Pelaksanaan studi eksekursi oleh mahasiswa Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW pada tanggal 20 – 21 Juli 2023 mengunjungi tempat seperti BBPPM (Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa), Agrowisata Bhumi Merapi dan PIAT (Pusat Inovasi Agroteknologi)  UGM.  Tujuannya ialah untuk menambah ilmu pengetahuan mahasiswa serta mengetahui program yang ada pada instansi tersebut.
BBPPM (Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa) bertempat di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta menjadikan naungan untuk menimba ilmu melalui berbagai jenis pelatihan antara lain pendampingan bum desa dan pelatihan desa wisata, pelatihan masyarakat meliputi keterampilan, pengolahan hasil pertanian, e –commerce, ekonomi kreatif, pelatihan teknis tepat guna dan pelatihan calon transmigrasi.
Dalam BBPPM (Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa) di Yogyakarta memiliki program yang bernama 3 in one meliputi pelatihan/penyuluhan, pendampingan dan bantuan/Stimulan/Usaha. Pelatihan Masyarakat merupakan sarana pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan, sikap, ketrampilan, perilaku masyarakat, sehingga mampu memberdayakan serta membangun diri dari lingkungannya secara mandiri di Desa dan Pedesaan, Daerah Tertinggal dan Kawasan Transmigrasi.
Jenis pelatihan di BBPPM Yogyakarta sudah disebutkan pada paragraph pertama yaitu PBK Calon Transmigran, Ekonomi Kreatif dan Pengembangan Produk, Pengelolaan BUM Desa, Pengelolaan BUM Desa Bersama, KPMD, Perencanaan Pembangunan Partisipatif dan Pengembangan Desa. Hal ini selaras dengan pengertian SDGs desa ialah sarana upaya terpadu untuk pembangunan ekonomi, sosial, lingkungan, hukum dan tata kelola masyarakat di tingkat Desa. Dalam proses pelatihan didampingi oleh petugas sepertti PSM (Penggerak Swadaya Masyarakat), TPP (Tenaga Pendamping Profesional), KPMD (Kader Penanggulangan Kemiskinan Daerah), Mahasiswa/Dosen, Pendampingan KL dan lain lain. Untuk bantuan/stimulant usaha/ modal dengan cara model pemberdayaan masyarakat (alumni pelatihan), Perguruan tinggi dan K/L serta CSR Pihak Swasta.
Tahapan pemberdayaan masyarakat pada BBPPM Yogyakarta ada 5. Awal tahapan dengan identifikasi (tilik desa), pengkajian, perencanaan program dan anggaran, pelaksanaan, evaluasi dan terminasi. Identifikasi dilakukan melalui survei, wawancara, atau penelitian lapangan untuk memahami permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di wilayah tersebut. Tujuannya adalah untuk menentukan isu-isu utama yang harus diatasi atau potensi yang bisa dimanfaatkan dalam program atau proyek yang akan datang. Pengkajian adalah proses analisis lebih mendalam tentang masalah atau situasi yang diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memahami akar permasalahan, penyebabnya, serta dampaknya secara lebih komprehensif pada masyarakat.
Setelah identifikasi dan pengkajian dilakukan, tahap berikutnya adalah merencanakan program atau proyek. Di sini, langkah-langkah konkret dirancang untuk menangani masalah atau mengoptimalkan peluang yang ditemukan. Perencanaan mencakup mengidentifikasi tujuan, strategi, target audiens atau masyarakat, alokasi sumber daya, jadwal kegiatan, serta penentuan indikator keberhasilan untuk mengukur dampak program. Tahap pelaksanaan adalah saat program atau proyek dijalankan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Aktivitas yang telah direncanakan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait, seperti organisasi, pemerintah, atau lembaga yang bertanggung jawab atas program tersebut.
Evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas dan efisiensi program atau proyek. Evaluasi dapat bersifat formatif (dilakukan selama program berlangsung) atau sumatif (dilakukan setelah program selesai). Tujuannya ialah untuk mengevaluasi sejauh mana tujuan telah tercapai, melihat sejauh mana dampak dan hasil yang dihasilkan, dan mengidentifikasi pembelajaran untuk program-program mendatang. Terminasi merupakan tahap akhir dalam siklus program atau proyek. Ini terjadi ketika program mencapai batas waktu atau tujuannya telah tercapai. Selama tahap terminasi, sumber daya yang digunakan dalam program dialihkan atau dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Evaluasi akhir juga dapat digunakan untuk membuat laporan akhir dan mengkomunikasikan hasil serta pembelajaran yang didapatkan selama program berlangsung.
Di dalam lokasi BBPM Yogyakarta memiliki sektor usaha dimulai pertanian konvensional untuk para transmigran, hidroponik, peternakan dan perikanan. Pelatihan pertanian konvensional untuk para transmigran merupakan program atau kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola pertanian dengan metode dan praktik konvensional di wilayah tujuan transmigrasi. Upaya ini memiliki tujuan yaitu memberikan pengetahuan dalam pemilihan benih, bibit, pengolahan lahan, pasca panen serta cara pemasarannya pada wilayah yang dituju oleh para transmigran. Wilayah yang dituju rata rata atau kebanyakan dari alumni BBPM Yogyakarta pada Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada pelatihan pertanian konvensional tanaman yang ditanam yaitu hortikultura dan pangan seperti cabai, bayam, sawi, nanas dan jagung.
Pada budidaya hidroponik menggunakan 2 sistem yaitu DFT (Deep Flow Technique) dan NFT (Nutrient Film Technique). Dalam DFT, akar tanaman ditempatkan di dalam wadah atau saluran yang dangkal yang berisi air yang kaya akan nutrisi. Air ini terus mengalir melintasi akar tanaman secara kontinu dan dangkal (biasanya sekitar 2-5 cm). Pada DFT, air tetap menggenang dengan ketinggian yang stabil, sehingga akar tanaman selalu terendam di dalam air dan mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Kelebihan dari DFT adalah karena air mengalir dengan kecepatan yang lambat, maka tanaman akan lebih mudah mengambil nutrisi dan oksigen yang terlarut dalam air.
Pada NFT, air yang kaya nutrisi dialirkan melalui saluran atau lempengan yang cenderung datar dan miring. Akar tanaman ditempatkan di atas saluran atau lempengan tersebut, dan air yang mengalir membentuk lapisan tipis yang menyapu akar tanaman. NFT memungkinkan akar tanaman untuk mengambil nutrisi dan oksigen dari film tipis air yang mengalir di sekitar mereka. Kelebihan dari NFT adalah sistem ini lebih hemat air karena air digunakan dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan DFT.
Perbedaan utama antara DFT dan NFT terletak pada cara air dialirkan. Dalam DFT, air mengalir secara dangkal di wadah atau saluran yang lebih lebar, sementara dalam NFT, air mengalir dalam lapisan tipis di permukaan saluran yang lebih datar. Meskipun keduanya memiliki prinsip dasar yang mirip, implementasi dan pengelolaan keduanya dapat berbeda, dan pilihan antara DFT dan NFT tergantung pada jenis tanaman yang akan ditanam, lingkungan tumbuh, dan preferensi petani atau pembudidaya hidroponik.