Andini Rahma Diagosta (1191004021)
Muhammad Pramudito (1191004024)
Satriapasha Adi (1191004075)
Abstrak
Keamanan negara banyak berkaitan dengan perlindungan wilayah dari ancaman militer eksternal, serta menjaga sistem politik yang ada. Terlepas dari penekanan pada keamanan manusia, keamanan antar negara tetap merupakan kondisi yang diperlukan untuk keamanan masyarakat.
Namun, konsep keamanan meluas seiring berkembangnya Teknologi, Komunikasi, dan Informasi. Penelitian ini meninjau keamanan negara Indonesia dari kasus cyber crime yang dilakukan oleh Australia terhadap presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam bentuk penyadapan telepon genggam.
Penelitian ini disikapi dengan teori sekuritisasi oleh Barry Buzan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Indonesia memiliki dua pilihan dalam menanggapi ancaman cyber crime yang dihadapinya, yaitu dalam bentuk preventif dan represif, dan Indonesia telah melakukan tindakan preventif.
Kata kunci: Indonesia, Australia, Penyadapan, Cybercrime
Abstract
State security has a lot to do with protecting the region from external military threats and maintaining the existing political system. Despite the emphasis on human security, security between nations remains a necessary condition for the security of society. However, the concept of security expands with the development of Technology, Communication, and Information. This study examines the security of the Indonesian state from cyber crime cases committed by Australia against the Indonesian president, Susilo Bambang Yudhoyono, in the form of mobile phone tapping. This research is addressed with the theory of securitization by Barry Buzan. The study results indicate that Indonesia has two choices in responding to the threat of cybercrime it faces, namely in the form of preventive and repressive measures and Indonesia has taken preventive actions.
Keywords: Indonesia, Australia, Tapping, Cybercrime
Latar Belakang
Konsep keamanan merupakan konsep inti dalam kajian hubungan internasional. Secara tradisional, dan hingga saat ini, analisis keamanan berfokus pada keamanan negara, melihatnya sebagai fungsi dari tingkat ancaman yang dihadapi negara dari negara lain, serta cara dan efektivitas respons negara terhadap ancaman tersebut.
Namun, setelah berakhirnya Perang Dingin, para ahli mengalihkan fokus dari gagasan keamanan yang berpusat pada negara, memperluas konsep keamanan untuk memasukkan perlindungan terhadap individu.
"Perluasan" dari studi keamanan terkait dengan masuknya ancaman non-militer seperti degradasi lingkungan, kelebihan penduduk, migrasi pengungsi secara massal, nasionalisme, kejahatan transnasional, dan terorisme. "Pendalaman" cakupan studi keamanan mengacu pada perhatian yang tidak hanya difokuskan pada ancaman eksternal terhadap negara, tetapi juga pada keamanan individu dan kelompok (Stadnik, 2017).
Sistem kepercayaan manusia juga menjadi faktor penting dalam memahami konflik yang asimetris dan juga konflik terorisme. Studi keamanan telah bergeser dari status sebagai objek keamanan dan telah memasukkan rujukan dan nilai lainnya, hingga berkembang dalam aspek TIK.
Revolusi Informasi, Komunikasi, dan Teknologi (TIK) baru-baru ini, termasuk internet, email, situs web sosial, dan komunikasi satelit telah merevolusi setiap aspek kehidupan manusia, menghadirkan tantangan baru bagi keamanan nasional.
Faktanya, kehidupan masyarakat dunia pada saat ini telah dikodifikasi oleh data (Dewar, 2018). Hampir semua hal yang dilakukan, dan semua aspek yang diandalkan, melibatkan data dan teknologi yang digunakan. Hanya sedikit area yang tidak tersentuh oleh revolusi yang kemudian disebut sebagai era informasi ini.
Seiring dengan berkembangnya teknologi, berkembang juga peluang dan tantangan yang diberikannya. Dan seperti halnya teknologi yang membawa manfaat yang semakin besar, ia juga membawa ancaman yang semakin besar: berdasarkan sifat peluang yang dihadirkannya, teknologi menjadi titik fokus kejahatan dunia maya, spionase industri, dan serangan dunia maya.
Di era digital, arena keamanan nasional dihadapkan pada ancaman yang sebelumnya tidak dikenal yang bertujuan menghancurkan infrastruktur maupun teknologi suatu negara.
Hal ini terpampang jelas bahwa di dunia yang terglobalisasi, Internet dan TIK sangat penting untuk pembangunan ekonomi dan sosial, membentuk infrastruktur digital vital yang menjadi sandaran masyarakat, ekonomi, dan pemerintah untuk menjalankan fungsi esensial mereka.
Internet atau dunia maya terdiri dari beberapa interaksi antara teknologi yang mendasarinya dan pengguna dan operator manusia. Interaksi manusia dengan teknologi dan interaksi antara manusia melalui teknologi adalah yang pertama-tama menciptakan dunia maya.
Selain itu, kompleksitas yang berkembang dan perilaku nonlinier dari sistem yang kompleks, seperti dunia maya, mengarah pada peningkatan kemungkinan peristiwa negatif yang tidak terduga, dimulai dari kecelakaan internal hingga serangan berbahaya baik dari dalam maupun luar sistem (Baezner, 2018). Kompleksitas yang berkembang menawarkan insentif dan kemungkinan baru bagi pelaku ancaman untuk menargetkan orang dan aset di dalam dan melalui dunia maya.
Sifat Internet yang relatif terbuka menunjukkan bahwa pada berbagai tingkatan, internet merupakan lingkungan yang tidak aman. Keamanan siber mencakup berbagai masalah seperti perlindungan infrastruktur kritis, terorisme siber, ancaman siber, masalah privasi, kejahatan siber, dan perang siber.
Kecanggihan penjahat dunia maya, munculnya spionase dunia maya, serta aktivitas kolektif peretas yang dipublikasikan telah digabungkan dan dapat disimpulkan bahwa serangan dunia maya menjadi lebih terorganisir dan bahwa tingkat kecanggihan telah meningkat secara signifikan, menunjukkan tanda-tanda profesionalisasi para kriminal (Baezner, 2018). Berdasarkan latar belakang ini, negara semakin mengakui keamanan siber sebagai masalah keamanan utama, yang akan semakin penting seiring berjalannya waktu.
Pada saat yang sama, keamanan siber telah muncul sebagai prioritas kebijakan nasional untuk didekati secara holistik, meliputi aspek ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, penegakan hukum, teknis, diplomatik, militer, dan intelijen.
Landasan Teori
Teori sekuritisasi oleh Barry Buzan menyatakan bahwa keamanan adalah tentang kelangsungan hidup suatu negara. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan keamanan nasional tidak diberikan secara alami, tetapi ditentukan dengan hati-hati oleh para politisi dan pembuat keputusan. Menurut teori sekuritisasi, isu-isu politik dikonstitusikan sebagai isu-isu keamanan ekstrim yang harus segera ditangani ketika mereka telah dicap sebagai berbahaya danmengancam.
Penting untuk diperhatikan bahwa aktor sekuritisasi tidak terbatas pada politisi (Eroukhmanoff, 2018). Aktor profesional keamanan seperti polisi, dinas intelijen, bea cukai, layanan imigrasi, penjaga perbatasan, dan sektor militer, semuanya memainkan peran penting dalam menentukan lanskap keamanan. Mereka beroperasi dalam bidang keamanan yang dicirikan oleh persaingan atas pengetahuan yang benar atas ancaman dan risiko lain yang terkait.
Hasil dan Pembahasan
Kejahatan dalam dunia maya tidak mengenal batas. Tindakan di dunia maya membutuhkan penolakan terhadap asumsi umum yang terkait dengan ruang dan waktu karena serangan semacam itu dilakukan melalui jaringan informasi dan komunikasi modern, dapat dilakukan dari mana saja dalam waktu yang sangat singkat.
Proses globalisasi tidak hanya berdampak pada pencapaian peradaban, tetapi juga pada perkembangan ancaman baru terhadap peradaban. Keunggulan strategis tidak lagi terletak pada daya juang atau letak geografis, tetapi pada informasi dan pengetahuan.
Kerja sama internasional dan berbagi intelijen sangat penting untuk pencegahan ancaman dunia maya yang efektif. Meskipun ancaman dunia maya dalam beberapa tahun terakhir secara khusus ditekankan dalam doktrin militer modern dari kekuatan besar dan NATO, cyber crime masih diselimuti kerahasiaan.
Pesatnya perkembangan dan adopsi teknologi melalui penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari membuka banyak peluang bagi para kriminal, baik itu berupa negara, teroris maupun aktor kejahatan lainnya, karena mereka selalu diuntungkan dalam kejahatan dunia maya (Maigre, 2022).
Keamanan siber terkenal sulit untuk dijabarkan dan diperebutkan secara politis atas dasar konseptual dan praktis baik di arena nasional maupun internasional.
Interaksi dinamis antara kerentanan teknologi dan kemungkinan penyalahgunaan politiknya menciptakan ruang masalah dengan sedikit stabilitas. Karena ketidakpastian ruang lingkup dan tempo transformasi sosio-teknologi yang sedang berlangsung, keinginan yang meningkat untuk menggunakan alat-alat dunia maya dalam konteks persaingan kekuatan besar, dan fragmentasi otoritas pada tingkat yang politik internasional, mengelola ketidakamanan dunia maya dan menjadi masalah pemerintahan yang paling menantang dalam politik kontemporer.
Sebagai masalah yang relevan secara politik, keamanan siber berkembang di persimpangan antara perkembangan teknologi yang serba cepat, penggunaan politik dan strategis dari alat-alat ini oleh aktor negara dan non-negara, dan berbagai upaya oleh negara dan birokrasinya, masyarakat, dan sektor swasta untuk menentukan tanggung jawab yang sesuai, batasan hukum, dan aturan perilaku yang dapat diterima untuk ruang ini.
Keamanan siber telah mencapai tingkat masalah keamanan nasional utama terutama karena bagaimana cyber security saling terkait dengan infrastruktur kritis dalam proses politik. Keamanan siber bergerak menuju salah satu prioritas dalam agenda politik dan meluas sebagai area masalah ke banyak domain kebijakan tambahan dengan memajukan digitalisasi. Pada tingkat dasar, keamanan teknologi digital didasarkan pada praktik manajemen risiko yang dikembangkan oleh spesialis teknologi untuk membuat komputer beserta jaringan internetnya lebih aman (Maurer & Ebert, 2017). Namun, keamanan siber dalam hubungan internasional lebih dari sekadar keamanan informasi, yaitu daripada hanya berusaha melindungi aset informasi, keamanan siber juga meluas kea rah keamanan manusia dan kepentingan mereka.
Sebagai suatu negara yang berdaulat, Indonesia tidaklah terlepas dari ancaman cyber crime. Salah satu kejahatan siber yang pernah dialami oleh Indonesia adalah penyadapan yang dilakukan oleh Australia ke Indonesia, di mana pihak Australia menyadap telepon Kepala Negara Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara yaitu Ani Yudhoyono serta beberapa pejabat negara. Kejahatan ini dimulai dengan Defense Signals Directorate yang merupakan badan intelijen Australia ditugaskan untuk mengumpulkan nomor seluler pejabat Indonesia, terutama di bidang pertahanan dan keamanan, sosial, politik, dan ekonomi. Dalam misi tersebut, mereka hanya berhasil mendapatkan nomor ponsel Kapolda Bali, yakni Irjen Pol. Sutisna. Oleh karena itu, dikembangkan jaringan penyadapan melalui Kedutaan Besar Australia dan Konsulat Jenderal Australia.
Pada tahun 2009, Defense Signals Directorate juga menyadap beberapa nomor telepon pejabat Indonesia sebelum Pemilihan Presiden Indonesia tahun 2009. Penyadapan ini dilakukan pada beberapa pejabat Indonesia. Peristiwa ini dibocorkan oleh mantan anggota Badan Keamanan Nasional (National Security Agency) yang juga pernah membocorkan kejahatan tingkat tinggi dan dokumen milik badan intelijen sekutu seperti GCHQ Inggris (Government Communications Heqadquarters), DSD Australia (Defense Signals Directorate), CCSE Kanada (Canadian Communications Security Establishment), The NSA (National Security Agency) Amerika Serikat, dan NZGCSB (New Zealand's Government Communications Security Bureau) dimana sekutu ini membuat aliansi intelijen yang disebut SIGINT atau Five Eyes (TEMPO, 2018).
Terdapat total sepuluh pejabat pemerintahan Indonesia yang menjadi target penyadapan oleh Australia, antara lain:
- Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden Indonesia)
- Kristiani Herawati / Ani Yudhoyono (Ibu negara Indonesia / Istri dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)
- Boediono (Wakil Presiden Indonesia, mantan Gubernur Bank Indonesia)
- Jusuf Kalla (mantan Wakil Presiden Indonesia)
- Dino Patti Djalal (Penulis pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)
- Andi Mallarangeng (Juru bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)
- Hatta Rajasa (Sekretaris negara Indonesia)
- Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan Indonesia)
- Widodo Adi Sutjipto (Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan)
- Sofyan Djalil (Menteri Badan Usaha Milik Negara / BUMN)
Australia tidak menyangkal atau mengkonfirmasi tindakan penyadapan setelah pihak Indonesia bertanya kepada perwakilan Australia tentang masalah penyadapan yang terjadi. Hal ini mengakibatkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menarik Dubes RI di Canberra untuk sementara waktu hingga normalisasi hubungan diplomatik selesai. Hubungan antara Indonesia dan Australia, tetangga Pasifik dengan sejarah panjang kerja sama dan perdagangan, dalam beberapa tahun memang ditandai oleh ketidaksepakatan tentang berbagai masalah, termasuk dalam isu hak asasi manusia, terorisme, dan pencari suaka (The Guardian, 2013).
Hukum Internasional sangat menantang kegiatan penyadapan tersebut. Dalam Pasal 17 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dijelaskan sebagai berikut (Pusat Dokumentasi ELSAM, 2014):
(1). Tidak seorang pun dapat secara sewenang-wenang atau melawan hukum campur tangan dengan privasinya, keluarga, rumah, korespondensi, atau serangan yang tidak sah atas kehormatan dan reputasinya
(2). Setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap gangguan atau serangan semacam itu.
Keutuhan dan kerahasiaan surat menyurat atau penyampaian informasi antar negara harus dijamin secara de jure dan de facto. Korespondensi harus dikirim ke alamat tanpa halangan dan tanpa dibuka atau dibaca terlebih dahulu. Pengawasan, baik elektronik atau lainnya, penyadapan telepon, telegram dan bentuk komunikasi lainnya, serta merekam percakapan sangatlah dilarang.
Dalam Pasal 8 ayat (1) Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia tahun 1958 sebagaimana dijelaskan bahwa “Setiap orang berhak atas penghormatan atas kehidupan pribadi dan keluarganya, namanya, dan surat-menyuratnya” (Pusat Dokumentasi ELSAM, 2014). Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang berhak untuk dihormati secara pribadi, dalam keluarganya, dalam rumah tangganya dan dalam surat menyurat. Selanjutnya larangan penyadapan dikenakan terhadap kantor dan perwakilan diplomatik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Konvensi Wina 1961 tentang Diplomatik:
“Negara penerima harus mengizinkan dan melindungi komunikasi bebas dan bagian dari misi untuk semua tujuan resmi. Dalam komunikasi dengan pemerintah dan misi-misi dan konsulat-konsulat lain dari negara-negara pengirim, di mana pun berada, misi dapat mempekerjakan semua pihak yang sesuai. Namun, misi dapat menginstal dan menggunakan pemancar nirkabel hanya dengan persetujuan dari negara penerima.”
Kemudian pada ayat (2) juga dijelaskan:
“Korespondensi resmi misi tidak dapat diganggu gugat. Surat menyurat resmi adalah segala surat menyurat yang berkaitan dengan misi dan fungsinya” (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 1982).
Larangan penyadapan terhadap perwakilan diplomatik berkaitan dengan kekebalan diplomatik dan hak istimewa sebagai wakil negara. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah diuraikan di atas, bahwa pada prinsipnya perbuatan penyadapan dan segala bentuknya merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia itu sendiri. Hukum internasional menjamin bahwa setiap orang tidak dapat atau dilarang untuk diganggu secara sewenang-wenang, baik urusan pribadi, keluarga, rumah tangga, maupun surat menyurat tidak dapat diganggu atau bahkan diserang terhadap nama baik dan kehormatannya.
Upaya hukum Pemerintah Indonesia dalam kasus penyadapan Australia terhadap pejabat Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu secara preventif dan represif. Upaya hukum preventif adalah upaya untuk mencegah terjadinya kembali pelanggaran hak-hak asasi manusia. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia melakukan upaya bilateral dan Pemerintah Indonesia menandatangani Code of Conduct on the Framework for Security Cooperation with Australia, menyepakati kerjasama untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan kepentingan nasional kedua belah pihak, termasuk kegiatan spionase atau penyadapan (Watanabe, 2014).
Selanjutnya, upaya hukum represif adalah melakukan suatu tindakan yang telah melanggar suatu aturan yang telah dibuat. Upaya hukum ini dapat terjadi jika tindakan hukum preventif gagal dipatuhi dan menjadi langkah terakhir apabila pelanggaran terjadi kembali. Dalam hal ini, Indonesia dapat membawanya ke Mahkamah Internasional. Indonesia harus dapat memastikan bahwa pelaku pelanggaran adalah organ negara atau yang melakukan penyadapan adalah agen negara. Defense Signals Directorate adalah dinas intelijen Australia dan merupakan organ negara bagian Australia. Defense Signals Directorate telah memenuhi persyaratan dasarnya apabila kasus ini hendak diperkarakan ke hukum internasional.
Mahkamah Internasional berwenang menyelesaikan perkara penyadapan Australia terhadap Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat Statuta Mahkamah Internasional yang menyatakan:
"Mahkamah Internasional yang didirikan oleh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai badan peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa akan dibentuk dan akan berfungsi sesuai dengan ketentuan Statuta ini" (Pusat Dokumentasi ELSAM, 1945)
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2013, melihat pro dan kontra dari tuduhan penyadapan bahwa hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia semakin memanas dengan penarikan sementara Duta Besar Indonesia di Canberra. Hubungan kedua negara semakin tegang ketika Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, mengumumkan bahwa Indonesia akan menghentikan semua kerjasama intelijen dan militer dengan Australia karena Indonesia akan meninjau kasus penyadapan terlebih dahulu. Demikian pula, Perdana Menteri Australia tidak meminta maaf atas penyadapan oleh Badan Intelijen Australia kepada Pejabat Negara Indonesia (Calamur, 2013).
Kerenggangan hubungan kedua negara menjadi signifikan, mengingat Indonesia dan Australia merupakan “saudara dekat” apabila ditinjau dari segi geografis. Hubungan Australia dengan tetangga dekatnya, Indonesia, merupakan hubungan bilateral yang sangat penting. Terdapat kepentingan kedua negara agar hubungan menjadi kuat dalam seluruh dimensi strategis, politik, ekonomi dan budaya. Sebagai pasar ekspor terbesar ke-10 Australia, Indonesia sangat penting bagi Australia secara ekonomi (Department of Foreign Affairs and Trade, 2022). Populasi Indonesia membuatnya berpotensi menjadi jauh lebih penting dalam hal perdagangan. Posisi geo-strategis Indonesia membuat Indonesia menjadi signifikan tidak hanya dalam hal perdagangan tetapi juga karena sebagian besar perdagangan Australia dengan negara- negara lain melintasi perairan Indonesia. Indonesia adalah mitra kerja sama yang penting dalam cakupan yang sangat luas, termasuk kontrol perbatasan, keamanan, pertanian, bea cukai, dan meteorologi di mana pendekatan bersama dan upaya bersama berkontribusi signifikan terhadap pengelolaan yang efektif.
Ketegangan antara kedua negara mereda saat Perdana Menteri Tony Abbott dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono sepakat untuk segera menyusun kode etik dalam bidang intelijen, dalam pertemuan tatap muka pertama mereka sejak kasus penyadapan telepon. Dalam pertemuan yang diselenggarakan di Batam, Indonesia, para pemimpin kedua negara bekerja sama untuk memperbaiki hubungan baik antara Indonesia dan Australia, dengan tujuan untuk melanjutkan kerja sama di bidang pertahanan, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas ekspansionisme maritim China. Indonesia sempat menarik duta besar Republik Indonesia untuk Australia pada bulan November dan menghentikan beberapa kerja sama dalam latihan militer dan bidang intelijen. Namun, Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia kembali ke tempat bertugasnya pada bulan Mei di tahun berikutnya (BBC News Indonesia, 2014). Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa dirinya Perdana Menteri Australia telah sepakat untuk mengakhiri masalah yang menghambat hubungan antara Indonesia dan Australia, dan mencari peluang baru untuk kerjasama yang lebih baik di kemudian hari.
