Mohon tunggu...
Muhammad Nabil Ramadhani
Muhammad Nabil Ramadhani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Indonesia Program Studi Ilmu Psikologi

Seorang mahasiswa tingkat kedua Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa yang Mendorong Orang untuk Melakukan Kegiatan Relawan Berbayar?

3 Desember 2024   19:13 Diperbarui: 3 Desember 2024   19:15 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saat ini, muncul banyak jenis kegiatan relawan yang dapat diikuti oleh berbagai kalangan. Salah satu penyedia layanan kegiatan relawan adalah kegiatan relawan berbayar. Jenis kegiatan relawan berbayar ini pun sangat beragam. Mulai dari menggambar dan mewarnai bersama adik-adik panti asuhan, membuat parsel bersama lansia, membersihkan sampah di Kampung Pemulung, hingga bermain permainan tradisional bersama adik-adik binaan. Kegiatan ini pun tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Jumlah kegiatannya bisa mencapai lima puluh kegiatan dalam satu bulan. Dalam satu kegiatan, biasanya dibutuhkan sekitar sepuluh sampai dua puluh relawan untuk berpartisipasi dalam kegiatan relawan tersebut. Setiap relawan yang berpartisipasi diharuskan untuk membayar biaya pendaftaran sekitar dua ratus ribu rupiah. Kuota pendaftaran untuk para relawan ini pun sering habis dalam waktu yang sangat cepat. Contohnya saja adalah kegiatan mengunjungi museum bersama anak jalanan dengan harga tiket di atas dua ratus ribu rupiah yang tikernya telah habis terjual sekitar tiga minggu sebelum Hari-H kegiatan dimulai. Hal ini menunjukkan antusiasme yang sangat tinggi dari masyarakat umum untuk mengikuti kegiatan relawan. Bahkan, kita dapat melihat banyak komentar di akun Instagram penyedia jasa kegiatan relawan berbayar yang meminta penambahan kuota dalam kegiatan relawan berbayar yang diadakan. Hal menarik menurut saya adalah sebenarnya banyak pilihan kegiatan relawan gratis yang bisa diikuti tanpa harus membayar sejumlah uang, namun kenapa masih banyak orang yang rela mengeluarkan uang untuk mengikuti kegiatan relawan berbayar? Banyak teori psikologi sosial yang bisa menjelaskan hal tersebut, namun pada esai kali ini, saya akan berfokus pada teori Strategic Self-Presentation.

Strategic self-presentation sendiri dapat diartikan sebagai usaha seseorang untuk menciptakan kesan kepada orang lain untuk mendapatkan kepuasan, simpati, pengaruh, dan persetujuan (Kassin et al., 2017). Tujuan utama dari strategic self-presentation ini adalah ingratiation dan self-promotion. Ingratiation adalah keinginan untuk dapat disenangi oleh orang lain, sedangkan self-promotion adalah keinginan untuk mendapatkan penghargaan atas kemampuan yang dimiliki. Berdasarkan teori strategic self-presentation, dapat dikatakan bahwa salah satu alasan terbesar seseorang untuk mengikuti kegiatan relawan berbayar adalah karena orang tersebut ingin menampilkan atau "mempresentasikan" diri mereka yang suka mengikuti kegiatan sosial karena orang yang mengikuti kegiatan sosial, secara umum akan dinilai positif oleh orang lain. Orang yang melakukan strategic self-presentation terbukti berhasil memperoleh kesan yang lebih positif dari orang lain, dipandang lebih sesuai dengan norma yang ada di masyarakat, dan lebih disukai daripada mereka yang tidak terlalu menampilan strategic self-presentation (Human et al., 2011).

Orang lain kemungkinan besar akan senang melihat akun seseorang yang mengunggah foto atau video diri mereka sedang bermain bersama anak-anak panti asuhan. Dalam hal ini, tujuan dari ingratiation dapat terpenuhi. Selain itu, mengikuti kegiatan relawan juga dapat menunjukkan beberapa keahlian dari orang tersebut. Media sosial menjadi sarana untuk mendukung strategic self-presentation, terutama pada usia emerging adulthood yang merupakan peserta terbanyak dari acara relawan berbayar. Usia emerging adulthood adalah fase peralihan dimana identitas diri individu sedang dipertanyakan, banyak dari pengguna pada usia tersebut sedang kebingungan untuk membentuk strategic self-presentation mereka ke arah yang positif (Arifah et al., 2023). Kegiatan relawan berbayar ini dinilai dapat menjadi sarana untuk meningkatkan strategic self-presentation tersebut. Hal ini semakin diperkuat dengan budaya orang Indonesia yang senang berteman dengan orang baru, baik pertemanan secara luring maupun daring. Unggahan foto atau video di sosial media memperkuat strategic self-presentation yang berfungsi sebagai sarana interaksi dengan teman-teman (Rui & Stefanone, 2013).

Strategic self-presentation ini juga semakin diperkuat dengan hadirnya para selebriti terkenal yang turut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan relawan berbayar. Beberapa nama besar pernah berkegiatan bersama penyedia jasa kegiatan relawan berbayar mulai dari penyanyi, aktris, atlet, dan selebriti lainnya. Para selebriti ini sangat berpengaruh terhadap meningkatkan keinginan masyarakat umum untuk berpartisipasi dalam kegiatan relawan berbayar. Para selebriti ini memiliki kesibukannya masing-masing, mulai dari bidang musik, perfilman, busana, olahraga, sastra, dan berbagai bidang lainnya, namun mereka masih bisa "mempresentasikan" sisi kemanusiaan diri mereka dan mendapat banyak komentar positif dari pengikut mereka di sosial media. Hal ini membuat pengguna sosial media yang mengikuti para selebriti tersebut semakin membandingkan diri mereka sendiri dengan sosial media selebriti yang mengikuti kegiatan relawan sehingga muncul keinginan untuk menampilkan strategic self-presentation (Hjetland et al., 2022).

Selain pengaruh selebriti, pengaruh variasi kegiatan relawan berbayar juga berpengaruh terhadap strategic self-presentation. Contohnya adalah minggu ini seorang relawan memilih kegiatan jalan-jalan ke kebun binatang bersama adik-adik jalanan, mereka mendapatkan strategic self-presentation berupa seseorang yang senang meluangkan waktu bersama anak-anak dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan anak. Pada minggu berikutnya, relawan yang sama memilih untuk berkegiatan bermain permainan tradisional bersama para lansia, mereka akan mendapatkan self strategic-presentation berupa seseorang yang senang melestarikan budaya Indonesia dalam bentuk permainan tradisional dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan lansia. Keragaman jenis kegiatan ini menciptakan dukungan sosial dan self-esteem yang akan memiliki pengaruh positif jika diiringi dengan strategic self-presentation yang baik (Yu et al., 2022).

Strategic self-presentation yang baik juga dinilai memiliki hubungan yang positif dengan self-esteem. Berdasarkan data meta analisis dari sepuluh kajian ilmiah dari tahun 2009 sampai 2020, individu dengan strategic self-presentation yang baik biasanya memiliki self-esteem yang baik pula (Riswanti et al., 2022). Salah satu penelitian lain menyebutkan bahwa strategic self-presentation yang positif dapat membawa kebahagiaan bagi orang-orang dengan self-esteem yang tinggi dan rendah (Jang et al., 2018). Terdapat juga temuan bahwa self-esteem bersamaan dengan self-consciousness dapat dihasilkan melalui strategic self-presentation yang baik (Sa'diyah dan Fauziyah, 2021). Akan tetapi, terdapat temuan kontra yang menyatakan bahwa strategic self-presentation ini juga bisa jadi tidak memiliki hubungan yang baik dengan self-esteem apabila strategic self-presentation yang dihasilkan tidak jujur karena bisa saja terdapat umpan balik negatif dari orang lain yang mengetahui bahwa hal yang ditampilkan orang tersebut di sosial media jauh berbeda dengan diri dia yang sebenarnya (Tian et al., 2022).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan relawan berbayar dapat menjadi sarana peningkatan strategic self-presentation seseorang. Melalui berbagai riset, strategic self-presentation yang baik ini dapat meningkatkan self-esteem seseorang. Akan tetapi, perlu diingat kembali bahwa mengikuti kegiatan relawan berbayar bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan strategic self-presentation sehingga masing-masing individu dapat mencari berbagai cara lain yang sesuai dengan dirinya. Riset mengenai strategic self-presentation juga diperlukan kedepannya untuk melihat hubungan dan pengaruh strategic self-presentation dengan teori-teori psikologi sosial lainnya.

Referensi:

Kassin, S., Fein, S. & Markus, H. R. (2017). Social Psychology. 10th ed. International Edition. Wadsworth, Cengage Learning.

Arifah, P., Mikarsa, L. M., Rahardjo, M. (2023). How emerging adults present themselves on social media: online Self-Presentation influenced by Self-Esteem, narcissistic personality, and online privacy. Journal of Psychology and Instruction (Vol. 7, Issue 3, pp. 114--122). https://doi.org/10.23887/jpai.v5i2.

Hjetland, G. J., Finsers, T. R., Sivertsen, B., Colman, I., Hella, R. T., & Skogen, J. C. (2022). Focus on Self-Presentation on Social Media across Sociodemographic Variables, Lifestyles, and Personalities: A Cross-Sectional Study. International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(17), 11133. https://doi.org/10.3390/ijerph191711133.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun