Ini kisah dari kelanjutan Si Fi'ie. Fi'ie berjalan di sekitar rumahnya. Sambil mencabut pohong, dia melihat sosok ayu cantik wajahnya. Tajam matanya.
Febriana: kakang, apakah kamu masih ingat aku?
Fi'ie: astagfirullah.
Febriana: masih kaget?
Fi'ie: kamu siapa?
Febriana: kamu kira aku sudah mati?
Fi'ie: bukannya kamu terkena tusukan cundrik.
Febriana: nasib baik aku masih diberi hidup kakang. Aku dirawat seorang tabib dan memberiku air ajaib yang bisa menyebuhkanku.
Fi'ie: serius?
Fi'ie: iya, ini aku Febriana. Wanita yang menghormati dan mencintaimu.
Febriana: kamu guruku, kakang. Kamu juga lelaki yang aku cintai. Tiada kata dapat mengibaratkan isi hati ini untukmu.
Fi'ie: sungguh lautan tidak terkira.
Febriana: maaf kakang, bukankah celana coklat ini, kerudung coklat ini, adalah warna yang kau suka dariku?
Fi'ie: sungguh kenapa kamu masih mencintaiku?
Febriana: cinta bagiku padamu bukanlah tentang materi. Tapi tentang apa yang aku rasakan padamu. Pertemuan dan harapkan aku bisa bersamamu, kakang.
Si Fi'ie masih tak percaya dengan apa yang ditemuinya. Apakah ini mimpi atau kenyataan.
Bersambung.......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H