Â
Di sebuah lembah yang dikelilingi oleh pegunungan hijau Di Kabupaten sukabumi, terdapat sebuah pesantren yang Bernama Stiba Arraayah . Di sinilah saya, seorang santri, menghabiskan lima tahun kehidupan saya yang penuh dengan pelajaran, tantangan, dan pengalaman yang tak terlupakan. Pesantren ini bukan sekadar tempat belajar, melainkan juga sebuah penjara suci, di mana saya rela mengorbankan kebebasan demi menuntut ilmu.
Setiap pagi, suara azan menggema di seluruh penjuru pesantren, membangunkan kami dari tidur yang lelap. Dengan langkah mantap, kami bergegas menuju masjid untuk melaksanakan shalat subuh. Setelah itu, kegiatan dimulai dengan menyetorkan hafalan . Di pesantren ini, kami mempelajari berbagai ilmu agama, mulai dari fiqih, hadis, tauhid, Al-Qur'an,hingga Bahasa Arab. Setiap pelajaran disampaikan dengan ketat dan disiplin, membuat kami memahami betapa pentingnya ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, tidak hanya ilmu agama yang kami pelajari. Di beberapa kelas atau jurusan, kami juga diajarkan ilmu pendidikan umum seperti ekonomi, politik, dan teknologi. Hal ini memberikan kami wawasan yang lebih luas tentang dunia di luar pesantren. Kami diajarkan untuk berpikir kritis dan memahami dinamika masyarakat, sehingga ketika kami kembali ke masyarakat, kami dapat berkontribusi dengan lebih baik.
Kehidupan di pesantren tidaklah mudah. Tanpa akses ke ponsel dan jarang bertemu keluarga, kami harus belajar mandiri dan saling mendukung satu sama lain. Teman-teman santri saya berasal dari berbagai daerah di Indonesia, dan setiap dari kami membawa cerita dan latar belakang yang berbeda. Kami belajar untuk saling menghargai perbedaan dan menjalin persahabatan yang erat. Dalam kebersamaan ini, kami menemukan kekuatan dan semangat untuk terus belajar.
Salah satu momen yang paling berkesan bagi saya adalah ketika kami mengadakan acara-acara Bersama setiah hari jumat seperti perlombaan,kajian di Masjid dan Nonton  Bareng. Seluruh santri terlibat dalam persiapan, mulai dari dekorasi hingga penampilan seni. Kami berlatih dengan giat, meskipun waktu tidur kami berkurang. Namun, semua usaha itu terbayar ketika acara berlangsung dengan meriah. Melihat senyum di wajah para pengunjung dan mendengar pujian dari para ustadz membuat kami merasa bangga. Momen itu mengajarkan saya tentang kerja keras dan kebersamaan.
Di tengah kesibukan belajar, ada kalanya saya merindukan keluarga. Rindu akan pelukan ibu dan tawa adik-adik sering kali menghantui pikiran saya. Namun, saya menyadari bahwa pengorbanan ini adalah bagian dari perjalanan saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Setiap kali rasa rindu itu datang, saya berusaha untuk mengingat tujuan saya berada di sini: untuk menuntut ilmu dan mengabdi kepada masyarakat.
Lima tahun akan berlalu dengan cepat. Ketika saya melihat ke belakang, saya menyadari bahwa setiap detik yang saya habiskan di pesantren adalah investasi berharga untuk masa depan. Saya belajar banyak tentang disiplin, tanggung jawab, dan arti dari sebuah pengorbanan. Pesantren  bukan hanya tempat belajar, tetapi juga tempat di mana saya menemukan jati diri saya.
Akan ada saatnya bagi saya untuk melangkah keluar dari "penjara suci" ini. Dengan bekal ilmu yang telah saya pelajari, saya siap menghadapi dunia luar. Saya ingin mengaplikasikan semua yang telah saya dapatkan di pesantren untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Lima tahun yang akan saya lalui bukanlah akhir, tetapi awal dari perjalanan baru yang penuh harapan dan tantangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H