Era revolusi society 5.0 membuat perkembangan teknologi semakin pesat. Berbagai aspek kehidupan masyarakat mulai bertransformasi ke arah digital, hal tersebut membawa banyak dampak positif dalam mempermudah berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Salah satu contohnya adalah kemudahan dalam mengakses informasi dari berbagai penjuru dunia hanya dengan menggunakan gawai saja. Namun, perkembangan teknologi juga membawa dampak negatif yang cukup serius yaitu adanya tuntutan multitalenta yang dapat dirasakan pada saat ini. Semua orang termasuk generasi z dituntut agar bisa melakukan banyak hal terutama hal-hal yang berkaitan dengan kecakapan teknologi, kemampuan beradaptasi, kemampuan komunikasi, kemampuan berkolaborasi, serta kemampuan berpikir kreatif (Lestari, 2023). Menurut Ulya Qoulan Karima, dkk., Generasi Z atau Gen Z adalah mereka yang lahir pada rentang tahun 1997-2009 dengan karakteristik terlahir pada era digital, internet, ataupun media sosial (Karima et al., 2022). Pendapat lain mengatakan bahwa Gen Z adalah generasi digital murni karena mereka tumbuh berdampingan dengan komputerisasi(Komalasari et al., 2022).
     Lahir dan tumbuh kembang di era digitalisasi membuat Gen Z kerap kali mendapatkan stigma yang cukup buruk terkait moralitas dan juga keterampilan. Gen Z dianggap sebagai generasi yang paling manja jika dibandingkan dengan generasi lainnya. Menurut Joseph Coombs (Komalasari et al., 2022), Gen Z identik dengan teknologi tetapi mereka belum memiliki keterampilan dalam menyelesaikan suatu masalah serta cenderung kurang berkontribusi dalam relasi ketimbang generasi sebelumnya. Berbagai stigma buruk serta tuntutan multitalenta dunia yang semakin rumit membuat para Gen Z kebingungan dengan bakat atau potensi diri yang dimiliki. Banyak dari mereka yang merasa dapat melakukan banyak hal tetapi tidak tahu bakat apa yang mereka miliki. Hal ini sesuai dengan pendapat Yola Endriani dan Yeni Karneli (2020) bahwa saat ini banyak remaja maupun orang dewasa yang tidak mengetahui bakatnya(Endriani & Karneli, 2020). Jika hal tersebut terus dibiarkan maka akan berdampak pada kurangnya rasa kepercayaan diri, mengganggu perkembangan emosional, serta yang cukup serius adalah kesulitan dalam menentukan tujuan hidup. Maka dari itu, bimbingan dan konseling di sekolah hadir untuk menyadarkan sekaligus mengembangkan bakat para peserta didik sedini mungkin.
      Pada hakikatnya bakat adalah kemampuan yang menonjol dari diri seseorang dan bersifat alamiah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bakat adalah dasar kepandaian, sifat, serta pembawaan yang dibawa sejak lahir. Menurut Munandar Utami (dalam Endriani & Karneli, 2020) bakat adalah kemampuan khusus yang menonjol pada diri seseorang yang sudah ada sejak lahir, tetapi masih perlu dikembangkan serta dilatih lagi. Berbeda dengan Munandar, William berpendapat bahwa bakat adalah sebuah keahlian seseorang yang tidak memerlukan latihan ulang karena sudah diperoleh sejak lahir(dalam Septia Sari et al., 2021). Dengan demikian, bakat dapat didefinisikan sebagai kemampuan khusus seseorang yang dibawa sejak lahir. Bakat terbagi atas beberapa jenis, Menurut Jamal Asmani terdapat 2 jenis bakat yaitu kemampuan di bidang khusus seperti melukis, musik, dan sebagainya. Selanjutnya bakat khusus yang diperlukan sebagai perantara memiliki kemampuan khusus seperti cepat tanggap. Berbeda dengan Jamal, Rini mengklasifikasikan bakat menjadi 5 jenis yaitu bakat kinetik fisik, bahasa, logika dan matematis, musikalitas, serta yang terakhir pemahaman alam (Endriani & Karneli, 2020).
     Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bakat seseorang, menurut Munandar (dalam Endriani & Karneli, 2020) lingkungan serta faktor status ekonomi orang tua sangat memengaruhi bakat anak. Hal ini dikarenakan banyak anak generasi z yang tidak tahu dan tidak dapat menyalurkan bakatnya dengan baik karena faktor ekonomi. Banyak orang tua yang hanya mengandalkan sekolah sebagai sarana tempat mencari tahu sekaligus mengembangkan bakat anaknya. Bimbingan dan konseling pun hadir di sekolah untuk mengatasi berbagai masalah peserta didik termasuk dalam hal pengembangan bakatnya. Bimbingan dan konseling adalah sebuah layanan bantuan kepada peserta didik agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal. Bimbingan dan konseling juga dapat dijadikan sebagai sebuah sarana dalam membantu menyelesaikan berbagai permasalahan sosial, belajar, maupun karir peserta didik melalui layanan yang disediakan oleh sekolah.
     Bimbingan dan konseling sangat diperlukan dalam mengembangkan bakat peserta didik. Pendidik terutama yang bergelut di bidang bimbingan dan konseling harus bisa mewadahi, mengarahkan dan membimbing para peserta didik agar dapat mengenali atau memahami kemampuan yang dirinya miliki dengan harapan nantinya para peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal. Selain itu, adanya bimbingan dan konseling yang diberikan oleh guru dapat menjadi sarana penentuan solusi yang tepat terkait permasalahan pada saat proses pengembangan bakat peserta didik.  Langkah awal yang dapat dilakukan oleh pendidik dalam pengembangan bakat generasi z adalah dengan mengenali atau mengidentifikasikan minat serta bakat peserta didik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan sebuah tes minat dan bakat. Selanjutnya, pendidik dapat memberikan layanan bimbingan dan konseling terkait hasil tes tersebut sekaligus mengarahkan para peserta didik agar dapat mengikuti kegiatan pengembangan diri atau ekstrakulikuler sesuai dengan bakat yang mereka miliki(Herta & Herrin, 2019). Hal tersebut bertujuan agar bakat yang mereka miliki dapat terasah sesuai dengan kebutuhannya.
     Guru Bimbingan konseling berperan dalam pemberian pembinaan serta pelatihan minat dan bakat peserta didik. Dengan pembinaan serta pelatihan minat dan bakat, bakat peserta didik akan semakin berkembang. Selain itu, guru bimbingan konseling juga dapat memberikan evaluasi untuk mengetahui perkembangan bakat peserta didik. Pemberian evaluasi yang dilengkapi dengan umpan balik dari guru bimbingan konseling kepada para peserta didik dapat memberikan pemhaman kepada mereka akan bakat yang mereka miliki. Layanan penempatan dan penyaluran juga dapat dijadikan sebagai sarana dalam mengembangkan bakat peserta didik. Layanan penempatan dan penyaluran adalah usaha membantu peserta didik dalam merencanakan masa depannya serta memberikan penempatan yang sesuai dengan bakat, potensi, serta kondisi peserta didik sehingga mereka dapat berkembang secara optimal dalam mengambil keputusan akan masa depannya. Tujuan utama dari layanan penempatan dan penyaluran adalah tempat para peserta didik dalam mengembangkan berbagai potensi serta bakat yang ada pada dirinya sehingga mereka dapat merancang masa depannya secara realistis(Endriani & Karneli, 2020). Adapun fungsi dari layanan penempatan dan penyaluran adalah agar para peserta didik dapat memahami sekaligus mengembangkan pengetahuan serta kemampuan yang dimilikinya.
     Menurut Falah (dalam Herta & Herrin, 2019) terdapat beberapa peran guru bimbingan konseling yaitu sebagai pemberi informasi, perencana program bimbingan dan konseling, administrator bimbingan, penasihat, sekaligus konsultan. Hal ini selaras dengan pendapat Murni (dalam Herta & Herrin, 2019) menyatakan bahwa bimbingan dan konseling di sekolah berperan sebagai sarana dalam mengembangkan bakat dan minat peserta didik dengan cara melakukan penggalian bakat melalui data pribadi, angket pengembangan diri, observasi, serta melakukan pelayanan penempatan dan penyaluran.
     Tantangan yang dihadapi oleh guru bimbingan konseling terkait pengembangan bakat para peserta didik adalah kurangnya sosialisasi akan pentingnya mengenali bakat. Selain itu, pengembangan bakat melalui bimbingan dan konseling belum berjalan secara lancar karena tidak adanya fasilitas yang memadai. Adanya anggapan bahwa guru bimbingan konseling sebagai guru bagi anak-anak yang bermasalah juga menjadi tantangan yang paling sering dijumpai. Hal ini mengakibatkan para peserta didik cenderung takut untuk berkonsultasi mengenai kendala yang dialami dalam proses pengembangan bakatnya. Tantangan-tantangan seperti inilah yang menjadi sebuah tugas bagi kita dalam mengembangkan bakat peserta didik saat ini yang masuk ke dalam generasi z.
     Dapat disimpulkan jika bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peran yang cukup penting dalam mengembangkan bakat para peserta didik yang dalam hal ini masuk ke dalam kategori generasi z. Bimbingan dan konseling yang mewadahi pengembangan bakat generasi z mampu mengenali, mengembangkan, sekaligus mengevaluasi perkembangan bakat yang dimilikinya. Angket, tes minat bakat, serta observasi secara langsung kepada para peserta didik generasi z dapat dilakukan untuk mengidentifikasikan bakat yang mereka miliki. Selanjutnya, kegiatan ekstrakulikuler atau pengembangan diri serta layanan penempatan dan penyaluran dapat dijadikan sebagai sarana dalam mengembangkan bakat yang dimiliki. Namun pengaplikasian bimbingan dan konseling di sekolah belum terlalu baik sehingg masih perlu adanya sosialisasi mengenai peran bimbingan konseling dalam mengembangkan bakat.
DAFTAR RUJUKAN
Endriani, Y., & Karneli, Y. (2020). Peran Konselor dalam Mengembangkan Bakat Siswa melalui Layanan Penempatan dan Penyaluran. SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling, 5(3), 88. https://doi.org/10.23916/08790011