Mohon tunggu...
Muhammad Rajab
Muhammad Rajab Mohon Tunggu... -

32 tahun yang lalu terhitung tahun ini, Dia terlahir dari keluarga yang hidupnya sederhana dan serba pas-pasan. Bahkan terkadang tidak cukup. Pendidikannya ia lalui secara normal tanpa prestasi yang patut dibanggakan dan juga tanpa cacat yang dapat menggagalkan. Pokoknya semuanya biasa-biasa saja. Bapaknya seorang guru SD dan mamanya IRT tulen, anak ke enam dari tujuh bersaudara. Bisa dibayangkan kalau semuanya sekolah, pasti repot biayanya. Berkat ketekunan dan kesabarannya yang pendidikannya serba biasa saja, Ia mampu menyelesaikan pendidikan S1nya pada tahun 2002. Ketika menjadi mahasiswa, Ia sempat ikut-ikutan menjadi anggota organisasi mahasiswa islam dan mengikuti jenjang perkaderannya sampai tingkat Advance Training. Kalau yang ini bisa dibilang prestasi yang lebih jika dibandingkan dengan temannya yang lain. Disela-sela aktifitasnya sebagai penyelenggara pemilu ia senantiasa menulis dan berdiskusi dengan teman-temannya. Salam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Konsep dan Praktek

4 November 2009   08:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:27 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="" align="alignleft" width="150" caption="Muhammad Rajab"][/caption] WAKTU itu saya lagi tidak punya agenda secara pasti untuk melakukan aktifitas di luar rumah. Tiba-tiba dalam benakku teringat dengan salah seorang teman ketika masih aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dulu. Sudah hampir tiga bulan tidak ketemu. Malahan dulu kami pernah berpisah sampai tahunan betul. Padahal ia –teman saya di hmi- adalah mitra diskusi saya sejak dahulu, mulai tema keakhwatan sampai tema ke-Tuhanan adalah menjadi perbincangan hangat dalam setiap pertemuan kami. Teman saya ini, dalam memahami agama rada-rada kesufian (selalu membincangkan tema agama yang berbau mistik), sehingga setiap pembicaraan dia harus saya pertanyakan sampai beberapa kali untuk bisa memahami makna perkataannya. Penampilannya sangat sederhana, pakaian yang biasa ia gunakan asal bisa menutupi tubuhnya dari sengatan matahari. Ia kelihatan seperti orang awam saja, padahal menurut pengakuannya dalam menapaki jalan spiritual, ia telah mengalami beberapa kali kanehan-keanehan. Bahkan suara langitpun sesekali ia dengarkan. Dalam berpenampilan ini, teman saya mempraktekan salah satu pola hidup sufi, yaitu hidup zuhud (hidup yang tidak menggantungkan diri pada materi). Sebelum saya berangkat kerumahnya, terlebih dahulu saya menghubunginya lewat handphone  untuk mamastikan, apakah dia sedang berada di rumahnya, ataukah sedang berada di luar. Saat itu, ia sangat menyambut rencana kedatangan saya ke rumahnya. Teori-Praktek ataukah praktek-teori? Seperti biasanya awal pertemuan kami di dahului dengan saling menyapa, sebagaimana tradisi yang terbangun dalam pergerakan islam. Kami saling terbuka tentang keadaan diri kami akhir-akhir ini, dan membincarakan tentang fenomena gerakan islam dan ummat manusia saat ini. Bahkan sampai, kepada persoalan keluarga, juga kami saling memberi informasi tentang perkembangannya. Dalam hal urusan keluarga ada kesamaan antara saya dengan dia. Sama-sama baru punya istri satu, dan sama-sama punya anak dua. Keduanya juga sama-sama berjenis kelamin laki-laki. Pembicaraan awal, kami berdiskusi secara lancar tanpa ada perdebatan yang panjang lebar. Namun, selang dua puluhan menit kemudian, Ia tiba-tiba memancing saya untuk mendiskusikan tentang praktek dan terori dalam perjalanan spiritual. Ia mengatakan bahwa dalam perjalanan spiritual praktek dahulu yang harus dilakukan dan dari praktek itulah yang akan melahirkan teori. Saya kemudian berusaha untuk memahami maksud pernyataan dia itu dengan bertanya, Maksudnya?. Dia lalu menjelaskan bahwa dalam menapaki jalan spiritual yang harus dilakukan dahulu adalah praktek, dari praktek ini kita akan merasakan sendiri adanya pengalaman-pengalaman mistik yang kita dapati tanpa kita sadari. Semakin banyak mempraktekkan semakin banyak kita mengalami sesuatu. Olehnya itu, kata dia, praktek seperti inilah yang akan melahirkan teori yang bisa dikabarkan pada orang lain. Kemudian saya mengeluarkan satu pertanyaan yang agak berbeda kepada teman tadi. Kalau saya belum punya teori tentang sesuatu, apa yang saya mau praktekkan?. Teman saya tadi tidak serta merta menjawab pertanyaan ini, namun tetap berpegang pada pendapat dia dengan mengatakan, bahwa para Rasul, Nabi dan Wali Tuhan tidak membutuhkan konsep, tapi yang ia lakukan langsung praktekkan dalam menapaki perjalanan spiritual. Saya lantas mempertanyakan ulang pertanyaan saya tadi, apa yang dipraktekkan oleh Nabi?. Nampaknya pertanyaan ini sedikit membuat dia kesulitan untuk memberi jawaban, Ia lantas menarik nafas untuk berfikir. Sebelum ia berkata apa-apa, saya mendahulunya dengan mengatakan bahwa yang dipraktekkan para Rasul, Nabi dan Wali Tuhan adalah konsep. Untuk menjelaskan pemikiran saya tentang praktek dan konsep, kepada teman tadi, saya lantas mengutip pernyataan para arifin (orang bijaksana), bahwa segala sesuatunya diciptakan dua kali, pertama di alam ide dan yang ke dua di alam kenyataan materi. Artinya, penciptaan di alam ide itu adalah konsep kita tentang sesuatu. Ia –konsep- berada pada wilayah ide. Lalu kemudian ide itu dipersentuhkan dengan materi, lalau inilah yang disebut dengan praktek. Tapi, kataku, antara teori dan praktek itu beda, tapi ia –teori dan praktek- tidak dikotomik (mendua). Ia beda karena menurut saya teori adalah teori dan praktek adalah praktek. Pemaknaan ini saya sandarkan pada hukum kekekalan Logika yang menyatakan bahwa, ‘Sesuatu itu hanya sama dengan sesuatu itu sendiri dan mustihal akan sama dengan yang lainnya’. Dan hukum ini tak ada sesuatupun yang bisa meruntuhkannya. Ia tidak dikotomik karena nyaris tidak menemukan batas antara teori dan praktek. Saya lalu memberi kesimpulan kepada teman tadi bahwa teori itu penting, teori itu menjadi prasyarat utama untuk melakukan sesuatu. saya lalu menyederhanakan makna pernyataan ini dengan memberikan contoh yang lebih konkrit. Semua orang tahu bahwa, air ketika diminum akan melepaskan dahaga seseorang, (itu adalah teori), tapi bagaimana rasa air itu, dibutuhkan praktek langsung dengan cara meminum air itu. Kawan saya tadi lantas manggut-manggut. Saya juga sudah tidak tahu apakah ia menerima itu sebagai sebuah pemikiran, atau manggutnya itu hanya karena tidak mau memperpanjang perdebatan. Diskusi kami tentang teori-konsep dan konsep-teori berhenti sampai disitu. Tambahan informasi, di luar cerita ini, dalam khasanah ilmu tasawwuf islam, para pencari hakikat membedakan antara tasawwuf  konseptual dan tasawwuf praktis (Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual). Tasawwuf konseptual bermakna sekumpulan ilmu agama yang bernuansa mistik yang ada dalam aqalnya. (ilmu) Sementara tasawwuf praktis adalah amalan atas kumpulan ilmu agama dalam aqal. (amal sholeh). Lalu teman saya menuju ke dalam rumah membuatkan kopi untuk kami hari itu. Biasanya dalam setiap diskusi yang kami lakukan, tidak terasa lengkap tanpa ada kopi dan rokok sebagai penambah semangat dalam berdiskusi. Kopi dan rokok menjadi satu fenomena tersendiri dalam hidup dan kehidupan ummat manusia. Dalam sejarahnya Chairil Anwar  pujangga angkatan 45, nanti bisa mendapatkan inspirasi dalam menulis puisi kalau disampingnya ada kopi dan rokok. Malah, kata kebanyakan teman-teman saya, Kopi dan rokoklah yang banyak mengubah dunia. Karena rata-rata tokoh besar dunia yang berhasil melakukan revolusi adalah tukang ngopi dan jago rokok. Bahkan akhir-akhir ini, ada kebiasaan manusia untuk bediskusi dan ngobrol di warung kopi. Mungkin warung kopi suasananya agak rileks, sehingga membicarakan masalah sebesar apapun akan terasa ringan. Apa lagi penyuguh kopinya yang senantiasa melemparkan senyum yang ramah, pasti akan menambah enjoinya suasana. Datangnya tetangga dan cerita Kami berdua sedang menikmati kopi yang dibuatkan teman. Tak lama kemudian tetangga teman saya datang untuk ambil bahagia dalam berdiskusi. Rupanya tetangganya ini adalah juga mitra diskusinya tentang dunia-dunia lain. Awalnya pembicaraan biasa-biasa saja. Tapi, beberapa saat kemudian, tetangga teman saya ini rupanya punya segudang cerita-cerita yang mistik dan berfaedah. Cerita pertamanya : “Pernah di suatu kampung, ia memiliki seorang teman yang kerjaannya hanya maksiat kepada Tuhan. Hampir semua perbuatan yang dinaggap dosa dari pandangan agama, telah ia lakukan, dan bahkan selalu ia lakukan. Minum minuman keras siang dan malam, berkelahi dengan orang lain, memalak orang lain, berjudi, dan tentu juga main perempaun. Hingga suatu saat, ia berangkat ke masjid untuk melaksanakan sholat jum’at. Dengan harapan ia akan merubah diri dan menempuh jalan hidup yang benar. Ketiak ia ingin berwudhu dengan air yang mengalir lewat kran, tiba-tiba saja airnya membeku. Muncul pemikiran dalam hati pemuda pendosa tadi, sedangkan air tak lagi mauku sentuh, apalagi manusia dan Tuhan. Ungkapnya dalam hati. Lalu dari dalam air muncullah suatu bayangan orang tua, lalu mendekatio pemuda itu dan berkata : Sadralah kau, nak. Berhentilah berbuat mekasiat kepada Allah Swt. Lalu setelah menasehati anak muda itu, orang tua itu lalu membimbing nakak muda itu m,elakukan wudhu dan menghantarnya masuk dalam masjid. Sejak periswtiwa itu, anak muda itu sudah sadar dan menempuh jalan kebenaran. Bahkan ia yang melakukan ajakan kepada temannya untuk kembali kepada jalan kebebnaran” Cetra tetangganya kawan saya kurasng lebih seprti itu. Tetangga kawan saya tiba-tiba bertanya kepada saya, menurut kita bagaimana cerita ini?. Apakah ini ketentuan Allah, ataukah usaha anak muda tadi?. Saya mau pastikan dulu, apakah cerita ini nyata ataukah tidak!. Tanya saya padanya. Menurutnya ini adalah kisah nyata. Baiklah jawabku. Di dunia ini ada takdir dan ada ikhtiar. Takdir adalah segala ketentuan Tuhan. Contohnya, air mengalir dari dataran tinggi ke yang rendah, kalau makan pasti akan kenyang,  pokokny setiap akibat pasti ada sebabnya. Takdir itu bukan hanya ribuan dan jutaan, tapi ia tak terhingga dan tak bisa terhitung oleh batasan bilangan yang buta manusia. Menurut saya itulah takdir, kataku opadanya. Ikhtiar adalah potensi manusia yang diberiakn Tuhan untuk menentukan pilihan hidupnya. Apakah pilihan hidupnya adalah A, B maupun Z. Itu tergantung kepada pilihan dia. Nah, kaitannya dengan cerita di atas, anak muda itu telah memilioh takdir Tuhan untuk patuh dan taat kepada-Nya melalui jalan Penyembahan. Cerita dari tetangganya teman sebenarnay masih ada dua, namaun agak pabjang untujkk menuliskannya semua. Tentang Tobatnya Snag Pendosa, dan Mistik dari Makassar. Tapi, kita cukup saja sampai di sini. Sebagai kesimpulan dari perkumpulan waktu itu, bahwa apapun konsepsi kita tentang Tuhan, maka itulah ‘Tuhan’ kita. Salam Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun