Mohon tunggu...
Muhammad Maulana Akbar
Muhammad Maulana Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Terimakasih untuk satu nama yang pernah aku jadikan password -LordF

Jika Orang lain bisa, kenapa harus saya?

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keseruan KKN: Bersama Petani Senden 2 Melawan Ulat Grayak dan Bulai

9 Desember 2024   11:02 Diperbarui: 9 Desember 2024   12:08 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber. Dokumentasi Pribadi

Padukuhan Senden 2, sebuah kawasan agraris di Selomartani, menjadi saksi perjalanan kami sebagai mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang tak terlupakan. Dengan latar hamparan ladang jagung yang membentang luas dan suasana desa yang damai, kami memulai misi kami: membantu petani setempat mengatasi tantangan hama ulat grayak dan penyakit bulai yang mengancam produktivitas mereka. Tidak hanya menyumbangkan ilmu, kami juga mendapatkan pengalaman berharga yang mengajarkan arti kerja keras, kolaborasi, dan keberlanjutan.

Hari-hari pertama kami di Senden 2 dipenuhi dengan interaksi bersama petani yang hangat dan antusias. Mereka berbagi cerita tentang perjuangan mereka melawan ulat grayak yang menyerang daun-daun jagung muda hingga bolong-bolong, dan penyakit bulai yang membuat tanaman tumbuh kerdil dan tak produktif. Kami pun sadar bahwa permasalahan ini bukan sekadar teknis pertanian, melainkan juga menyangkut harapan dan masa depan mereka. Kemitraan dengan PT Advanta Seeds Indonesia yang memberikan benih jagung hibrida berkualitas memang menjadi kekuatan besar, tetapi tanpa pengelolaan hama dan penyakit yang tepat, hasil optimal sulit tercapai.

Kami memulai program dengan mengadakan sosialisasi. Aula desa yang sederhana mendadak penuh oleh petani dari berbagai usia, semua hadir dengan rasa ingin tahu yang besar. Dengan semangat, kami menjelaskan gejala-gejala awal serangan ulat grayak dan bulai, serta cara mengatasinya. Petani sangat antusias bertanya, dari cara mencampur pestisida yang benar hingga waktu terbaik untuk penyemprotan. Salah satu momen tak terlupakan adalah ketika Pak Sukiran, petani senior, berbagi pengalamannya mencoba metode tradisional yang kurang efektif, lalu meminta panduan praktis yang lebih modern. Dialog ini membuat suasana menjadi hidup dan penuh tawa.

Setelah sosialisasi, kami melanjutkan pendampingan langsung di ladang. Berbekal topi dan sepatu boots, kami terjun ke lapangan bersama para petani. Di sinilah kami menyadari tantangan sebenarnya. Penyemprotan pestisida ternyata bukan pekerjaan mudah. Kami harus memastikan larutan pestisida tersebar merata di setiap tanaman tanpa merusak tanaman lain. Bahkan, kami belajar cara membaca arah angin agar semprotan tidak terbuang sia-sia. Ada momen lucu ketika salah satu teman kami hampir saja menyemprot kakinya sendiri karena lupa mengatur nozzle semprotan. Tawa petani meledak, menghapus lelah kami.

Dokpri
Dokpri

Bagian yang paling menarik adalah saat kami melakukan monitoring. Setiap minggu, kami berkeliling ladang untuk memeriksa apakah teknik yang diterapkan telah membuahkan hasil. Rasa puas mulai terlihat ketika kami melihat daun-daun jagung kembali hijau, tanpa lubang, dan pertumbuhan tanaman yang lebih sehat. Pak Parjan, salah satu petani mitra, mengaku hasil panennya mulai membaik sejak mengikuti panduan kami. Momen ini menjadi pengingat bahwa kerja keras kami tidak sia-sia.

Namun, yang membuat program ini istimewa adalah kolaborasi kami dengan petani. Mereka bukan hanya peserta, tetapi juga mitra belajar. Kami belajar tentang dedikasi mereka, bagaimana mereka menghadapi tantangan sehari-hari di ladang, dan bagaimana mereka tetap optimis meski hama dan penyakit selalu menjadi ancaman. Di akhir program, kami mengadakan evaluasi bersama. Petani tidak hanya mengapresiasi program ini, tetapi juga memberikan masukan tentang apa yang bisa ditingkatkan.

Keseruan KKN ini bukan hanya soal program yang berhasil, tetapi juga bagaimana kami bisa menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Senden 2. Kebersamaan kami dengan petani, canda tawa di ladang, hingga perjuangan bersama melawan ulat grayak dan bulai adalah pengalaman yang tidak akan pernah kami lupakan. Lebih dari itu, kami belajar bahwa menjadi agen perubahan tidak selalu membutuhkan langkah besar, tetapi bisa dimulai dengan langkah kecil yang berdampak besar bagi masyarakat sekitar.

Penulis : Muhammad Maulana Akbar (522020045) dan Dalis Setiyawan (522020030)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun