Sejarah mengatakan bahwa lebih dari seabad lalu kelompok pertama yang memiliki semangat nasionalisme adalah dokter. Periode 1908, mahasiswa kedokteran yang waktu itu bernama stovia menjadi cerminan kekuatan pergerakan mahasiswa di Indonesia. Mahasiswa kedokteran berhasil menunjukkan jati diri sesungguhnya sebagai garda terdepan dan menjadi ujung tombak perjuangan kemerdekaan untuk memperjuangkan Indonesia. Mereka tidak hanya memikirkan cara agar gelar dokter bisa bertengger di belakang namanya, namun mereka menjadi trigger analisis masalah bangsa, mulai dari masalah sosial, politik, pendidikan hingga masalah kesehatan yang sejatinya merupakan ranah pemikiran mahasiswa kedokteran.
Namun kita tidak sedang duduk pada tahun 1908 atau pada zaman ketika mahasiswa kedokteran menjadi motor untuk pergerakan mahasiswa di Tanah Air. Apatis, egois, eksklusif, individualis, study oriented, mungkin itulah paradigma dari mahasiswa fakultas lain bahkan dari masyarakat terkait kondisi mahasiswa kedokteran saat ini. Mungkin sudah jarang sekali mahasiswa kedokteran berdiskusi mengenai masalah kebangsaan terutama dalam bidang kesehatan dan hanya berkutat pada diktat teoritis tanpa memperdulikan realitas yang ada dalam masyarakat. Antusiasme mahasiswa kedokteran terhadap diskusi terbuka mengenai kajian atau pembahasan yang mendalam mengenai kesehatan di Indonesia dan problematikanya cenderung rendah. Kajian-kajian mengenai permasalahan kesehatan masyarakat saat ini telah berubah menjadi kegiatan-kegiatan insidental yang menjadikan organisasi mahasiswa hanya sebatas event organizer tanpa mengetahui manfaat dan dampak yang bisa diberikan kepada lingkungan.
Menjadi mahasiswa kedokteran jangan hanya terjebak pada rutinitas sempit yang hanya mempelajari segala sesuatu tentang penyakit sehingga akibatnya kewajiban untuk menyehatkan rakyat indonesia hanya sekedar menganjurkan minum obat, vitamin, dan sebagainya. Harus diingat bahwa selain melakukan intervensi fisik, dokter juga berperan dalam intervensi mental dan sosial di tengah masyarakat. Perlu dicatat bahwa kelak dokter tidak semata-mata hanya berkiprah sebagai sosok profesional yang hanya menjadi agen pengobatan (agent of treatment) semata, namun juga sebagai pelaku pengubah (agent of social change) dan pelaku signifikan dalam pembangunan (agent of development). Maka, mengetahui permasalahan bangsa terutama mengenai kesehatan dan bergerak dalam rangka mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik merupakan sesuatu yang harus dilakukan mahasiswa kedokteran.
Apabila kita berbicara sudah sejauh mana peran yang dilakukan oleh mahasiswa kedokteran dalam membantu memperbaiki atau meningkatkan kesehatan di Indonesia, maka coba kita tanyakan terlebih dahulu sudah sejauh mana kita (mahasiswa kedokteran) mengerti tentang berbagai permasalahan kesehatan di Indonesia. Tahukah kita mengenai sistem kesehatan nasional saat ini? Tahukah kita mengapa penyakit infeksi tropis seperti TB, Malaria, dan DBD masih mewabah setiap tahunnya padahal program eradikasi telah diterapkan pada penyakit tersebut? Tahukah berapa anggaran yang disediakan oleh pemerintah di dalam APBN untuk masalah kesehatan?
Mungkin mayoritas dari kita tidak mengetahui beberapa permasalahan kesehatan yang tadi telah disebutkan dan menganggap ketidaktahuan itu adalah sesuatu yang biasa. Padahal masalah kesehatan adalah masalah yang menjadi fokus pemikiran di dalam diri mahasiswa kedokteran. Sudah seharusnya pertanyaan-pertanyaan tersebut berada pada tataran pengkajian di dalam organisasi mahasiswa dan berupaya mencari solusi permasalahan dengan berbagai tindakan yang nyata.Perlu disadari kembali bahwa sejatinya mahasiswa tanpa ada hak untuk menolak telah dibebani tiga buah peran yakni sebagai agen perubahan (agent of change), penjaga nilai (guardian of value), dan cadangan masa depan (iron stock). Sudah saatnya kini mahasiswa kedokteran aktif berdiskusi mengenai kepentingan rakyat yang mungkin digerus oleh kebijakan-kebijakan yang tidak menguntungkan. Sudah saatnya kita mengembalikan peran lembaga mahasiswa kedokteran yang hanya sebagai event organizer menjadi basis pembentukan karakter mahasiswa ideal. Sudah saatnya pula kita menghilangkan stigma masyarakat tentang citra buruk mahasiswa kedokteran yang terlihat apatis, individualis, pragmatis, dan oportunis. Mahasiswa kedokteran adalah pelaku sekaligus cadangan masa depan dalam intervensi menyeluruh terhadap permasalahan kesehatan fisik-mental-sosial bangsa.
Mahasiswa kedokteran harus sudah mulai membuka mata, hati, dan pikiran dalam diri agar lebih mengenal kompetensi inti dan membangun kapasitas dalam berkontribusi serta menjawab kebutuhan masyarakat. Tugas mahasiswa kedokteran tidak hanya berkutat dalam ruang lingkup akademis saja, namun ada beban serta tanggungjawab moril yang lebih besar dari itu. Permasalahan kesehatan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, ini adalah hal yang harus kita hadapi dan menjadi fokus utama kita semua secara bersama, terpadu dan terarah secara kolektif yang mengatasnamakan bangsa Indonesia.
Dengan kesadaran, semangat, serta kesungguhan dari dalam diri, diharapkan kelak kita akan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang sehat seutuhnya, menjadi bangsa yang sehat baik dari segi fisik, mental, maupun sosial. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan renungan untuk mengembalikan makna, fungsi, dan peran identitas mahasiswa khususnya mahasiswa kedokteran untuk mengambil peran dalam berkontribusi dalam mewujudkan indonesia sehat. Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H