Honorer adalah tenaga pendidik yang belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada instansi pendidikan formal, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Bahkan zaman sekarang dengan zaman dulu, sekarang zamannya sudah generasi Z yang mana sudah susah mencari pekerjaan dimana mana. Karena suatu kendala yang kita belum ketahui.
 Berdasarkan tempat pengabdiannya, guru honorer dibagi menjadi dua kelompok, yaitu guru honorer di sekolah negeri dan guru honorer di sekolah swasta. Pengangkatan guru honorer sekolah negeri dilaksanakan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Itu pula guru honorer tempat pengabdiannya tidak ada yang bagus, dan begitu pula dengan uang muka guru honorer yang tidak sebanding dengan gaji PNS. Guru honorer yang sekarang bekerja di tempat pengabdiannya di sekolah swasta pun bisa dapat gaji di bawah rata-rata.
 Rekrutmen guru honorer dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau satuan pendidikan dengan persetujuan pemerintah daerah setempat melalui verifikasi dan validasi. Beberapa fasilitas yang didapatkan oleh guru honorer antara lain: memperoleh gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi. Sayangnya beban pekerjaan yang mereka tanggung tidak sebanding dengan gaji yang mereka terima. Seringkali kita mendengar guru yang hanya digaji ratusan ribu per bulan, yang jumlahnya jauh dari standar UMR.
Akibatnya, ungkapan ini seakan-akan menjadi pembenaran atas justifikasi kurangnya kesejahteraan guru dan menggiring sikap fatalistik yang mengekang kesempatan guru untuk memiliki kehidupan yang layak. Pemerintah sudah meluncurkan program Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dengan harapan guru honorer bisa menyamai PNS dalam hal pendapatan. Akan tetapi, program ini masih diperdebatkan karena mengharuskan guru honorer yang berusia tua bersaing dengan guru yang lebih muda.
Kesejahteraan guru merupakan salah satu faktor terselenggaranya pendidikan yang baik. Agar kinerja guru meningkat maka perlu diusahakan kondisi yang layak diantaranya adalah insentif, pendapatan, serta rasa aman dan kemakmuran (Wahyudin, 2020). Maka dari itu, pemerintah diharapkan memiliki komitmen serius dalam mengatasi permasalahan ini dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Langkah sekolah merekrut guru honorer pasti sudah memperhitungkan itu semua. Selain itu, perekrutan guru honorer pasti juga berkaitan dengan alokasi dana yang harus disediakan. Satu-satunya alokasi yang dapat digunakan hanya dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Bagi para guru honorer, situasi lebih rumit lagi. Mereka merasa dibuang. Dahulu mereka direkrut karena sekolah membutuhkan jasanya, giliran datang guru baru, mereka harus tersingkir. Selain itu, pemberhentian para guru honorer tersebut dari sekolah berdampak langsung pada kelangsungan hidup mereka. Pertama, mereka akan kehilangan mata pencaharian yang selama ini didapat. Kedua, peluang mereka untuk mendaftar PPPK maupun ASN tertutup. Sebab persyaratan sebagai tenaga honorer dibutuhkan sebagai syarat pendaftaran.
Meskipun mendapatkan upah yang rendah, banyak guru honorer harus menanggung beban kerja yang sama dengan guru tetap. Mereka sering kali diharuskan mengajar sejumlah kelas yang banyak, mengikuti kegiatan sekolah di luar jam mengajar, dan mengerjakan tugas administratif.
Peningkatan upah guru honorer harus dilakukan oleh pemerintah, setidaknya setara dengan UMR, untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dan menjaga semangat mereka untuk mengajar. Peningkatan ini juga dapat membantu mengurangi tingkat pergantian guru dan memastikan bahwa sistem pendidikan tetap berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H