"Taeu Boh Kayee Wate Ka Meubungoeng, Takaloen Inoeng Bek Saja Rupa, Caroeng Inoeng Ceudah Jimeungui, Beujroeh Peurangui Malem Agama".
Artinya begini, kita melihat putik kayu saat mau berbunga, kita melihat istri bukan hanya pada parasnya, istri yang cerdas pandai berhias, bagus akhlaknya dan alim agamanya.
Begitulah salah satu hadih maja Aceh yang dikaitkan dengan soal jodoh dan kriteria memilih pasangan hidup yang sesuai dengan anjuran islam.
Bagi sebagian masyarakat Aceh. Ketika memilih pendamping hidup masih sangat mengedepankan nilai-nilai agama dan budaya Aceh itu sendiri. Hal ini disebabkan karena masyarakat Aceh masih sangat menjunjung tinggi adat dan nilai-nilai agama dalam keseharian mereka.
Bagi daerah lain juga mungkin sama. Namun seperti yang kita tahu, adat antara satu daerah dengan yang lain itu berbeda-beda. Begitu pula dengan adat ketika memilih pasangan hidup.
Jika bicara soal perjodohan. Bagi sebagian masyarakat Aceh hal itu mungkin sudah tidak asing lagi. Sebab, banyak pasangan suami istri di Aceh yang hingga sekarang masih sering dijodohkan.
Lalu Apakah Menjadi Masalah?
Tidak sama sekali. Perjodohan yang saya maksud bukan seperti yang terlihat di sinetron. Tidak ada paksaan sama sekali. Perjodohan di sini masih mengedepankan musyawarah dan mufakat.
Atas rekomendasi keluarga atau kerabat, maka ditunjuklah seorang perempuan di seberang desa untuk dijodohkan dengannya.