Mohon tunggu...
Muhammad Rafi
Muhammad Rafi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Teknisi - Mahasiswa D-IV Teknik Pesawat Udara Politeknik Penerbangan Indonesia Curug

Menulis merupakan salah satu softskill yang saya gemari dan terus saya kembangkan. Selain untuk menyalurkan hobi, juga saya ingin tulisan saya bisa bermanfaat untuk orang banyak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyair Legenda Indonesia: Chairil Anwar

23 Agustus 2024   16:44 Diperbarui: 23 Agustus 2024   16:47 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ideogram.ai/g/azWhWZwPRqGeVy6DGr_wCw/1

Aku tetap meradang, menerjang 

Luka dan bisa kubawa berlari 

Berlari 

Hingga hilang pedih peri 

Dan aku akan lebih tidak peduli 

Aku mau hidup seribu tahun lagi!

Puisi ini seolah menjadi teriakan dari seorang yang menolak untuk tunduk pada kenyataan dan aturan-aturan yang ada. Penggunaan kata-kata seperti "binatang jalang" menekankan individualitas dan perasaan terasing yang dirasakan oleh Chairil Anwar. Sementara itu, frasa "Aku mau hidup seribu tahun lagi!" mengekspresikan keinginan untuk terus hidup dan berkarya meski menghadapi berbagai tantangan dan rintangan.

Puisi "Aku" juga sering dianggap sebagai representasi dari perjuangan individu melawan penindasan, baik secara fisik maupun spiritual. Ini mencerminkan situasi Indonesia pada masa itu, yang masih berada di bawah penjajahan Jepang dan kemudian Belanda. Chairil Anwar menggunakan puisinya sebagai alat untuk menyuarakan semangat perlawanan dan keinginan untuk merdeka, yang juga menjadi cerminan dari semangat kebangsaan yang sedang tumbuh di kalangan pemuda Indonesia.

Karya-karya Chairil Anwar tetap relevan dan dipelajari hingga hari ini, baik di sekolah-sekolah maupun di lingkungan akademis. Puisi-puisinya sering dibacakan dalam berbagai acara sastra, dan "Aku" menjadi salah satu puisi wajib yang dikenalkan kepada siswa sebagai bagian dari kurikulum bahasa Indonesia. Kehadirannya yang kuat dalam sastra Indonesia memastikan bahwa Chairil Anwar akan selalu diingat sebagai salah satu penyair terbesar yang pernah dimiliki Indonesia.

 Sumber : 

  • Anwar, C. (1943). Aku. Dalam Deru Campur Debu. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Teeuw, A. (1980). Sastra Indonesia Modern II. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Raffel, B. (1967). Complete Prose and Poetry of Chairil Anwar. Bandung: Sumur Bandung.
  • Bodden, M. H. (1997). Indonesian Nationalism and Revolution: Chairil Anwar and His Poetry. Southeast Asian Studies, Vol. 35, No. 4.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun