Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ramadan, Sebuah Jeda untuk Jiwa yang Lebih Sehat

13 Maret 2025   02:33 Diperbarui: 13 Maret 2025   02:33 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kebahagiaan yang ditampilkan dari sebuah hubungan  (Sumber: Freepik/muslimah worker)

Ramadan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga momentum refleksi bagi kesehatan mental. Dalam kesibukan hidup yang kerap membuat kita tenggelam dalam rutinitas, puasa menjadi jeda yang memberi ruang bagi tubuh dan pikiran untuk beristirahat. Saat seseorang menahan diri dari makan, minum, serta berbagai keinginan duniawi, ia secara tidak langsung melatih ketahanan mental dan emosionalnya. Inilah yang membuat Ramadan memiliki peran terapeutik bagi jiwa, di mana seseorang belajar mengelola emosi, memperkuat kontrol diri, serta meningkatkan kesadaran akan kebermaknaan hidup.

Puasa Ramadan memicu pelepasan hormon endorfin dalam tubuh, yang berfungsi sebagai pereda stres alami. Efek ini dapat meningkatkan perasaan bahagia dan menurunkan kecenderungan terhadap depresi maupun kecemasan. Dengan adanya pengurangan beban pencernaan, tubuh dapat lebih fokus dalam menyeimbangkan sistem hormonal, sehingga ketenangan batin lebih mudah didapatkan. Bukan hanya sekadar perubahan fisik, tetapi juga pemulihan jiwa yang memungkinkan seseorang untuk lebih positif dalam menghadapi hidup.

Di sisi lain, berpuasa menumbuhkan kepekaan emosional yang lebih mendalam. Dengan menahan lapar dan haus, seseorang lebih mampu merasakan empati terhadap orang-orang yang kurang beruntung. Kesadaran ini membawa efek psikologis yang luar biasa, di mana seseorang mulai belajar untuk lebih bersyukur dan tidak mudah mengeluh atas apa yang dimilikinya. Syukur yang lahir dari hati inilah yang menjadi fondasi kesehatan mental yang kokoh.

Puasa mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada apa yang kita miliki, tetapi pada bagaimana kita mensyukuri setiap detik kehidupan yang diberikan Tuhan.

Kondisi tubuh yang lebih lemah karena puasa justru menjadi kesempatan untuk meningkatkan self-awareness. Dalam keadaan ini, seseorang lebih peka terhadap emosi dan pikirannya sendiri. Ia mulai memahami apa yang benar-benar dibutuhkan, bukan sekadar diinginkan. Kesadaran ini mengajarkan seseorang untuk lebih berhati-hati dalam bertindak, berkata, dan berpikir, karena ia tahu bahwa segala sesuatu memiliki konsekuensi.

Ramadan juga menjadi ajang untuk melatih kesabaran. Ketika rasa lapar dan dahaga muncul, seseorang belajar untuk tetap tenang dan tidak mudah tersulut emosi. Hal ini berdampak besar pada kesehatan mental, karena seseorang yang mampu mengendalikan dirinya sendiri akan lebih mudah menghadapi tantangan hidup. Kesabaran yang dibangun selama Ramadan menjadi bekal untuk menghadapi berbagai tekanan yang mungkin muncul di luar bulan suci ini.

Selain itu, Ramadan mengajarkan konsep keseimbangan dalam hidup. Seseorang belajar mengatur pola makan, waktu istirahat, hingga aktivitas ibadah dengan lebih disiplin. Ketika keseimbangan ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seseorang akan memiliki mental yang lebih stabil dan terhindar dari pola hidup yang serba berlebihan atau kurang terkendali.

Momentum Ramadan juga mendorong seseorang untuk lebih dekat dengan Tuhan. Dalam suasana spiritual yang lebih kuat, seseorang menemukan ketenangan batin yang sulit didapatkan dalam kehidupan yang serba cepat. Perasaan damai yang muncul dari ibadah ini membantu mengurangi tekanan psikologis dan membangun ketahanan mental yang lebih baik.

Selain itu, puasa mengajarkan pentingnya hidup dalam kesederhanaan. Seseorang belajar bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada kelimpahan materi, melainkan pada bagaimana ia mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Sikap sederhana ini membawa ketenangan pikiran dan mengurangi beban mental yang sering kali muncul akibat tuntutan hidup yang tidak realistis.

Ramadan juga menjadi waktu yang tepat untuk memperbaiki hubungan dengan sesama. Memaafkan, berbagi, dan mempererat tali silaturahmi menjadi bagian dari perjalanan spiritual di bulan ini. Interaksi sosial yang lebih hangat dan penuh kasih sayang berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan mental, karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang membutuhkan hubungan yang harmonis.

Ramadan bukan sekadar menahan lapar, tetapi jeda bagi jiwa untuk menemukan ketenangan, kebijaksanaan, dan makna hidup yang sesungguhnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun