Oleh : Muhammad Nur OKT
Kutak dapat menyembunyikan perasaan hatiku, dulu disini pokok-pokok kayu, semak-semak belukar dan rumput ilalang masih tegak berdiri, burung-burung masih berkicau diatas ranting hijau pohon mahoni yang berbunga lebat dan harum menebar wangi raga, mengantarkanku menikmati pagi yang sejuk.
Pokok-pokok menghijau, serta semak-semak belukar nan beranak-pinak, hewan-hewan kecil, belalang sentadu, jangkrik , Â kupu-kupu aneka warna juga satwa liar hadir disini berbagi rasa denganku, kala itu rumput ilalang mengangguk-angguk bunganya terbang ditiup angin senja, berbaur dengan keringat Pa Tani yang sedang mengolah lahan, diujung jalan setapak menuju Desaku.
Desa Penglipuran, Indonesia Foto Travel.dream.co.id
Kuingin berbagi rasa denganmu,  karena sekarang disini pokok-pokok kayu, semak-semak belukar dan rumput ilalang ,  serta kicau burung dipagi hari  sudah tiada, hewan kecilpun punah ditelan peradaban,oleh hiruk pikuk pembangunan yang kurang berwawasan lingkungan, digantikan dengan gedung-gedung megah, pusat perbelanjaan, real estate serta pabrik-pabrik yang dari cerobongnya keluar asap , hitam menebar polusi dan emisi.
Desa Mawlynnong, India ( Foto travel.dream.co.id )
Dan sekarang disini deru mesin-mesin memekakkan telinga, merontokkan jantung mncekik pernapasan, pokok-pokok kayu sumber kehidupan telah dipangkas hingga merangas , polusi, emisi, abrasi, longsor dan gempa bisa datang tiba-tiba, membuat bumi yang telah tua menjadi renta, saatnya kita membangun dengan hati, tanpa menggusur alam dan merusak lingkungan, demi anak cucu kita, generasi pelanjut cita-cita perjuangan Bangsa, Sayangi mereka, Sayangi bumi kita *****Palopo, 04 April 1998
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Puisi Selengkapnya