Perundungan atau bullying di lingkungan kampus bukan lagi sekadar masalah kecil. Fenomena ini telah menjadi perhatian serius di banyak institusi pendidikan, termasuk Universitas 17 Agustus Surabaya (UNTAG). Dengan beragam latar belakang mahasiswa yang menghuni kampus, ancaman perundungan kerap kali muncul dalam berbagai bentuk, baik verbal, fisik, maupun digital (cyberbullying). Untuk itu, langkah nyata diperlukan demi menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif, dan mendukung perkembangan setiap mahasiswa.
Mengapa Perundungan di Kampus Harus Dihentikan?
Lingkungan kampus seharusnya menjadi tempat belajar, bertumbuh, dan mengembangkan potensi. Namun, bagi sebagian mahasiswa, kampus justru menjadi tempat yang penuh tekanan akibat perilaku perundungan. Dampaknya tidak main-main. Mahasiswa yang menjadi korban seringkali mengalami penurunan kepercayaan diri, stres, bahkan gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
Cyberbullying menjadi salah satu bentuk perundungan yang semakin sulit dikendalikan. Melalui media sosial, pelaku bisa menyerang korbannya tanpa batas ruang dan waktu. Komentar kebencian, penyebaran informasi palsu, hingga penghinaan secara anonim membuat korban merasa tidak berdaya.
Lebih jauh, perundungan tidak hanya memengaruhi korban secara individu, tetapi juga merusak harmoni sosial di kampus. Mahasiswa yang menyaksikan tindakan perundungan bisa merasa takut, cemas, atau bahkan memilih untuk diam karena tidak ingin menjadi target berikutnya. Hal ini menciptakan atmosfer yang tidak sehat dan jauh dari semangat kolaborasi yang ideal dalam komunitas akademik.
Apa yang Menjadi Penyebab Perundungan?
Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu perundungan di kampus. Kurangnya toleransi terhadap perbedaan adalah salah satunya. Di lingkungan yang beragam seperti UNTAG, mahasiswa dari berbagai latar belakang sosial, budaya, dan agama sering kali harus menghadapi stereotip atau diskriminasi. Selain itu, persaingan akademik yang ketat juga dapat memicu perilaku tidak sehat di antara mahasiswa.
Peran media sosial juga tak bisa diabaikan. Dalam wawancara yang dilakukan dengan mahasiswa, banyak yang mengungkapkan bahwa cyberbullying menjadi bentuk perundungan paling sulit diatasi. Akses anonim memungkinkan pelaku melancarkan serangan verbal tanpa takut dikenali atau dihukum.
Langkah Nyata Mencegah dan Menangani Perundungan
Mengatasi perundungan membutuhkan kolaborasi antara mahasiswa, dosen, dan pihak kampus. Salah satu upaya penting adalah melalui edukasi. Seminar dan kampanye rutin tentang bahaya perundungan harus digencarkan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa mengenai dampaknya. Selain itu, penting untuk menanamkan nilai saling menghormati dan toleransi sejak dini, sehingga budaya mencela atau merendahkan bisa diminimalkan.Kampus juga perlu menerapkan kebijakan anti-perundungan yang tegas dan transparan. Mekanisme pelaporan yang mudah diakses dan bersifat anonim menjadi salah satu cara efektif untuk melindungi korban sekaligus memastikan laporan ditangani secara profesional. Kebijakan ini harus didukung oleh prosedur yang jelas, mulai dari investigasi hingga pemberian sanksi.
Pendekatan personal juga sangat diperlukan. Menyediakan layanan konseling bagi korban dan pelaku perundungan dapat membantu menyelesaikan masalah dari akarnya. Melalui konseling, korban dapat dipulihkan secara mental, sementara pelaku diajak untuk memahami kesalahannya dan mencegah perilaku serupa di masa depan.
Bagi pelaku yang terbukti melakukan perundungan, sanksi yang diberikan sebaiknya bersifat mendidik. Misalnya, pelaku bisa diwajibkan mengikuti program edukasi anti-perundungan atau layanan masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Pendekatan ini tidak hanya menghukum, tetapi juga memberikan pelajaran berharga bagi pelaku.
Peran teman sebaya juga tidak kalah penting. Mahasiswa dapat menjadi agen perubahan dengan memberikan dukungan moral kepada korban dan mendorong mereka untuk melapor. Solidaritas di antara mahasiswa dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan suportif.
Teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk mengatasi perundungan, seperti pengembangan aplikasi pelaporan berbasis digital. Aplikasi ini dapat mempermudah korban atau saksi untuk melaporkan insiden dengan aman, sekaligus mempercepat tindak lanjut dari pihak kampus.
Langkah-langkah ini, jika diterapkan dengan konsisten, dapat menciptakan budaya kampus yang lebih sehat, inklusif, dan bebas dari perundungan.
Penutup
Perundungan di lingkungan kampus bukanlah masalah yang bisa dibiarkan begitu saja. Dengan langkah-langkah preventif dan penanganan yang tepat, kampus dapat menjadi tempat yang aman bagi setiap mahasiswa untuk belajar, berkembang, dan meraih mimpi mereka.
UNTAG telah mengambil langkah awal yang penting melalui proyek ini, namun keberlanjutan dan keterlibatan semua pihak adalah kunci untuk menciptakan kampus yang benar-benar bebas dari perundungan. Mari bersama-sama membangun lingkungan akademik yang harmonis, inklusif, dan penuh empati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H