Setiap tahun, masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Jawa, memperingati Rebo Wekasan, sebuah tradisi yang dilakukan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Hijriyah. Rebo Wekasan diyakini sebagai hari di mana bencana dan bala turun ke bumi, sehingga masyarakat melakukan berbagai ritual untuk menolak bala dan memohon keselamatan.
Salah satu yang masih menerapkan tradisi ini adalah masyarakat dari dusun kepuhkiriman kecamatan waru, sidoarjo. Selasa, 3 September 2024 pengurus Masjid Muawanatul Abidin menyelenggarakan kegatan rebo wekasan sebagai kegiatan rutin tahunan, dimana kegiatan ini melibatkan seluruh elemen masyarakat dan tokoh masyarakat sedusun kepuhkiriman.Â
Peringatan Rebo Wekasan bukan hanya tentang upaya mengusir bala, tetapi juga sarana untuk mempererat silaturahmi dan memperkuat nilai-nilai kebersamaan di tengah masyarakat. Meskipun tradisi ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan lokal, namun ia tetap dipandang sebagai salah satu bentuk kearifan lokal yang patut dilestarikan.
Selain itu, Rebo Wekasan juga menjadi momen bagi masyarakat untuk refleksi diri, memperbaiki hubungan dengan sesama, dan meningkatkan spiritualitas. Bagi sebagian orang, tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi juga wujud syukur kepada Tuhan atas keselamatan dan rezeki yang telah diberikan selama ini.Â
Kegiatan ini digelar mulai setelah Maghrib sampai Isya, dimana sesepuh dusun akan akan mengawali dengan salat maghrib berjamaah dan dilanjut dengan ceramah oleh Bapak Bayyid yang menjelaskan bahwa dalam islam tidak dikenal terdapat hari baik dan buruk, karena semua hari adalah baik. Tetapi beliau juga berpesan bahwa "rebo wekasan ini merupakan salah satu tradisi yang masih bisa dipertahankan sebagai wadah untuk berdoa dan memohon keselamatan kepada Allah".Â
Setelah salat maghrib berjamaah dan ceramah singkat, disusul  pembacaan doa memohon keselamatan dengan Al Fatihah, wiridan khusus dan doa sebagai upaya untuk terhindar dari bala. Pembacaan dipimpin oleh perwakilan MWNU Waru dengan penuh khidmat. Seperti tradisi masyarakat akan meletakkan botol minuman yang telah dibuka tutupnya dan diletak didepan mereka pada saat duduk.Â
Nur salah satu warga dusun kepuhkiriman sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini, ia mengikuti dari  awal sampai akhir "bahwa tradisi ini selain untuk memohon keselamatan kepada Allah, juga sebagai momentum mempererat silaturrahmi antar warga dusun" tuturnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H