Mohon tunggu...
Muhammad Rafly Setiawan
Muhammad Rafly Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Manager Pemantauan Nasional Netfid Indonesia

Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang memiliki hobi travelling, menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kecanduan Handphone

14 Desember 2024   16:39 Diperbarui: 14 Desember 2024   17:31 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/08/25/184121620/kecanduan-ponsel-tanda-depresi-benarkah

Jika ada satu hal yang paling menggambarkan kehidupan manusia modern, itu adalah handphone. Dulu, orang harus menunggu surat, menelpon rumah, atau bertemu langsung untuk berkomunikasi.

Namun sekarang? Cukup buka layar, tekan beberapa tombol dan voila, Anda terhubung dengan siapa pun di belahan dunia mana pun, kapan pun Anda mau.

Terasa praktis bukan? Tetapi, tahukah Anda bahwa semakin kita terhubung, semakin kita terisolasi dari dunia nyata.

Atau lebih tepatnya, semakin banyak waktu yang kita habiskan dengan menatap layar kecil di tangan kita, semakin sedikit kita hidup di dunia yang sesungguhnya.

Oleh karena itu, penulis akan mencoba menelaah mengapa kita dalam era digital ini tidak bisa lepas dari handphone untuk memantau update terbaru di belahan dunia.

Manusia Modern yang Terjebak dalam Dunia Layar 

Mari kita mulai dengan mengakui kenyataan sederhana ini, bahwa handphone telah menjadi pengganti yang sempurna untuk kehidupan sosial yang sebenarnya.

Hal ini senada dengan hasil survei yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2023, yang menyatakan sekitar 85% orang dewasa di Amerika Serikat mengaku tidak bisa hidup tanpa handphone mereka.

Ini bukan sekadar kecanduan teknologi (gadget addiction), ini adalah bentuk peralihan besar dalam cara kita berinteraksi dengan dunia sekitar.

Tidak ada lagi pertemuan santai di kafe untuk berbicara tentang kehidupan atau berjalan-jalan untuk menikmati udara segar sambil berbicara dengan teman.

Yang ada hanyalah notifikasi yang terus mengalir, mengingatkan kita bahwa ada pesan baru, update dari media sosial, dan segala macam berita yang tampaknya lebih mendesak dari pertemuan fisik.

Menyiksa atau Memanjakan Diri?

Salah satu argumen utama yang diajukan oleh para pendukung kebebasan digital adalah bahwa handphone adalah alat yang mempermudah hidup.

Bukan hanya untuk komunikasi, tetapi juga untuk pekerjaan, hiburan, hingga informasi. Bayangkan saja, seberapa sering kita mengecek email, memeriksa jadwal, atau bahkan mendengarkan podcast sambil bekerja?

Kita bisa mengatakan bahwa handphone adalah alat multifungsi yang memungkinkan kita untuk menjadi lebih produktif, lebih cerdas, dan lebih terhubung dengan dunia. Namun, kenyataannya sedikit berbeda.

Hal ini diungkapkan dalam penelitian terbaru yang dilakukan oleh University of California, Berkeley (2024), menunjukkan bahwa penggunaan handphone yang berlebihan justru berhubungan dengan penurunan kualitas hubungan sosial dan kesejahteraan psikologis.

Alih-alih mempermudah komunikasi, handphone malah menciptakan apa yang disebut sebagai social media paradox, dimana kita merasa semakin terhubung, namun saat yang sama justru semakin terisolasi.

Aktivitas seperti berselancar di media sosial, memeriksa notifikasi, dan menonton video pendek bisa mengisi waktu kita, tetapi juga menghilangkan kehadiran kita dalam interaksi yang lebih bermakna.

Penelitian ini juga menunjukkan adanya peningkatan kecemasan dan depresi, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda yang menghabiskan lebih dari 3 jam sehari di media sosial.

Bagaimana tidak? Mereka terpapar pada gambar-gambar yang terpolarisasi dan narasi yang sering kali tidak menggambarkan kenyataan. Alih-alih merasa lebih bahagia atau lebih terhubung, mereka justru semakin merasa tertinggal dan cemas.

Kecanduan atau Kebiasaan?

Tidak bisa dipungkiri, kita hidup di dunia yang dipenuhi teknologi, dan handphone menjadi simbol utama dari kemajuan itu.

Seiring berjalannya waktu, handphone telah bertransformasi menjadi lebih dari sekadar perangkat komunikasi.

Dengan kemampuan untuk mengakses hampir semua informasi di dunia hanya dengan beberapa ketukan jari, handphone mengajak kita untuk terus terhubung dan terlibat dalam arus informasi yang tak henti-hentinya.

Bahkan, handphone tidak hanya menjadi alat untuk bekerja, tetapi juga menjadi sarana hiburan utama seperti menonton video, bermain game, mendengarkan musik atau hanya sekedar scroll media sosial untuk melihat apa yang dilakukan orang lain.

Fenomena ini selaras dengan studi oleh yang dilakukan American Psychological Association (2023), bahwa kebiasaan mengecek handphone setiap beberapa menit dapat memengaruhi otak kita, menghasilkan dorongan dopamin yang memuaskan, namun pada saat yang sama juga mengurangi kapasitas kita untuk fokus.

Multitasking yang dianggap sebagai kebiasaan produktif, ternyata tidak seefektif yang kita kira. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan bahwa otak manusia hanya dapat fokus pada satu hal dalam satu waktu dengan efisien.

