Dalam bukunya Dark Academia: How universities die, Peter Fleming, menulis bahwa korporatisasi pada “universitas neoliberal” sudah sangat lengkap (pada tingkat keuangan, organisasi, individu dan subjektif). Terlalu susah untuk membalikkannya dalam konteks saat ini. Fleming melanjutkan kebanyakan akademisi hanya mencoba menemukan cara untuk tinggal berdamai dengan kondisi sekarang dan melenceng dari idealisme keilmuan. Inilah awal “kegelapan academia”. Buku ini memang mendapat perhatian banyak kalangan. Pada bulan Oktober yang lalu saya berkesempatan sebagai pemantik diskusi dalam bedah buku Fleming tersebut dalam sebuah diskusi lintas bidang yang diikuti Civitas Akdemika dari berbagai perguruan tinggi.
Penelusuran lebih tentang kata akademik yang sesungguhnya muncul sekitar 400 tahun sebelum Masehi, membuat saya semakin prehatin dengan apa yang menjadi kerisauan Fleming.
Rupanya kata akademik berawal dari Sokrates dan Murid-muridnya (yang paling menonjol adalah Plato. Ketika Socrates menurunkan hasil perenungannya kepada Plato, mungkin itulah awal dari pendidikan bagi orang-orang dewasa. Socrates seorang filusuf akhirnya harus meminum racun menjalani keputusan pengadilan. Memang dia tidak sepopuler muridnya Plato. Sang filusuf tak banyak menulis, bahkan Apologia Socrates ditulis oleh sang murid, Plato. Apologia Socrates adalah plaido Socrates dalam pengadilan dirinya.
Setelah Soctrates, Plato mengkader Aristoteles dan banyak peminat ilmu terlibat. Lahirlah Akademia Plato. Akademia Plato adalah tempat berdiskusinya para peminat ilmu seperti filsafat, matematika, dan astronomi. Tempat berdiskusi tersebut berada di sebuah taman di dekat kota kuno Athena. Inilah taman yang dipenuhi rerimbunan pohon zaitun.
Di dalamnya banyak dijumpai benda seni, arsitektur, patung, kuburan, dan kuil. Belakangan, taman itu dinamai Akademos atau Hecademus. Diambil dari nama pahlawan lokal dari Athena. Kata akademos inilah yang akhirnya terlebih dahulu masuk dalam bahasa Prancis disebut académique dan diikuti dalam bahasa Inggris menjadi Academic pada tahun pada pertengahan abad ke 16.
Akademi Plato berlangsung lama di taman Akademos. Setelah kematian Plato koordinasi para intelektual untuk berdiskusi di Akademi Plato diserahkan kepada an kepada Speusippus. Tradisi sangat panjang kegiatan intelektual di taman Akademos. Diturunkan dari generasi ke generasi dari abad ke abad. Sederetan intelektual terkenal, setelah Plato dalah para alumni taman Akademos termasuk Aristoteles, Democritus, Parmenides, dan Xenocrates. Pada tahun 529 M Kaisar Justinian I (seorang Kristen), menutup Akademi karena Akademi Plato mengajarkan para pengikutnya menjadi penyembah berhala.
Di Indonesia kita mengenalnya akademik. Kegiatan belajar mengajar dan pendidikan bagi orang-orang dewasa (mahasiswa). Kita mengenal civitas akademika, suasana akademik, kegiatan akademik. Perguruan-perguruan tinggi kita juga mengalami modernisasi yang beberapa tahun terakhir juga mulai terimbas pada gelombang perubahan dunia pendidikan tinggi.
Banyak langkah kini diambil kegiatan akademik terkait dengan transaksi. Dan kadang kegiatan itu terlalu mekanistis, terlalu kuantitatif melibatkan angka-angka. Kita tak boleh kehilangan arah. Membiarkan perguruan tinggi kita terseret jauh pada korporatisasi “universitas neoliberal” adalah langkah bunuh diri. Dalam suasana yang demikian, strategi yang harus diambil adalah melihat kembali sisi-sisi idealisme pendidikan orang-orang dewasa dari zaman ke zaman. Rupanya ingatan kita pada AKADEMOS salah satu yang perlu kita segarkan kembali. Yogyakarta, 22 Desember 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H