Mohon tunggu...
Muhammad Lutfi
Muhammad Lutfi Mohon Tunggu... Penulis - Pengen Manfaat aje

Aku suka nulis, bagiku penulis dihargai, baik dari pikiran, harapan, jiwa, nurani, serta ide. Segala yg ada dalam tubuh kita, kita sampaikan. Aku nulis dan suka kayak hamka, apalagi bang pi'ie. Nulis, dan terus membela kebenaran. Kayak pendekar dan jago yang membela segala prinsip kebenaran. Celengireng yang berdosa dan banyak nyampah kayak aye juga bisa bergune nih. Celeng yang busuk dan bersiung mampu mengubah keadaan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pandeka Harimau Berlawan Penjajah Belanda

4 Oktober 2022   19:56 Diperbarui: 4 Oktober 2022   20:08 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini lah kisah Manggala dari kelana jauh pelosok desa. Dia yang berpunya ajaran teguh nan paham gerakan harimau hitam walau secuil saja tak hiraukan banyak aral rintang berduyun. Waktu Maghrib, selepas dia mandi dan sandarkan diri di bawah pohon mangga. Masih senja pula waktu itu.
Belanda dengan berbondong banyak bersenjatakan lengkap mencari keberadaan Manggala. "Mana Manggala, lelaki tak tahu diri itu, rupa dia yang buruk itu ingin sekali aku nak hajar," ucap Manggala. Manggala dengar suara beberapa legiun Belanda datang berduyun sahaja ke rumah. Dia pegang rumput sejengkal, dia bacakan mantera sejumput lalu dia kibaskan ke seluruh badan dia itu. Anehnya, Manggala tak ketahuan walau telah berada dekat tangan dari legiun Belanda. Manggala meniupkan penidur pada beberapa orang Belanda. Mereka semua jatuh terjerembab. Semua senjata mereka Manggala ambil dan buang ke sungai. Hanya sebuah pistol mini saja Manggala bawa dan rampas dari saku legiun Belanda itu.
Manggala teringatkan pesan bapa dia sebelum bermula raib ke alam malakut, "Jikalau kau nak beriangkan hidup di dunia yang nyaman, pindahlah lagi dari tempat semula kejahatan itu bermula."
Manggala seperti terketuk terhantam badai ingatan pada pundaknya. Dia bawa lari keris Perak jauh tinggalkan beberapa legiun Belanda itu. Dia hampirkan beberapa doa meminta keselamatan dari kejaran pasukan pengawal Belanda itu. Merantau lah dia ke Sarawak Malaysia. Dengan bantuan Tun Datok Seri Besari, bergelar Maha Ratu Adil  dari lembah Kabut, Manggala meminta dihantarkan sampai ke tujuan di tepi dermaga pelabuhan nak menumpang kapal pedagang berlabuh ke negeri orang.
"Putra, Hai Pandeka, kau nak bawa dirimu ke asal, sulit hidup berbekal keserakahan dan napsu. Harus berani berlapar, berdahaga, juga bergaul di negeri orang. Kau yang tak bawa apapun di negeri orang, masih suka mencium aroma tembakau. Aku rasa urungkan saja niat kau itu," ucap Datok Seri Besari.
Tun Datok tak ingin dia sampai ke negeri orang, sebab Tun Datok paham bahwa Manggala masihlah anak kecil. Tak bisa bawa sendiri. Masih belum memiliki keberanian sebagai lelaki.
"Beberapa legiun Belanda sedang incar hamba, hamba tak berani kalau mesti hidup di sini. Tolonglah hamba!"
Tun Datok merasa iba dan memanggil Tun Kelir menghampirinya untuk hantar Manggala ke tepi dermaga nak berlabuh hari itu pula.
"Kau, bawalah anak ini dan jaga keselamatan dia," berseru Tun Datok.
Tun Datok membawakan dia kembang sepasang yang melambangkan jangan lupa sesulit mencari di negeri orang, mestilah berjodoh pula. Akhirnya, dia pun berangkat. Dengan pakaian hitam-hitam mereka berselinap melalui jalan-jalan menyamar sebagai rakyat biasa. Segerombolan legiun Belanda pun mencari Manggala beserta anak buahnya dan menabrak-nabrak orang di jalan.
"Pasukan, itu nampak aku curigai bahwa dia itu buronan yang kita cari. Tembak saja," ucap legiun Belanda. Penjajah itu mencoba menembak kepala musuh. Akan tetapi peluru itu berhasil meleset dari badan Manggala. Tun Kelir pun meloncat, ikut Manggala ke kapal naik kapal sampai ke tujuan. Tun Kelir memutus tali kapal, segera berangkat dan terpaksa meninggalkan legiun  penjajah itu ke Sarawak.

2022 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun