Mohon tunggu...
Mahmudi Sae
Mahmudi Sae Mohon Tunggu... lainnya -

Cita-cita menyenangkan dan bermaslakhat untuk banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kiamatnya Petani Tembakau Di Rembang Jawa Tengah

13 Agustus 2014   09:44 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:40 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dugaan permainkan harga tembakau sewenang-wenang oleh pihak PT. Sadana Arif Nusa yang merupakan pemasok dan anak perusahaannya PT. Sampoerna, Petani bakal rugi dan kecewa. Sungguh ironis ketika para Petani berharap kebaikan dari hasil panennya malah berbuah pahit dan menyedihkan ketika pihak Sadana menolak hasil tembakau yang didapat dari Petani.

Dugaan manipulasi harga dan kongkalikong dalam penetapan harga tembakau yang dibeli berdasarkan grade atau kelas tembakau. "Manipulasi ini karena tidak ada transparansi.
Petani sendiri tidak memahami soal kelir tembakau sebagai standard grade dari perusahaan. "Harusnya ada tawar-menawar dalam menetapkan harga tembakau.

Selain itu, masalah tembakau yang sudah dikemas dengan alat pengebal standar dari pihak perusahaan ketika ditimbang lebih ternyata Petani malah dikenai sanksi berupa uang denda Rp 1000/kg. Sungguh lucu dan menyakitkan ketika pihak perusahaan menerapkan aturan yang menyengsarakan Petani yang dianggap mitranya.

Dukungan dari berbagai elemen khususnya pemerintah dalam hal ini perlu sekali menetapkan aturan berupa Perda guna mengatur hal-hal mendasar tentang tembakau dan pemberdayaan Petani tembakau. Kalau tidak ada aturan yang paten sama saja pemerintah sudah membunuh perlahan-lahan terhadap nasib kaum Petani khususnya tembakau.

Pihak Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) di Rembang Jawa Tengah cenderung belum menanggapi praktek manipulasi yang dilakukan pihak perusahaan kepada Petani. Padahal pembukaan gudang untuk penyetoran hasil tembakau dari Petani sudah dimulai sejak tanggal 9 Agustus 2014 yang lalu.

Tutur para Petani, kalau masalah ini tidak segera ditangani, kemungkinan besar mereka bakal melakukan aksi demo besar-besaran untuk menuntut keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun