleh ibu Asnama tentang alat pengelolaan makanan pokok mulai mengelola singkok menjadi makanan pokok, sampai sekarang warga adat Cirende mengkonsumsi nasi singkong tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun