Dewasa ini, sedang ramai diperbincangkan di jagad kompasiana ini mengenai kompetensi auditor syariah atau yang biasa dikenal dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Tak kurang dari 20 penulis lepas membahasnya dengan pelbagai macam variasi pendapat mereka maupun pendapat para ahli mengenai persoalan di atas. Kritik pun mengalir deras yang ditujukan kepada lembaga-lembaga keuangan syariah utamanya karena menempatkan posisi DPS dalam struktur internal lembaga.
Seperti yang telah umum diketahui, perbedaan mendasar antara bank konvensional dan bank syariah salah satunya adalah Dewan Pengawas Syariah. Dalam struktur perbankan syariah, DPS berada pada posisi yang sejajar dengan dewan komisaris bank. Posisi sejajar ini dimaksudkan untuk menjamin efektifitas setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Oleh karena itu, penetapan anggota DPS dilakukan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
Hasil rekomendasi rapat tersebut kemudian diajukan kepada Dewan Syariah Nasional (DSN). Menurut UU No. 21 tahun 2008, Dewan Pengawas Syariah Bank diangkat dalam rapat umum pemegang saham atas rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. Setelah pengajuan nama DPS dalam rapat umum pemegang saham kemudian dilakukan uji fit and proper test. Jika dinyatakan lulus oleh Dewan Syariah Nasional, maka Dewan Pengawas Syariah dapat disahkan dan dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan mainnya.
Pertanyaannya kemudian adalah apa saja yang menjadi pertimbangan para pemegang saham dalam menentukan siapa DPS yang layak untuk mengawasi lembaganya? Apakah yang menjadi ukuran kompetensi dalam ujifit and proper test?.Dalam teorinya, seorang DPS haruslah memenuhi kompetensi. Kompetensi diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Dalam hal ini, kompetensi DPS dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas ialah bahwa DPS harus mempunyai pengetahuan yang mumpuni yang meliputi disiplin kajian hukum Islam (fiqh muamalat), ekonomi, akuntansi, keuangan dan juga memiliki pengetahuan mengenai persoalan-persoalan perbankan.
Sejauh pengamatan penulis, ketika berdiskusi dan berbincang-bincang dengan para praktisi lembaga keuangan dan akademisi ekonomi syariah bahwa pengawasan DPS dalam lembaga keuangan syariah masih amburadul dan jauh dari profesionalitas dan kompetensinya. Bahkan sudah bukan rahasia umum lagi bahwa seorang DPS saat ini lebih banyak diisi oleh Kiai, Akademisi, Pengurus Ormas Islam, atau tokoh masyarakat tertentu yang dianggap mempunyai pengaruh di lingkungan masyarakat atau anak didiknya sehingga dapat memanfaatkan pengaruh DPS tersebut sebagai upaya memuluskan strategi marketingnya.
Perlunya kompetensi seorang DPS yang mempunyai kualifikasi keilmuan seperti yang disebutkan di atas merupakan tuntutan agar sebuah lembaga keuangan syariah baik perbankan maupun mikro dapat merealisasikan tata kelola perusahaan yang baik dan sehat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Persoalan kemudian muncul, seberapa banyak saat ini sumber daya manusia yang memiliki kemampuan keilmuan tersebut? Sudah pasti sedikit sekali, sementara lembaga-lembaga keuangan syariah semakin hari semakin menjamur.
Seperti yang telah banyak diketahui, dalam sebuah LKS minimal wajib mempunyai 2 orang DPS dan maksimal 3 orang DPS. Maka dari itu, salah satu cara alternatif yang harus dilakukan oleh para direksi atau pemegang saham dalam menunjuk DPS adalah dengan mengkombinasikan DPS sesuai dengan kemampuan bidang keilmuan masing-masing. Misalkan, satu orang DPS mempunyai kualifikasi di bidang fiqh muamalat, sementara DPS lain mahir dalam bidang keuangan dan perbankan.
Dengan cara ini diharapkan masing-masing DPS dapat mentranformasikan keilmuannya antara satu dengan yang lainnya. Para direksi dan pemegang sahampun dapat menjalankan program tata kelola perusahaan yang baik dan sehat sesuai peran dan tanggungjawab masing-masing. Bukankah dalam kaidah fikih telah disebutkan “ma la yudraku kulluh la yutraku kulluh”,jika sesuatu itu tidak bisa dilaksanakan semua, maka jangan ditinggalkan semuanya. Semoga semua yang diusahakan untuk diperbaiki dapat menjadi lebih baik lagi. Wallahu A’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H