Ini lah kisah Manggala dari kelana jauh pelosok desa. Dia yang berpunya ajaran teguh nan paham gerakan harimau hitam walau secuil saja tak hiraukan banyak aral rintang berduyun. Waktu Maghrib, selepas dia mandi dan sandarkan diri di bawah pohon mangga. Masih senja pula waktu itu.
Belanda dengan berbondong banyak bersenjatakan lengkap mencari keberadaan Manggala. "Mana Manggala, lelaki tak tahu diri itu, rupa dia yang buruk itu ingin sekali aku nak hajar," ucap Manggala. Manggala dengar suara beberapa legiun Belanda datang berduyun sahaja ke rumah. Dia pegang rumput sejengkal, dia bacakan mantera sejumput lalu dia kibaskan ke seluruh badan dia itu. Anehnya, Manggala tak ketahuan walau telah berada dekat tangan dari legiun Belanda. Manggala meniupkan penidur pada beberapa orang Belanda. Mereka semua jatuh terjerembab. Semua senjata mereka Manggala ambil dan buang ke sungai. Hanya sebuah pistol mini saja Manggala bawa dan rampas dari saku legiun Belanda itu.
Manggala teringatkan pesan bapa dia sebelum bermula raib ke alam malakut, "Jikalau kau nak beriangkan hidup di dunia yang nyaman, pindahlah lagi dari tempat semula kejahatan itu bermula."
Manggala seperti terketuk terhantam badai ingatan pada pundaknya. Dia bawa lari keris Perak jauh tinggalkan beberapa legiun Belanda itu. Dia hampirkan beberapa doa meminta keselamatan dari kejaran pasukan pengawal Belanda itu. Merantau lah dia ke Sarawak Malaysia. Dengan bantuan Tun Datok Seri Besari, bergelar Maha Ratu Adil  dari lembah Kabut, Manggala meminta dihantarkan sampai ke tujuan di tepi dermaga pelabuhan nak menumpang kapal pedagang berlabuh ke negeri orang.
"Putra, Hai Pandeka, kau nak bawa dirimu ke asal, sulit hidup berbekal keserakahan dan napsu. Harus berani berlapar, berdahaga, juga bergaul di negeri orang. Kau yang tak bawa apapun di negeri orang, masih suka mencium aroma tembakau. Aku rasa urungkan saja niat kau itu," ucap Datok Seri Besari.
Tun Datok tak ingin dia sampai ke negeri orang, sebab Tun Datok paham bahwa Manggala masihlah anak kecil. Tak bisa bawa sendiri. Masih belum memiliki keberanian sebagai lelaki.
"Beberapa legiun Belanda sedang incar hamba, hamba tak berani kalau mesti hidup di sini. Tolonglah hamba!"
Tun Datok merasa iba dan memanggil Tun Kelir menghampirinya untuk hantar Manggala ke tepi dermaga nak berlabuh hari itu pula.
"Kau, bawalah anak ini dan jaga keselamatan dia," berseru Tun Datok.
Tun Datok membawakan dia kembang sepasang yang melambangkan jangan lupa sesulit mencari di negeri orang, mestilah berjodoh pula. Akhirnya, dia pun berangkat. Dengan pakaian hitam-hitam mereka berselinap melalui jalan-jalan menyamar sebagai rakyat biasa. Segerombolan legiun Belanda pun mencari Manggala beserta anak buahnya dan menabrak-nabrak orang di jalan.
"Pasukan, itu nampak aku curigai bahwa dia itu buronan yang kita cari. Tembak saja," ucap legiun Belanda. Penjajah itu mencoba menembak kepala musuh. Akan tetapi peluru itu berhasil meleset dari badan Manggala. Tun Kelir pun meloncat, ikut Manggala ke kapal naik kapal sampai ke tujuan. Tun Kelir memutus tali kapal, segera berangkat dan terpaksa meninggalkan legiun  penjajah itu ke Sarawak.
2022Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H