Mohon tunggu...
Muhammad Nabil Ramadhani
Muhammad Nabil Ramadhani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Indonesia Program Studi Kesehatan Masyarakat

Seorang mahasiswa tingkat kedua Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Cerpen: Ayah, Bunda, Aku Juga Punya Impianku Sendiri!

22 November 2020   06:50 Diperbarui: 22 November 2020   07:41 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangankan ilmu kedokteran itu sendiri, pelajaran ilmu alam lainnya seperti kimia, fisika, maupun biologi pun tidak ada yang kusukai. Sudah berkali-kali aku mencoba untuk menyukai pelajaran-pelajaran tersebut tapi tetap saja tidak bisa.

Sebenarnya aku sangat menaruh minat kepada pelajaran yang berbau ilmu sosial seperti ekonomi, sosiologi, geografi, terlebih lagi sejarah. Namun rasanya menjadi anak IPS dari keluarga keturunan dokter rasanya begitu hina di mata kedua orangtuaku. Saat lulus SMP, aku mengatakan ke orangtuaku bahwa aku ingin masuk peminatan IPS pada saat SMA nanti. 

Namun mereka hanya mengabaikan keinginanku dan memaksaku untuk tetap masuk peminatan MIPA. Sialnya, nilai UN pada saat SMP milikku berhasil mengantarkanku ke jurusn yang sangat tidak kusukai tersebut.

Tapi entah kenapa, meskipun aku tidak suka ilmu sains. Tetapi saat aku ulangan selalu meraih nilai yang cukup tinggi. Maka dari itu, ayah dan bundaku menaruh harapan yang cukup tinggi kepadaku. Aku sendiri bahkan tidak tahu nilai ulangan yang tinggi tersebut sebenarnya adalah keberuntungan atau justru membawa petaka untukku kedepannya. 

Tiba-tiba aku tersadar begitu teman sebangku aku, Dhani, memanggilku. "Ram, kenapa bengong doang sih daritadi?" Akupun hanya tersenyum tipis sambil mengatakan apa yang kulamunkan tadi kepada Dhani. 

Dhani pun mendengarkanku, tetapi beliau tidak memberikan saran apapun karena memang aku sudah menceritakan impianku yang harus terkubur karena kedua orangtuaku itu sebanyak lebih dari sepuluh kali sepertinya.

Bel sekolah berbunyi nyaring menandakan waktu pulang. Namun aku tidak langsung pulang ke rumah, masih ada les persiapan masuk perguruan tinggi sampai jam delapan malam nanti. 

Begitulah rutinitasku setiap hari sebulan belakangan ini. Aku sangat lelah, stress, dan tertekan Untungnya, seleksi masuk perguruan tinggi itu tinggal seminggu lagi. Begitu ujian seleksi masuk perguruan tinggi itu selesai, aku ingin mengakhiri semuanya.

Seminggu kemudian, aku memasuki ruangan ujian dengan perasaan yang sebenarnya biasa saja. Aku tidak peduli dengan hasilnya. Karena begitu ujian ini selesai, aku akan segera mengakhiri seluruh impian dan ekspektasi orangtuaku terhadapku. 

Ujianpun berlangsung dari pagi hingga siang. Begitu pengawas ujian mempersilahkan seluruh peserta ujian untuk meninggalkan ruangan, aku segera bergegas pulang. 

Begitu sampai di rumah, ternyata kedua orangtuaku masih kerja dan belum ada di rumah. Akupun segera ke dapur dan mengambil pisau yang ada. Kugenggam erat pisau tersebut sambal tersenyum karena akhirnya aku bisa mngakhiri ini semua. Kuarahkan pisau tersebut tepat ke arah jantungku dan tiba-tiba semuanya menjadi sangat gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun