Mohon tunggu...
muhammadrezal
muhammadrezal Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS SULAWESI BARAT, PROGRAM STUDY HUBUNGAN INTERNASIONAL

MISTERIUS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gastrodiplomasi, Jembatan Budaya Melalui Kuliner

26 November 2024   19:51 Diperbarui: 26 November 2024   19:53 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang kita ketahui bahwasanya gastrodiplonmasi itu dapat membangun jembatan budaya melalui kuliner atau makanan. Nah, gastrodiplomasi juga dapat dikatakan sebagai salah satu pendekatan diplomasi yang inovatif atau kreatif dan juga menarik, karena dalam hal ini di mana makanan digunakan sebagai alat untuk mempererat hubungan antar budaya dan antar bangsa. Dalam konsep ini tidak hanya serta merta hanya berbagi hidangan, melainkan juga dapat menciptakan pemahaman yang cukup mendalam dan juga menciptakan koneksi emosional melalui pengalaman kuliner atau makanan. Nah, akar dari gastrodiplomasi ini dapat juga di telusuri dari berbagai inisiatif atau pemikiran kreatif dari suatu negara yang secara strategis menggunakan masakan tradisional atau kuliner mereka untuk memperkenalkan dan juga mempromosikan identitas budaya mereka. Saat ini dapat dilihat negara-negara seperti Thailand, Korea Selatan, dan bahkan Indonesia telah menjadi pelopor dalam menerapkan strategi gastrodiplomasi ini dengan sangat efektif dan inovatif.

Dari berbagai sumber yang saya baca dan jadikan referensi dalam membuat tulisan ini mencantumkan seperti Thailand misalnya, memulai program "Kitchen of the World" pada tahun 2002, yang bertujuan mengubah persepsi global tentang masakan Thailand. Nah, melalui berbagai promosi aktif dan kreatif dari berbagai restoran Thailand di seluruh dunia, pemerintah tailand berhasil menjadikan makanan atau kuliner Thailand sebagai daya Tarik budaya yang lumayan signifikan. Restoran Thailand yang tersebar di berbagai benua tidak hanya sekadar tempat makan atau kulineran, melainkan juga dapat dijadikan sebagai ruang berdialog antar budaya terutama yang ingin mengetahui lebih dalam dan merinci tentang budaya kuliner Thailand.

Bukan hanya Thailand yang menerapkan gastrodplomasi, dalam hal ini Korea Selatan pun juga menggunakan konsep gastrodiplomasi melalui Korean Wave atau Hallyu, di mana makanan atau kuliner Korea menjadi bagian konsep berkelanjutan atau integral dari diplomasi kulturalnya. Hal ini dapat dilihat dari popularitas kimchi, bimbimbap, dan barbecue Korea telah membantu memperkenalkan aspek-aspek lain dari budaya Korea khususnya di bidang kuliner kepada dunia internasional.

Yang menarik adalah Indonesia, dengan keragaman kulinernya yang luar biasa juga telah mulai mengeksplor potensi gastrodiplomasinya. Usaha untuk mendaftarkan berbagai makanan atau kuliner tradisional sebagai warisan budaya dan mempromosikannya di kancah internasional merupakan langkah yang strategis dalam memperkenalkan kekayaan budaya nusantara.

Gastrodiplomasi tidak hanya tentang memperkenalkan makanan, tetapi juga tentang menciptakan narasi yang lebih luas. Setiap hidangan membawa cerita sejarah, tradisi, dan nilai-nilai budaya. Ketika seseorang mencicipi masakan asing, mereka sebenarnya sedang melakukan perjalanan budaya tanpa harus meninggalkan meja makan. Dalam konteks global yang semakin terpolarisasi, gastrodiplomasi menawarkan pendekatan yang lembut namun kuat untuk membangun rasa saling pengertian. Selain itu Makanan juga memiliki kemampuan unik untuk melampaui perbedaan politik, agama, dan etnis, mengajak orang untuk saling menghargai. Nah, adapun Tantangan ke depan bagi praktik gastrodiplomasi adalah bagaimana cara mengembangkannya secara berkelanjutan. Dalam hal ini diperlukan kolaborasi antar pemerintah, chef, industri pariwisata, dan para diplomat kuliner untuk memperbanyak narasi budaya melalui makanan.

Nah, disi yang dapat saya simpulkan dari tulisan ini bahwasanya gastrtrodiplomasi itu tidak atau bukan hanya sekedar tren internasional, melainkan intstrumen doplomatik yang cukup efektif atau powerfull. Melalui hidangan tradisional, setiap negara dapat menceritakan sejarah, nilai-nilai budaya, dan identitas kulturalnya tanpa sepatah kata pun. Melalui piring-piring penuh cita rasa, kita dapat membangun jembatan antar budaya, mendorong dialog, menciptakan narasi yang panjang dan luas, dan menciptakan rasa saling pengertian yang lebih mendalam .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun