Mohon tunggu...
Dian Muhammad Rafli
Dian Muhammad Rafli Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa sosiologi UIN Sunan Kalijaga

Menerima inpo workout bareng

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Interaksi Jamaah Masjid Al-Muhtadin, Masjid yang Independen (Tidak Terikat oleh Ormas Keagamaan)

24 Oktober 2024   22:01 Diperbarui: 24 Oktober 2024   22:06 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan pola interaksi sosial di suatu tempat beribadah yang menjadi tempat saya tinggal sebagai marbot. Masjid ini bernama Masjid Al-Muhtadin yang terletak di kampung karangbendo, kecamatan banguntapan, kabupaten bantul, DIY. Di masjid Al-Muhtadin ini jamaahnya berasal dari latarbelakang ormas keagamaan yang berbeda-beda, yakni dari kalangan NU dan Muhammadiyah. Jadi tidak ada klaim bahwa masjid ini milik NU atau Muhammadiyah, masjid ini aktif dan beroperasi dengan netral, sehingga dalam kegiatan-kegiatan ibadahnya selalu tersisipi cara beribadah yang khas dari jamaah NU dan Muhammadiyah. 

Misalkan, perbedaan yang paling mencolok antara kedua ormas tersebut ialah ketika dilaksanakan atau tidaknya ibadah Qunut pada sholat subuh, jika NU mengamalkan ibadah Qunut dalam ibadah sholat subuh, maka Muhammadiyah tidak mengamalkannya. Jadi setiap sholat subuh, terlaksana atau tidaknya ibadah Qunut itu tergantung pada imam sholatnya, apabila imamnya orang NU maka qunut, namun jika orang Muhammadiyah tidak ada qunut. Dan masih ada beberapa variasi lagi mengenai beriringannya cara ibadah jamaah NU dan jamaah Muhammadiyah di Masjid Al-Muhtadin ini seperti sholawatan, dzikir nafsi-nafsi dan yasinan tahlilan di malam jum'at.

Pada satu kesempatan, saya sempat mengamati ada dua orang jamaah yang sedang mengobrol usai pelaksanaan sholat isya berjamaah. Mereka berdua tampak sedang membicarakan beberapa hal yang menurut saya berkaitan dengan tugas seorang takmir, mereka berinteraksi dengan menggunakan bahasa jawa. Misalnya, yang coba saya pahami yakni mereka sedang membicarakan mengenai kondisi keuangan masjid, soal anak-anak sekolah yang sering bermain di masjid hingga meninggalkan beberapa sampah dan juga membicarakan bagaimana kondisi fasilitas-fasilitas masjid. Setelah itu, mereka juga tampak membicarakan tentang pekerjaanya, soal dinamika sosial di RT mereka. Mereka juga merupakan jamaah yang istiqomah ke masjid dan cara berpakaian mereka sesuai dengan kebanyakan jamaah bapak-bapak lainnya, seperti mengenakan peci, batik dan sarungan.

Selama mengikuti kegiatan ibadah di Masjid ini, saya sering mencoba untuk memperhatikan pola interaksi di masjid ini, saya mendapati beberapa jamaah yang telah lansia, yakni tiga jamaah bapak-bapak. Untuk saat ini, mungkin saya sudah mengenal ketiga-tiga bapak jamaah tersebut, namun sedari dulu saya memang sering mengamati sikap dan pola perilaku ketiga bapak tersebut yang istiqomah dan ramah, ketika saya belum mengenal beliau-beliau. Dikarenakan seringnya saya mengamati ketiga bapak-bapak jamaah tersebut, pada suatu percakapan saat ba'da maghrib, saya sempat mendengar serta mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh mereka. Pengamatan saya dimulai dengan melihat cara beliau-beliau mengobrol yang terlihat sangat damai, sopan santun, penuh kepercayaan, kasih sayang, penuh senyum dan tawa ringan. Dan kedua jamaah tersebut senantiasa berpakaian setelan jamaah tetap Masjid, yakni dengan peci, baju batik (kadang pakaian taqwa) dan sarungan.

Dian Rafli
Dian Rafli
Kemudian, ketika saya mulai mendengarkan apa yang mereka bicarakan, saya mendengar bahwa dalam obrolan ba'da maghrib tersebut, mereka saling bertukar cerita mengenai pengalaman masa lalu mereka yakni sebagai angkatan militer di TNI atau ABRI. Baik ketika mereka dulu sama-sama bertugas di papua, irian dan bahkan sampai tragedi G30S PKI. Mereka juga sempat bercerita bahwa teman-temannya banyak yang telah meninggal dunia, baik dikarenakan faktor usia maupun karena wafat sebagai korban konflik dan kekerasan. Selama obrolan berlangsung, saya melihat mereka bercerita dengan ekspresi penuh tawa, kadang sedih juga kadang serius. Jadi, dikarenakan usia mereka yang memang sudah tua, mereka hanya perlu menikmati masa tuanya dengan melakukan beberapa pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka seperti halnya berkebun dan dengan konsisten mengikuti ibadah sholat jamaah di Masjid Al-Muhtadin ini, sebagai rasa syukur mereka dan bekal untuk mereka di akhirat. Rasanya mereka menikmati masa tua dan dengan momen bernostalgianya tampak begitu berharga dan penuh haru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun