Gunungkidul, Yogyakarta – Tim peneliti PKM-RSH dari Universitas Ahmad Dahlan yang beranggotakan Syam, Faiz, Rifan, Gita, dan Syifa, di bawah bimbingan dosen Sri Kushartati, S.Psi., M. A, Psikolog., sedang melakukan penelitian kualitatif terhadap budaya pernikahan Kromojati di Desa Bohol, Gunungkidul, Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara, observasi, dan diskusi grup terfokus (FGD) sebagai cara mengumpulkan data untuk mengeksplorasi Kromojati.
Kromojati adalah tradisi pernikahan yang unik di mana calon pengantin diwajibkan menanam 10 bibit pohon jati, dengan pembagian 5 bibit ditanam di lahan pribadi dan 5 bibit ditanam di lahan kas desa. Adat pernikahan ini disahkan pada tahun 2007 oleh pemerintah desa sebagai syarat pernikahan di Desa Bohol.
Pengesahan adat ini diketahui karena kondisi desa yang dulunya gersang, panas, dan gundul. Karena itu, Penanaman bibit jati melalui adat pernikahan diharapkan dapat mengubah kondisi desa dengan menciptakan lingkungan yang lebih hijau dan mendukung pelestarian alam.
Manfaat Kromojati tidak hanya terbatas pada aspek lingkungan. Tradisi ini juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pohon jati yang ditanam dapat dipotong dan dijual batangnya sehingga memberikan sumber pendapatan tambahan bagi keluarga pengantin. Selain itu, pohon jati memiliki kemampuan untuk tumbuh kembali setelah dipotong sehingga adat ini menjadi “investasi” jangka panjang.
Keberhasilan tradisi Kromojati diakui luas, bahkan pernah menjadi tema Gelar Seni sepanjang Tahun dari kegiatan pemerintah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Saat ini, pemerintah desa Bohol juga tengah mengembangkan batik Kromojati sebagai bagian upaya untuk mempromosikan dan melestarikan tradisi ini.
Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti bertujuan untuk mengetahui sikap pro-lingkungan dari masyarakat Desa Bohol yang memiliki adat Kromojati, serta untuk mengeksplorasi apakah tradisi ini dapat menjadi salah satu metode mensukseskan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-13 mengenai memerangi perubahan iklim.
Kami ingin memahami bagaimana masyarakat memaknai tradisi ini dan bagaimana penerapannya berdampak pada sikap mereka terhadap pelestarian lingkungan sehingga mendukung kesuksesan SDGs ke-13," ujar Syam, salah satu anggota tim peneliti.
Menurut hasil wawancara awal, banyak warga yang sangat mendukung dan bangga dengan tradisi Kromojati. Mereka percaya bahwa penanaman pohon jati tidak hanya membawa manfaat ekologis, tetapi juga menjadi warisan ekonomi bagi anak cucu mereka. "Menanam habis nikah di tanahnya sendiri nanti dengan harapan besok kalau anaknya sudah sekolah, harapannya pohon itu sudah punya nilai ekonomis yang tinggi untuk menopang biaya hidupnya, buat tabungan," kata salah satu warga yang diwawancarai.
Sri Kushartati menambahkan, "Tradisi Kromojati mengajarkan kita tentang pentingnya tanggung jawab terhadap alam. Kami berharap penelitian ini dapat memberikan wawasan baru tentang bagaimana kearifan lokal dapat berkontribusi pada upaya pelestarian lingkungan dan memerangi perubahan iklim."