Mohon tunggu...
Muhammad Mulky Al Haramein
Muhammad Mulky Al Haramein Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademisi Bersarung

Usaha Tidak Pernah Mengkhianati Hasil

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyambut Bulan Ramadan dengan Meriah: Tradisi Gebyuran Bustaman di Semarang

11 Maret 2024   22:20 Diperbarui: 11 Maret 2024   22:41 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia memiliki kekayaan tradisi yang sangat beragam dan masih dijaga hingga sekarang. Setiap daerah memiliki keunikan tradisinya sendiri. Salah satu tradisi yang unik untuk menyambut bulan puasa yang dipertahankan sampai sekarang adalah "Gebyuran Bustaman" di Semarang. 

Bustaman merupakan salah satu dari beberapa kampung kota di Semarang yang menampilkan keunikan kehidupan kampung kota dengan menjadi kampung 'gule'. Di kalangan penduduk luar kampung, Bustaman terkenal sebagai lokasi pemotongan hewan kambing dan olahan kuliner khasnya, yaitu 'gule', yang sangat terkenal, bukan hanya khas gulenya yang terkenal, tetapi dalam menyambut bulan Ramadhan para warga setempat juga melakukan tradisi Gebyuran yang begitu meriah. Kampung Bustaman juga memiliki nilai historis karena merupakan bagian dari sejarah pelukis terkenal, Raden Saleh, dimana Kyai Bustaman adalah kakek buyut dari pelukis tersebut. Selain itu, Kampung Bustaman juga memiliki nilai sejarah yang kuat terkait dengan masa penjajahan Belanda hingga saat ini.

Tradisi Gebyuran Bustaman ini melibatkan warga saling melempar dan menyiram air, tetapi penting untuk diingat bahwa tidak ada yang boleh merasa marah jika terkena lemparan air tersebut.  Gebyuran Bustaman tidak hanya sekadar menyiram air, melainkan melibatkan ritual perang air. Proses dimulai dengan warga mengambil air dari sumur dan memasukkannya ke dalam bungkusan plastik. Kemudian, bungkusan plastik berisi air tersebut dilemparkan kepada warga lain tanpa membedakan usia atau status sosial. Dengan kata lain, semua warga bebas melemparkan air kepada siapa pun tanpa memandang kelompok, usia, atau status. Setelah perang air berakhir, warga berkumpul untuk menikmati hidangan yang telah disiapkan bersama-sama.

Tradisi Gebyuran Bustaman menjelang bulan puasa menjadi simbol penting dalam budaya sosial saling memaafkan di antara warga kampung Bustaman, yang terletak di Semarang, Jawa Tengah.

Perlu disyukuri kita sebagai warga Indonesia ini memiliki keanekaragaman tradisi sosial yang membanggakan diri sendiri maupun khalayak banyak. Jika di Thailand mempunyai tradisi Songkran untuk menyambut perayaan tahun baru tradisional, di Indonesia mempunyai tradisi Gebyuran Bustaman di Semarang yang tidak kalah meriah.

Daftar Pustaka

https://baznas.go.id/artikel-show/Keistimewaan-Bulan-Suci-Ramadhan/198

Yuda, Saputra Imam, Sejarah Gebyuran Bustaman, Ritual Perang Air Sebelum Puasa di Semarang, diakses melalui https://jateng.solopos.com/sejarah-gebyuran-bustaman-ritual-perang-air-sebelum-puasa-di-semarang-1578808

Bharoto, Ragam Pandang Arsitektur Setempat, Semarang: Tigamedia, 2009.

Niko, Nikodemus, FESTIVAL AIR (SONGKRAN): KOMODIFIKASI BUDAYA DI THAILAND,  SIMULACRA, Volume 2, Nomor 1, Juni 2019 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun