Mohon tunggu...
Muhammad Raka
Muhammad Raka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, Prodi Jurnalistik

Suka akan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Mengundi Nasib dengan Anak Panah di Makkah pada Zaman Dahulu

19 Juni 2024   09:31 Diperbarui: 19 Juni 2024   09:40 3420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makkah, kota suci yang menjadi pusat spiritual bagi umat Muslim, menyimpan banyak kisah dan tradisi yang menarik dari masa lalu. Salah satu tradisi unik yang dilakukan oleh penduduk Makkah zaman dahulu adalah mengundi nasib dengan anak panah. Praktik ini mencerminkan cara pandang dan keyakinan masyarakat kala itu terhadap takdir dan nasib.

Tradisi mengundi nasib dengan anak panah, atau yang dikenal sebagai Azlam, merupakan bagian integral dari kehidupan suku Quraisy sebelum kedatangan Islam. Praktik ini biasanya dilakukan di dekat Ka'bah, tempat yang sudah dianggap suci bahkan sebelum Islam datang.

Azlam menggunakan sejenis anak panah tanpa bulu, yang disebut Qidah. Setiap anak panah diberi tanda atau tulisan yang menunjukkan keputusan tertentu, seperti "lakukan" atau "jangan lakukan". Anak panah ini kemudian ditempatkan dalam kantung khusus, dan ketika seseorang hendak membuat keputusan penting---seperti berdagang, menikah, atau memulai perjalanan---mereka akan menarik salah satu anak panah secara acak.

Penduduk Makkah percaya bahwa dengan menggunakan anak panah, mereka dapat memperoleh petunjuk dari dewa atau kekuatan gaib tentang tindakan yang harus mereka ambil. Praktik ini bukan hanya bentuk dari mencari nasib baik, tetapi juga merupakan upaya untuk menghindari kemalangan atau bencana yang mungkin terjadi.

Mengundi nasib dengan anak panah mencerminkan budaya dan sistem kepercayaan masyarakat Arab pra-Islam yang sarat dengan elemen magis dan ritualistik. Meski kemudian dilarang oleh Islam, tradisi ini memberikan kita wawasan tentang cara pandang orang-orang di masa lalu terhadap takdir dan cara mereka mencari jawaban atas ketidakpastian hidup.

Ketika Islam datang, praktik Azlam ini dilarang secara tegas. Al-Quran mengutuk berbagai bentuk perjudian dan ramalan, termasuk penggunaan anak panah untuk mengundi nasib, karena dianggap sebagai bentuk syirik dan penyerahan nasib kepada selain Allah. Dalam surat Al-Maidah ayat 90, Allah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."

Tradisi ini mengajarkan kita bahwa setiap masyarakat memiliki cara tersendiri dalam menghadapi ketidakpastian hidup, dan bagaimana keyakinan mereka terbentuk oleh lingkungan dan zaman di mana mereka hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun