Siapa sih disini yang tidak pernah berhutang? Sebagai makhluk sosial, rasa-rasanya tidak ada yang tidak pernah melakukan aktifitas yang satu ini. Contoh kecil saja, saat kita meminjam uang temen untuk membeli gorengan, ini sudah termasuk melakukan transaksi utang-piutang. Hayoo jangan lupa dibayar lhoo! Hehe. Lantas bagaimana yaa Islam memandang hutang? Yuk kita bahas!
Terminologi Hutang
        Seperti yang kita ketahui, hutang adalah harta seseorang yang kita pinjam dan harus dikembalikan biasanya dalam jangka waktu tertentu. Namun dalam bahasa arab, hutang disebut pada 2 istilah yang berbeda maknanya, yaitu Dayn dan Qardh. Istilah Dayn memiliki pengertian yang lebih umum dibandingkan dengan Qardh. Dayn itu mencakup segala jenis hutang, baik akibat akad ataupun juga hutang akibat keteledoran kita merusakkan barang orang lain dan harus menggantinya. Sedangkan Qardh hanya sebatas pada hutang yang memang terjadi karena adanya akad pinjaman/akad utang-piutang.
        Perbedaan lainnya dalam buku al-Mu'jam al-Wasid, kata Dayn adalah hutang yang bertempo sedangkan Qardh adalah hutang yang tidak bertempo. Maknanya Dayn mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian hutang, sedangkan Qardh tidak mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian hutangnya.
        Jika dikaitkan dalam dunia perbankan, menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hutang adalah penyediaan dana atau tagihan antar lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Dasar Hukum Hutang
        Hukum utang-piutang pada asalnya adalah diperbolehkan dalam syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan dianjurkan, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Adapun berikut ini dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya utang-piutang ialah sebagaimana berikut ini:
        "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (Q.S. Al Maidah/5: 2).
        Lalu juga ayat terpanjang dalam Al-Qur'an menganjurkan bagi kita untuk melakukan pencatatan pada transaksi yang tidak tunai termasuk hal utang-piutang. Sehingga ada pegangan diantara pihak yang bertransaksi sebagai bukti otentik dan bentuk transparansi agar tidak terjadinya permasalahan antar pihak yang bertransaksi. Ayatnya sebagai berikut:
        "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...," (Q.S. Al Baqarah/2: 282).
Konsep Hutang Dalam Islam