Jadi, apabila kita melibatkan handphone dalam setiap aktivitas, kita mengalihkan perhatian kita dari tugas yang lebih penting, menyebabkan penurunan kualitas pekerjaan dan meningkatkan tingkat stres.

Dunia yang Semakin Terisolasi?

Jika kita merenung sejenak, seberapa sering kita melihat orang-orang yang duduk bersama, namun masing-masing sibuk dengan layar handphone mereka? 

Situasi ini sangat umum, terutama di tempat-tempat umum atau pertemuan sosial. Alih-alih berinteraksi secara langsung, mereka terjebak dalam dunia maya mereka masing-masing.

Ini adalah fenomena yang sudah sangat terlihat, dan kita sering kali tidak menyadari bahwa kita adalah bagian dari masalah ini.

Hal tersebut terekam jelas dalam penelitian yang dilakukan University of Pennsylvania (2023) yang menemukan bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi dengan dunia maya melalui handphone, semakin besar pula rasa kesepian yang dialami individu tersebut.

Meskipun kita bisa terhubung dengan teman-teman dan keluarga melalui aplikasi pesan, komunikasi digital sering kali tidak dapat menggantikan komunikasi tatap muka yang lebih kaya emosi.

Dalam komunikasi fisik, kita merasakan koneksi yang lebih mendalam seperti melihat ekspresi wajah, nada suara atau bahasa tubuh, semua yang hilang ketika kita hanya berinteraksi melalui teks atau emoji.

Apa yang akan terjadi jika Kita Melepaskan Diri dari Handphone?

Kecanduan handphone sudah sedemikian kuat dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga membayangkan hidup tanpa perangkat ini terasa seperti gagasan yang mustahil.

Namun, apakah itu benar-benar mustahil? Apakah kita dapat kembali ke cara hidup yang lebih real dan lebih terhubung dengan dunia nyata tanpa harus selalu bergantung pada perangkat digital?

Berdasarkan laporan dari World Health Organization (2024), bahwa semakin banyak individu yang mulai melakukan 'detoks digital' sebagai cara untuk mengatasi kecanduan teknologi.

Hal ini dilakukan dengan membatasi waktu yang dihabiskan di depan layar, menetapkan waktu bebas perangkat, dan bahkan berusaha untuk menikmati aktivitas fisik atau sosial yang nyata, bukan yang virtual.

Kendati terlihat sulit, ini adalah langkah pertama menuju kehidupan yang lebih seimbang, dimana kita bisa menikmati interaksi sosial yang lebih autentik, mengurangi stres, dan meningkatkan kesejahteraan psikologis. 

Dengan demikian, bersesuaian dengan sebuah studi dari Harvard Medical School (2024), bahwa para ahli kesehatan mental menyarankan agar kita mulai menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan aktivitas yang lebih meningkatkan kualitas hidup seperti berjalan kaki di alam, berolahraga, atau menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekat secara langsung.

Ini tidak hanya membantu kita mengurangi stres, tetapi juga memperbaiki kualitas hubungan sosial kita. Bahkan, kita akan kembali benar-benar nyata.

Hidup di Layar atau Hidup Nyata?

Jadi, apa yang kita ambil dari semua ini? Handphone memang telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita, tetapi seiring dengan kemudahan yang diberikan, ada harga yang harus dibayar.

Kecanduan terhadap handphone membawa dampak serius terhadap kesehatan mental dan kualitas hidup kita.

Kita harus menyadari bahwa kendati teknologi dapat meningkatkan produktivitas dan konektivitas, itu tidak boleh menggantikan kehidupan nyata dan interaksi sosial yang nyata.

Mungkin saatnya kita mulai meluangkan lebih banyak waktu untuk menikmati kehidupan di luar layar, untuk terhubung dengan orang-orang di sekitar kita, dan untuk menjalani kehidupan yang lebih penuh, lebih sadar, dan lebih bebas dari kecanduan teknologi.

Jika tidak, kita mungkin akan terjebak dalam dunia yang penuh dengan notifikasi dan layar, namun kosong dari pengalaman sejati yang seharusnya kita jalani.

Untuk itu, melalui pandangan ini kita bisa merenung dan mempertanyakan kembali apakah kemajuan teknologi memang selalu membawa kebahagiaan atau justru memperburuk kualitas hidup kita? Wallahu 'alam bissawab.

Referensi

American Psychological Association. (2023). The Psychological Effects of Smartphone Use: Addiction and Impacts on Mental Health. Journal of Applied Psychology.

Harvard Medical School. (2024). The Psychological Benefits of Reducing Screen Time and Increasing Real-Life Social Interaction. New England Journal of Medicine.

Pew Research Center. (2023). The Impact of Mobile Technology on Daily Life. Pew Research Center.

University of California, Berkeley. (2024). Social Media Addiction and Its Effects on Well-being. Journal of Social Psychology.

University of Pennsylvania. (2023). Social Isolation and Smartphone Use: A Study on the Paradox of Connectivity. Journal of Communication Research.

World Health Organization. (2024). Digital Detox and Mental Health: The Benefits of Reducing Screen Time. WHO Publications.

Memulung Hikmah di Tanah Rantau Jakarta

Prediksi Ekonomi Politik Indonesia 2025

Keunikan Kapurung dan Lapar yang Tak Terbendung

Manchester United, Ruben Amorim, dan Premier League

Menyelami Keunikan Toraja

Pendidikan, Ekonomi, dan Peran Generasi Muda dalam Membangun Masa Depan

Generasi Muda, Lintas Iman, dan Merawat Kebhinekaan 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun