Orang itu berkata: 'Engkau benar'. Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang menjawab."
Hal ini tentu membuat para sahabat kebingungan, sebab orang yang bertanya seharusnya tidak dapat membenarkan atau menyalahkan jawaban atas pertanyaannya sendiri.
"Kemudian laki-laki itu berkata: 'Lalu terangkanlah kepadaku tentang Iman.'
Rasulullah menjawab: 'Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.'
Orang itu berkata lagi: 'Beritahukan kepadaku tentang hari kiamat.'
Rasulullah menjawab: 'Orang yang ditanya tidak lebih tau daripada yang bertanya.'
Orang itu selanjutnya berkata: 'Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya.' Rasulullah menjawab: 'Apabila budak melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.'
Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu.'
Aku menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. 'Lalu beliau bersabda: 'Dia itu adalah Malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.'"Â (HR. Muslim).
Banyak hikmah yang dapat kita ambil dari hadis di atas. Kuatnya iman seseorang adalah ketika yakin tentang perkara akidah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Saw, termanifestasikan dalam perbuatan dalam bentuk mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan sholat, zakat, puasa, dan haji, serta menjaga adab dan akhlak baik lahir maupun batin.
Dalam konteks kondisi sosial masyarakat Islam khususnya di Indonesia, banyak yang beragama Islam, namun di sisi lain dia juga melakukan tindakan korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terjadi kesenjangan antara idealitas ajaran Islam dan realitas yang terjadi.