Mohon tunggu...
Luthfi H
Luthfi H Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Suka menulis, ingin menyebarkannya bersama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nasihat Lintas Generasi

27 Desember 2021   10:05 Diperbarui: 27 Desember 2021   10:27 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama dua kali."

            Siapa yang tidak pernah mendengar kutipan pepatah tersebut?

Umumnya, meskipun kita tidak mendengar pepatahnya secara langsung, pasti kita paham nasihat yang ingin disampaikan oleh pepatah tersebut. Sebagai makhluk yang dianugerahi akal, kita sebagai manusia bisa memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan organ tubuh--otak, untuk digunakan sebagai sarana berpikir.

Misalkan kita pernah tertimpa musibah--yang dianalogikan terpeleset masuk ke lubang di jalan. Karena terjatuh, kita pun mengalami luka-luka yang merepotkan. Karena peristiwa tersebut tidak terlalu menyenangkan, pastinya kita berusaha untuk tidak mengulangi untuk mendapatkan musibah yang sama, bukan?

Kurang lebih seperti itulah nasihat yang ingin disampaikan oleh pepatah tersebut. Kita sebagai manusia seharusnya tidak mengulangi kesalahan yang sama, karena kita memiliki akal untuk berpikir. Maka dari itu, pepatah tersebut menggunakan subjek seekor keledai, hewan yang dianalogikan sebagai hewan yang keras kepala dan bodoh.

Permasalahannya, bagaimana jika kita tidak ingin memasuki lubang yang sama namun kita belum pernah mengalami kejadiannya secara langsung? Jawabannya adalah dengan mempelajari sejarah, apapun bentuknya. Meskipun kita tidak pernah merasakan jatuh memasuki lubang, kita bisa mempelajari cerita seorang yang pernah memasuki lubang tersebut untuk mencegah kita memasuki lubang yang sama.

Salah satu sejarah yang akan dibahas kali ini adalah sebuah tulisan dan nasihat lampau yang berbentuk kumpulan puisi berjudul "Wawacan Piwoelang Istri Basa Sunda". Dalam salah satu puisinya, ada sebuah nasihat yang melakukan lintas generasi karena masih berguna dan bermanfaat di masa sekarang. Bunyi puisi tersebut adalah sebagai berikut:

Sebenarnya, kumpulan puisi ini memiliki pembaca sasaran seorang wanita yang sudah beristri, karena terdiri dari nasihat-nasihat untuk menyenangkan suami. Sebagaimana puisi di atas jika ditranslasikan kurang lebih memiliki makna bahwa seorang istri tidak boleh egois untuk memulai memakan makanan sendirian. Tunggulan beberapa saat agar bisa makan bersama dengan sang suami, agar sang istri disenangi oleh suami.

Meskipun begitu, nasihat tersebut tidak hanya memiliki dampak bagi wanita saja. Karena, nasihat tersebut bisa diberikan kepada seluruh orang di seluruh dunia, tidak memandang umur, tidak memandang jenis kelamin, tidak memandang status sosial. Dalam sebuah keluarga, hendaklah kita memiliki sesi makan bersama sehingga keharmonisan keluarga bisa terus dijaga.

Hal ini dikarenakan karena globalisasi, budaya-budaya yang dimiliki oleh negara barat bisa dengan mudah masuk dan terimplementasi di Indonesia. Salah satunya adalah penulis sendiri yang merasa di sekeliling penulis cukup banyak sifat-sifat yang meniru negara barat, salah satunya adalah untuk memakan makanan sendiri-sendiri dan meninggalkan sesi makan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun