Melihat topik yang diberikan kompasiana kali ini, saya kembali teringat pengalaman saya beberapa tahun ke belakang. Di saat saya harus bekerja serabutan ketika selesai diwisuda.
Saya dulu kuliah mengambil jurusan Keperawatan di salah satu Kampus Swasta di Aceh. Tidak berniat sombong, saat itu saya adalah lulusan terbaik kedua dengan IPK 3,80, dengan predikat cumlaude. Ini tidak terlepas dari kerja keras saya yang harus menghabiskan waktu siang malam untuk belajar. Membaca buku yang tebalnya minta ampun, menghafal anatomi tubuh manusia, SOP kerja perawat hingga harus kerja lembur ketika sedang praktik di Rumah Sakit.
Perjuangan saya kemudian berlanjut ketika mengerjakan skripsi. Belum lagi ditambah tugas PKL di desa yang belum sepenuhnya tuntas. Semuanya saya kerjakan mandiri. Meski sempat kewalahan, tapi akhirnya dengan kerja keras dan dukungan orangtua semuanya bisa saya lewati dengan sempurna.
Tidak lama setelah itu, saya pun diwisuda. Sekarang, saya harus fokus mengikuti Ujian Kompetensi untuk perawat. Ujian ini terbilang sulit. Banyak kakak leting yang tidak lulus ketika mengikuti ujian ini. Bahkan ada yang mengulang hingga tujuh kali. Sedangkan Ujian ini dibuka hanya dua atau tiga kali dalam setahun. Jika tidak lulus ujian tersebut, ijazah sebagai perawat tidak bisa kita gunakan. Perawat dituntut harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) jika ingin bekerja di Rumah Sakit.
Saya menghabiskan waktu hampir tiga bulan untuk mengikuti bimbel Ujian Kompetensi. Saya tidak ingin gagal. Dan syukurnya saya lulus ujian tersebut hanya dalam sekali tes. Saya tidak perlu mengulang, betapa leganya perasaan saya saat itu.
Dari titik inilah perjuangan saya baru dimulai. Ijazah sudah punya, STR pun ada, IPK tinggi, belum lagi sertifikat-sertifikat keahlian. Ditambah pula CV saya yang penuh dengan pengalaman organisasi, baik di tingkat daerah hingga Provinsi semuanya pernah saya ikuti.
Mengandalkan semua hal tersebut, saya cukup percaya diri untuk melamar kerja di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta. Namun, pada kenyataannya saya harus menelan pil pahit. Hampir dua bulan setelah lamaran saya layangkan, tak satu pun balasan yang saya terima.
Oh, mungkin karena Rumah Sakit tersebut belum membutuhkan perawat, makanya lamaran saya hingga saat ini belum dilirik. Awalnya saya berusaha berpikir positif. Namun, lagi-lagi kenyataan yang ada menyakiti hati saya.
Banyak teman-teman saya yang sudah dipanggil untuk bekerja di sana. Apakah mereka lebih baik dari saya ? saya tidak akan sembarang menyimpulkan. Tapi kenyataannya adalah, ada sebagian dari mereka yang bekerja belum lulus Ujian Kompetensi, mereka tidak cukup syarat untuk menjadi seorang perawat.
Dari kejadian tersebut saya akhirnya sadar. Tidak perlu IPK tinggi, apalagi harus berusaha keras. Asalkan ada "orang dalam"Â semuanya sekarang bisa dengan mudah diatur. Mau apa? pekerjaan? jabatan? semuanya bisa diatur. Asalkan kamu banyak uang, ada keluarga atau kerabat di Pemerintahan, semuanya bisa diusahakan. Gampang bukan?