Kartu Jakarta Pintar (KJP) adalah program bantuan pendidikan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang diperuntukkan bagi siswa miskin dari jenjang SD hingga SMA/K. Program ini diharapkan dapat meningkatkan akses pendidikan, mutu pendidikan, dan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan di DKI Jakarta.
Namun, dalam pengamatan saya banyak siswa SMA/K yang tidak menggunakan KJP dengan bijak. Tak jarang mereka mencairkan dana KJP untuk hal-hal yang bersifat konsumtif. Mereka memilih membeli sepatu Converse atau Vans, jaket H&M atau Uniqlo, tas Fjallraven atau Jansport, serta pergi ke Puncak (Bogor) daripada memenuhi kebutuhan dasarnya untuk belajar.
Waktu SMK, saya sendiri adalah siswa yang berperilaku konsumtif  dari uang KJP. Barulah ketika lulus sekolah saya mulai menyesalinya. Bisa dikatakan lulus sekolah adalah masa terpahit dalam hidup saya. Bagaimana tidak menyesal saya sudah melamar kerja ke banyak tempat, dan sebagian sudah melakukan interview tapi saya tidak dipanggil-panggil untuk berkerja.Â
Kalian tahu sendiri kan untuk melamar pekerjaan di negara ini butuh merogoh kocek lumayan banyak. Meskipun kita hidup zaman digital. Berkas-berkas fisik lamaran wajib dibawa ketika ingin interview.
Nah, ketika sudah diterima, hidup saya juga tidak langsung enak begitu saja, loh. Saya masih menunggu gajian. Dan, Â di kala itu saya memakai uang orang tua untuk ongkos berangkat kerja. Sebenarnya, bukan hanya ongkos untuk kerja saja, dari saya melamar dan interview saya juga sudah pakai uang orang tua.
Kejadian ini sangat mengiris hati saya. Setiap harinya saya merasa menjadi beban keluarga. Saya selalu tertawa getir, hingga akhirnya waktu gajian tiba, dan saya bisa mengembalikan uang orang tua saya. Meskipun di satu bulan pertama saya tidak merasakan gaji saya, setidaknya rasa bersalah saya hilang sedikit, lah. Oleh karena ini, Â saya menulis esai ini untuk mereka; khususnya siswa kelas 12 SMA/K agar mereka paham bahwa "cari kerja juga butuh uang!"
Faktor-Faktor Perilaku Konsumtif di Kalangan Siswa SMA/K
Secara umum, siswa SMA/K sedang dalam masa pencarian identitas dan penerimaan diri. Barang-barang branded seringkali dianggap sebagai simbol status sosial. Karena itu, mereka berpikir bahwa berperilaku konsumtif dapat meningkatkan rasa percaya dirinya. Mereka pikir, dengan memiliki barang-barang branded, mereka akan lebih terlihat keren dan diterima oleh teman-teman sebayanya.
Dalam pengamatan saya, ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka bersikap konsumtif. Faktor pertama adalah pengaruh lingkungan. Mereka sering kali terpengaruh oleh lingkungannya, termasuk teman-teman sebaya, keluarga, dan media sosial. Jika teman-teman sebayanya bersikap konsumtif, maka mereka juga akan cenderung bersikap konsumtif.
Faktor kedua adalah pengaruh media sosial. Media sosial seringkali menampilkan gaya hidup glamor dan mewah yang dapat membuat anak mereka merasa ingin menirunya. Padahal, gaya hidup tersebut seringkali tidak realistis dan tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi anak orang tua mereka.