Aku baru berumur 7 tahun ketika orang tuaku mengetahui bahwa aku sebuta kelelawar. Sebenarnya kelelawar tidaklah buta. Mereka memiliki penglihatan, namun sangat buruk. Seperti itulah kondisiku. Aku belum pernah mengikuti tes penglihatan sehingga aku beranggapan bahwa orang lain melihat sebagaimana aku melihat dunia. Aku hanya melihat bayangan-bayangan kabur, figur yang samar-samar, cukup untuk membuatku tidak menabrak mereka. TV bagiku adalah radio yang dilengkapi dengan permainan cahaya dan aku hanya bisa membedakan mainanku dari warna-warnanya. Ketika aku tak kunjung belajar membaca, orang tuaku membawaku ke rumah sakit dan akhirnya mengetahui kekuranganku.
Duniaku berubah selamanya ketika aku mendapat kacamata pertamaku.
Aku melihat segalanya! Aku melihat kamar dokter mata, dinding, langit-langit, tanganku, dan orang-orang yang ada di ruangan. Aku melihat ayah, ibu, dokter, dan para perawat. Dengan takjub aku melihat warna mata ayahku untuk pertama kalinya.
Namun untuk pertama kalinya pula aku masih melihat beberapa orang di ruangan tetaplah samar, gelap, dan kabur. Mereka ada banyak dan aku tahu mereka mengawasiku seperti aku mengawasi mereka.
Dan aku menyadari kaki mereka tak menyentuh tanah.
-End
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H