"Seandainya cacing dan serangga dimusnahkan didunia ini, manusia itu tidak lebih dari dua bulan akan punah, tapi kalau dibalik, bahwa manusia yang dimusnahkan dibumi ini, alam ini akan baik-baik saja. Jadi sesungguhnya siapa yang menumpang disini?" sebut Pak Adirahmanta seorang Kepala Balai Besar Taman Nasional Bentarum Kalimantan Barat. Tak pernah terbesit olehku sebelumnya, bahwa kita, manusia ternyata adalah sumber dari segala sumber seluruh bencana yang kita rasakan sekarang. Pemanasan global yang meresahkan, bencana alam yang menghancurkan, hingga kesehatan yang selalu mengkhawatirkan. Sampai kapan kita mau sadar, bahwa ternyata kitalah penyebabnya, bahwa semua kerusakan yang selama ini kita lakukan secara sadar ataupun tidak hanyalah senjata makan tuan bagi kita, bahwa segala upaya yang kita lakukan selama ini dengan dalih cinta alam dan menyelamatkan alam hanyalah fatamorgana, sesungguhnya kita hanya berusaha menyelamatkan diri kita sendiri dari kehancuran yang sayangnya juga kita buat sendiri.
Terekam jelas dikepala bagaimana kecewanya aku ketika mengharapkan bisa melihat pemandangan hutan yang asri nan sejuk setiap ingin bepergian keluar kota, tapi malah disambut pemandangan hutan industri yaitu sawit yang sudah merajalela dimana-mana. Agaknya kami masyarakat Kalimantan sudah terpatri dengan prinsip memperkaya diri yang mudah, yaitu dengan jalan mempunyai kebun sawit, mengacuhkan banyak prinsip moral dan sosial akan tergerusnya ekosistem alami alam. Terbukti bahwa seluas 800+ ribu Ha merupakan perkebunan sawit ilegal dengan total lebih dari 2 juta Ha perkebunan diseluruh Kalimantan. Oh iya, tambang batu bara belum tersebut ya.
Menurut Rheza Maulana dalam Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia pada 5 Desember 2024, Indonesia merupakan negara Megadioversitas terbesar ke-2 setelah Brazil. Apalagi keberadaan Hutan Hujan Tropis tertua ke-2 didunia menurut Natural World Safari di Kalimantan saja, menyimpan keanekaragaman hayati yang setara dengan benua Eropa atau Australia. Hutan hujan tropis dunia sendiri menyimpan begitu banyak keajaiban bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk bumi.
Dikutip dari Rainforest Concern, meskipun luas total hutan hujan tropis ini hanya 2% dari total luas hutan dunia, hutan hujan tropis merupakan rumah bagi setengah spesies flora maupun fauna di seluruh dunia. Selain kondisi kelembapan yang optimal, ketersediaan hujan dan sinar matahari sepanjang tahun mampu menjadikan hutan hujan tropis ini wilayah yang nyaman dan optimal untuk hidup. Hutan hujan tropis juga disebut 'farmasi terbesar di dunia' karena sekitar 25% obat modern diperkirakan berasal dari tanaman yang tumbuh di hutan hujan, seperti kata The Young People's Trust for the Environment.
Kalau dipikir-pikir, kita manusia juga menjadi bagian dari ekosistem yang hidup di bumi raya ini. Tapi selama ini siapakah gerangan yang paling berjasa dalam menjaga keseimbangan ekosistem tersebut? manusia?
Jika bumi dan sistem alamnya diibaratkan sebuah kelompok, maka manusia hanya berperan sebagai teman toxic yang hanya menumpang dan membuat masalah didalam proyek. Manusia hanya bisa mengonsumsi, mengambil, dan menghancurkan kerjasama yang dicoba bangun oleh anggota lain yaitu satwa dan puspa. Mereka lah yang selama ini berusaha untuk menjaga keseimbangan bumi agar terus berjalan semestinya. Tumbuhan yang menjadi produsen makanan bagi hewan dan manusia serta pengurai disaat anggota lain mati, hewan yang mempunyai pola struktur rantai makanan sendiri yang berfungsi menjaga keseimbangan ditiap ekosistemnya. Bahkan mereka juga lah penyedia protein utama bagi kita, manusia itu sendiri. Lalu kita, dengan kurang ajarnya mengeksploitasi kebaikan mereka secara berlebihan, melupakan batas dan arti cukup dari apa yang kita perlukan. Kita manusia hanya bisa memikirkan bagaimana caranya untuk terus memberi makan perut, ego dan ketamakan batin sendiri. Dalam proses itu tak jarang alam dan hewan, bahkan sesama manusia sendiri menjadi korbannya. Sebuah laporan tahun 2019 oleh The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services mencatat bahwa hingga satu juta spesies tumbuhan dan hewan menghadapi kepunahan karena aktivitas manusia.
Beberapa penyebab utama dari kehancuran biodiversitas ini tentu saja karena perusakan habitat, perubahan iklim, dan aktivitas manusia yang tak terkendali. Deforestasi hingga perburuan liar juga masih menjadi ancaman serius bagi flora maupun fauna yang hidup harmonis di habitat aslinya. Hutan-hutan tropis yang seharusnya menjadi rumah bagi lebih dari setengah spesies darat dunia kini terkikis dengan cepat. Dan masih mau berkata bahwa kita cinta alam?
Mari kita ambil contoh satwa khas dari Kalimantan yaitu Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), yang diperkirakan bisa punah pada pertengahan abad ke-21 ini. Pemburu membunuh 2.000--3.000 orangutan Kalimantan setiap tahun antara tahun 1971 dan 2011, dan penebangan hutan tropis yang luas diIndonesia danMalaysia untuk Budidaya kelapa sawit (Elaeis guineensis) menjadi kendala tambahan bagi kelangsungan hidup spesies ini. Produksi kelapa sawit meningkat 900 persen di Indonesia dan Malaysia antara tahun 1980 dan 2010, dan dengan penebangan hutan tropis Kalimantan yang luas, orangutan Kalimantan dan ratusan hingga ribuan spesies lainnya telah kehilangan habitatnya.
Kalau kita lihat dan berkaca pada sejarah, bumi ini sudah mengalami kiamat atau kepunahan masal sebanyak enam kali. Dari setiap peristiwa tersebut, bumi kehilangan hampir seluruh spesiesnya. Namun, secara ajaib pula bumi bisa memulihkan keadaannya seperti semula. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa manusia sesungguhnya bumi baik-baik saja dan malah dengan adanya manusia-lah bumi ini mengalami kehancurannya.
Menurut Forest Digest, saat ini populasi manusia berkembang pesat hingga 8,2 miliar jiwa, dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dari abad ke-16 hingga zaman modern sekarang, kegiatan ekonomi dan perdagangan manusia semakin berkembang pesat pula. Dan inilah kontribusi kita pada keragaman biodiversitas selama ini:
- > 33% mamalia laut terancam punah;
- 1 juta spesies dari 8 juta perkiraan jumlah spesies hewan dan tumbuhan di bumi terancam punah;
- 680 spesies vertebrata hampir kepunahan akibat tindakan manusia sejak abad ke-16;
- > 40% spesies amfibi terancam punah;
- 30% pengurangan satwa daratan akibat kerusakan habitat;
- dll.
31 Desember 2019 menjadi awal mula tercatat kasus penyakit yang disebabkan sebuah Virus bernama Covid-19 di Wuhan, China. Menjelang 3 bulan setelahnya, virus tersebut menyebar keseluruh dunia, mematikan dan membuat seluruh negara menerapkan kebijakan lockdown atau berdiam diri di rumah dan mengurangi aktivitas yang memerlukan kontak fisik dengan manusia lain. Mungkin ini bencana bagi kita, tapi sadarkah kalian bahwa saat itu kondisi alam seakan membaik dan damai. Jalanan cenderung sepi, kendaraan jarang, polusi pun berkurang. Langit biru dan udara bersih menghiasi ibu kota yang biasanya penuh sesak dengan hiruk pikuk kegiatan transaksi kita. Sadarkah kalian bahwa bisa jadi itu adalah salah satu bentuk tuntutan bumi akan kemauan yang selama ini dinanti. Lelah dengan kebisingan dan kebiadaban kita memperlakukannya, bumi seolah menuntut haknya dan berkata dengan lantang kepada kita manusia "hey manusia, selama ini aku diam dan membiarkan kalian berlaku seenaknya kepadaku, mengeruk perutku, mengambil paksa pohon-pohon dan melukai hewan-hewan ku. Saatnya kalian merasakan penderitaan yang selama ini kami rasakan, dikurung, dipaksa bertahan dalam keterbatasan, bahkan kehilangan orang yang kalian sayang. Aku ingin bebas, kami ingin bernafas, walau sejenak!"
Jadi, masih merasa superior diatas muka bumi inikah, wahai manusia?