Kesimpulan
Revolusi Informasi, Komunikasi, dan Teknologi tidak hanya berdampak besar dalam kehidupan manusia, namun juga memiliki dampak signifikan dalam kajian keamanan internasional. Sifat Internet yang relatif terbuka menunjukkan bahwa pada berbagai tingkatan, dunia maya merupakan lingkungan yang tidak aman. Keamanan siber telah mencapai tingkat masalah keamanan nasional setiap negara, salah satunya Indonesia. Indonesia mengalami penyadapan telepon genggam yang dilakukan oleh Australia ke Indonesia,di mana pihak Australia menyadap telepon Kepala Negara Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara yaitu Ani Yudhoyono serta beberapa pejabat negara. Kejahatan ini dimulai dengan Defense Signals Directorate yang merupakan badan intelijen Australia ditugaskan untuk mengumpulkan nomor seluler pejabat Indonesia dan menyadap kegiatan yang dilakukan dalam telepon genggam tersebut. Dalam menyikapi kasus ini, Pemerintah Indonesia melakukan upaya bilateral dan Pemerintah Indonesia menandatangani Code of Conduct on the Framework for Security Cooperation with Australia, menyepakati kerjasama untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan kepentingan nasional kedua belah pihak, termasuk kegiatan spionase atau penyadapan.
Daftar Pustaka
Baezner, M. (2018). Cyber-Conflicts in Perspective. Zurich: Center for Security Studies (CSS).
BBC News Indonesia. (2014, June 3). Yudhoyono akan bertemu PM Australia Tony Abbott di Batam. Retrieved from BBC News Indonesia: https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/06/140603_indonesia_sby_abott
Calamur, K. (2013, November 20). World Headlines: Indonesia-Australia Spying Feud Deepens. Retrieved from NPR: https://www.npr.org/sections/parallels/2013/11/20/246291739/world-headlines-indonesia-australia-spying-feud-deepens
Department of Foreign Affairs and Trade. (2022). Indonesia Country Brief. Retrieved from https://www.dfat.gov.au/geo/indonesia/indonesia-country-brief
Dewar, R. (2018). Trend Analysis Contextualizing Cyber Operations. Zürich: Center for Security Studies (CSS).
Eroukhmanoff, C. (2018). Securitisation Theory: An Introduction.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (1982). Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Beserta Protokol Opsionalnya. Retrieved from UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1982: https://jdih.kemlu.go.id/ildis/www/storage/document/UU%20No.01%20Tahun%201982 %20Tentang%20Pengesahan%20Konvensi%20Wina.pdf
Maigre, M. (2022). NATO’s Role in Global Cyber Security. Retrieved from GMF.
Maurer, T., & Ebert, H. (2017). International Relations and Cyber Security: Carnegie Contribution to Oxford Bibliographies. Oxford University Press.
Pusat Dokumentasi ELSAM. (1945). Statuta Mahkamah Internasional (1945) Perserikatan Bangsa-Bangsa. Retrieved from Pusat Dokumentasi ELSAM: http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/10/Statuta-Mahkamah-Internasional.pdf
Pusat Dokumentasi ELSAM. (2014). Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi dan Kebebasan Fundamental Manusia (1950). Retrieved from Pusat Dokumentasi ELSAM: https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-eropa-untuk-perlindungan-hak-asasi-dan-kebebasan-fundamental-manusia-1950/
Pusat Dokumentasi ELSAM. (2014). Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik. Retrieved from Pusat Dokumentasi ELSAM: https://referensi.elsam.or.id/2014/09/kovenan-internasional-hak-hak-sipil-dan-politik/
Stadnik, I. (2017). What is an International Cybersecurity Regime and How We Can Achieve it? Saint-Petersburg.
TEMPO. (2018, October 19). Australia Has Been Spying on Indonesia Since 1950. Retrieved from TEMPO: https://en.tempo.co/read/526400/australia-has-been-spying-on-indonesia-since-1950
The Guardian. (2013). Australia's spy agencies targeted Indonesian president's mobile phone. Retrieved from https://www.theguardian.com/world/2013/nov/18/australia-tried-to-monitor-indonesian-presidents-phone
Watanabe, S. (2014, June 5). Indonesia, Australia leaders try to move past spying scandal. Retrieved from Nikkei Asia: https://asia.nikkei.com/Politics/Indonesia-Australia-leaders-try-to-move-past-spying-scandal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H