Dalam duduknya meresapi kehidupan, Manggala merenungi dalam kehidupan sendiri. Dia memandang ingatan Manggala dari sekian ingatan yang Manggala hadirkan dalam pikiran. Apakah hidup Manggala akan diremehkan dan dihina, keadaan membuat Manggala menjadi pilu.
Manggala memang sedang merasakan hidupnya yang bagaikan kutu dan sampah di mata manusia. Manggala berjalan menyusui jalanan, dan melihat bayangan dirinya di pinggiran parit. Memang seperti parit itulah Manggala, terseok dan terbuang begitu saja.
Memakai pakaian hitam, plus kopiah hitamnya. Sambil memakai sarung hitam diselempangkan di lehernya, Manggala kini membentuk julukan untuk dirinya. Seperti celeng, hidup bebas dan tak ada yang merisaukan. Penolakan dan bentuk buruk Manggala seperti cerminan celeng. Kini dirinya membentuk sebutan bagi dirinya sebagai Celengireng. Pakaian hitam dan bersiung, ciri khas si Manggala. Dengan percaya diri, Manggala memantapkan langkah menapaki jalan dan terus hidup.
Bersambung.......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H