Kereta seringkali menjadi salah satu opsi transportasi yang aman, nyaman, dan ramah di kantong membuatnya menjadi salah satu pilihan dalam transportasi. Disini aku ingin sedikit bercerita mengenai pengalamanku menaiki KA Najapahit dalam perjalanan menuju Kota Semarang.
  Akhir Bulan Januari kemarin, merupakan pertama kalinya aku menginjakkan kaki di KA Majapahit, maklum karena selama ini perjalananku ke Ibukota Jawa Tengah ini biasa ditempuh dengan kereta ekonomi dengan fasilitas seadanya yaitu KA Matarmaja. Hal pertama yang kurasakan pertama kali ketika kurasakan adalah.
  "Wah keretanya bagus banget," ucapku tercengang.
  KA Majapahit ini terdiri dari empat kursi yang terbagi dalam dua bagian yang ketinggian kursinya bisa diatur sedemikian rupa membuat kenyamanan selama perjalanan meningkat. Tidak hanya itu setiap gerbong juga memiliki dua buah televisi berukuran kecil dan sedang menayangkan tayangan promosi kereta dan beberapa iklan yang berkaitan dengan kereta.
  Perjalanan dari kotaku ke Kota Semarang terbilang cukup jauh, sehingga membuatku beberapa kali mampir ke toilet. Di sanalah mataku dibuat tercengang dengan fasilitas di sana. Toilet di KA Majaphit yang pertama kali kunaiki ini ternyata memiliki dua toilet yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Suasana dalam toilet juga terlihat lebih higienis dengan adanya footwasher, toilet, wastafel, gantungan yang rapi, dan ditambah pencahayaan dari lampu yang mendukung membuatku merasa lebih nyaman dibandingkan kereta yang biasa kunaiki.
  Beberapa jam kemudian perutku terasa keroncongan membuat langkahku tergerak menuju dapur kereta yang terletak di antara gerbong empat dan lima. Aku sempat dibuat kagum dengan pintu otomatis yang ada di KA Majapahit ini. Berbanding terbalik dengan kereta yang biasa kunaiki, usai melintasi dua gerbong dari tempatku duduk, barulah terlihat ruangan di sana menurut opini pribadiku terasa lebih luas dibandingkan biasanya. Aku memutuskan untuk memesan sebungkus Nasi Goreng Parahyangan serta segelas cokelat hangat dan menikmati makanan sembari melihat sekeliling.
  "Permisi Mas, boleh kami ikut duduk di sini," ucap salah seorang perempuan membawa segelas cokelat hangat.
  "Oh, boleh Mbak silakan," ucapku kemudian menggeser posisi duduk mempersilakannya duduk di samping.Â
  Tak berselang lama datanglah dua temannya dari arah berlawanan duduk di hadapanku. Masing-Masing membawa segelas minuman dan mulai berbicara banyak hal. Dari beberapa percakapan yang sempat kucuri dengar sepertinya mereka bertiga akan menghabiskan waktu di Jakarta, entah untuk liburan ataupun pekerjaan yang menuntun mereka ke Jakarta.
  Makanan dan miumanku telah habis lima belas menit kemudian, ditambah kenyamananku duduk sendirian terusik membuatku tidak betah berlama-lama di kerumunan perempuan membuatku melangkahkan kaki pergi dari sana.