Masih ramai di berbagai media nasional, daerah, dan media sosial, soal laporan Kepala Subdirektorat Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Yulianto soal sms ancaman yang dikirim CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT). Yulianto pun melaporkan HT ke Bareskrim Polri karena dituduh mengancam dirinya.
"Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik karena ingin Indonesia maju dalam artian yang sesungguhnya. Termasuk penegakan hukum yang profesional dan tidak transaksional dan tidak semena-mena demi popularitas. Suatu saat saya akan jadi pimpinan negeri ini. Di situ lah saatnya akan berubah dan dibersihkan dari hal-hal yang tidak semestinya. Kasihan rakyat. Negara lain semakin berkembang dan maju." Begitulah isi sms HT kepada Yulianto.
Banyak kalangan menilai sikap Yulianto berlebihan dalam merespon sms ini. Pasalnya, dalam kalimat tersebut sama sekali tidak ada unsur ancaman sama sekali. Hal itu dikatakan ahli bahasa dari Badan Pengembangan dan Pembinaan, Sriyanto. Menurutnya, sms tersebut bukan ditujukan kepada Yulianto namun kepada oknum penegak hukum yang berbuat semena-mena dan dalam sms tersebut HT tidak menyebut Yulianto sebagai penegak hukum yang melanggar.
“Apabila SMS yang dilayangkan tersebut diduga melanggar Pasal 29 UU ITE, maka sepertinya isi pesan tersebut tidak dikategorikan sebagai pesan ancaman,” kata Sriyanto seperti dikutip Okezone.com.
Bahkan Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) FT Andi Lolo mengatakan, reaksi Yulianto dalam menyikapi sms tersebut sudah di luar batas dan berlebihan. Dilansir Tribunnews.com, sudah menjadi hal biasa seorang penegak hukum mendapat sms semacam itu karena memang sudah menjadi resiko bagi penegak hukum dan Yulianto, harus menerima itu dengan bijak.
"Pelaporan jaksa Yulianto terkait dengan SMS itu sedikit berlebihan. Itu bukan suatu ancaman yang besar bagi Kejaksaan," kata FT Andi Lolo.
Sebagai seorang Jaksa, lanjut Lolo, Yulianto seharusnya sudah siap mental untuk menghadapi segala kemungkinan yang ada. Dia pun menilai Yulianto kini lebih fokus kepada kasus sms tersebut daripada mengurusi kasus PT Mobile 8 yang menjadi akar permasalahannya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Pangi Syarwi menyarankan agar Yulianto untuk tidak menggiring opini terkait sesuatu hal yang tidak terbukti dan tidak ada kaitannya dengan kasus sebenarnya.
"Politis atau tidaknya, indikatornya jaksa tidak boleh membangun opini publik, ngomong di media-media," tegasnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H