Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Human Resources - Researcher / Paradigma Institute

Membaca dunia adalah membuka cakrawala pengetahuan, dan melalui hobi menulis, kita menorehkan jejak pemikiran agar dunia pun membaca kita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bahtsul Masail Kaum Santri Kudus, Ekosistem Damai Berbasis Kearifan Lokal

21 Januari 2025   12:59 Diperbarui: 21 Januari 2025   12:59 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi Bahtsul Masail Santri Kudus di Serambi Masjid Menara Kudus (Sumber: Official Menara Kudus)

Dalam lanskap keberagaman masyarakat Indonesia, kaum santri memiliki peran strategis sebagai penjaga harmoni sosial. Kudus, sebagai kota yang sarat dengan sejarah Islam dan tradisi budaya Jawa, menjadi panggung penting dalam diskursus moderasi beragama. Bahtsul Masail, sebuah tradisi diskusi keagamaan khas pesantren, memegang peranan sentral dalam membangun ekosistem damai yang berakar pada kearifan lokal. Terlebih Kudus memiliki tokoh utama sebagai promotor bina damai keberagamaan, yaitu Sayyid Jakfar Shodiq atau lebih dikenal dengan Sunan Kudus.

Bahtsul Masail, yang berarti "pembahasan masalah", adalah forum kolektif yang melibatkan para santri, kiai, dan ulama untuk mendalami dan mencari solusi terhadap persoalan keagamaan serta sosial. Di Kudus, tradisi ini berkembang dengan pendekatan inklusif yang mengedepankan prinsip tawassuth (moderat), tasamuh (toleransi), dan tawazun (keseimbangan). Hal ini sejalan dengan semangat Islam rahmatan lil alamin, yang menjadi dasar nilai kehidupan masyarakat multikultural di Indonesia.

Konteks Kudus yang lekat dengan kearifan lokal, seperti semangat toleransi Sunan Kudus terhadap umat Hindu dengan simbol larangan menyembelih sapi, menjadi bukti bahwa moderasi beragama telah tertanam dalam narasi sejarahnya. Bahtsul Masail menjadi alat untuk merumuskan kembali nilai-nilai ini dalam konteks kontemporer, terutama menghadapi tantangan polarisasi agama dan radikalisme.

Membangun Ekosistem Damai: Kolaborasi dalam Keberagaman

Peserta Bahtsul Masail Santri Kudus Berupaya Meminta Kesempatan Menanggapi Solusi Persoalan (Sumber: Official Menara Kudus)
Peserta Bahtsul Masail Santri Kudus Berupaya Meminta Kesempatan Menanggapi Solusi Persoalan (Sumber: Official Menara Kudus)
Salah satu agenda utama Bahtsul Masail kaum santri Kudus adalah menjawab persoalan-persoalan keagamaan yang berdampak pada kehidupan sosial. Misalnya, bagaimana menyikapi perbedaan mazhab dalam beribadah, isu pluralisme agama, hingga persoalan modern seperti digitalisasi dakwah. Dengan melibatkan berbagai pihak, Bahtsul Masail berfungsi sebagai ruang dialog untuk menyatukan perbedaan dan mencegah konflik horizontal.

Ekosistem damai yang dibangun melalui Bahtsul Masail kaum santri Kudus, setidaknya menitikberatkan pada pendidikan moderasi beragama. Para santri diajarkan untuk memahami perbedaan sebagai kekayaan, bukan ancaman. Kurikulum pesantren sering kali mengintegrasikan pelajaran tentang keberagaman budaya dan agama. Bahtsul Masail tidak hanya melibatkan komunitas pesantren tetapi juga tokoh masyarakat, akademisi, dan pemuda lintas agama. Ini menciptakan kolaborasi yang solid dalam mempromosikan perdamaian.

Rekomendasi dari forum Bahtsul Masail sering kali diterapkan dalam bentuk program nyata, seperti pelatihan bina damai, kampanye toleransi, dan mediasi konflik berbasis komunitas. Bina damai, sebagai proses menjaga dan memelihara harmoni dalam masyarakat, menjadi implementasi nyata dari nilai-nilai yang dihasilkan dalam Bahtsul Masail.

Tradisi rutin menggelar forum bahtsul masail di Kudus, dilakukan dengan mengundang tokoh dari berbagai pesantren dan keahlian untuk membahas isu bersama, seperti lingkungan hidup, pendidikan, kesehatan masyarakat, bahkan responsivitas terhadap perkembangan teknologi. Kolaborasi lintas identitas tersebut tentu mendukung pengembangan sekaligus penjagaan tradisi lokal, seperti pengembangan nilai-nilai kearifan yang diwariskan oleh Sunan Kudus.

Moderasi beragama tidak hanya menjadi jargon tetapi telah menjadi praktik keseharian masyarakat Kudus, terutama melalui peran kaum santri. Bahtsul Masail, dengan pendekatan partisipatifnya, mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan akar tradisi. Dalam skala yang lebih luas, tradisi ini memberikan teladan bagaimana kearifan lokal dapat menjadi pijakan untuk membangun peradaban yang damai dan inklusif.

Sebagai bangsa yang plural, Indonesia membutuhkan lebih banyak ruang dialog seperti Bahtsul Masail. Dengan menjadikan nilai-nilai kearifan lokal sebagai landasan, masyarakat dapat menciptakan ekosistem damai yang kokoh, sekaligus mengukuhkan peran Indonesia sebagai model keberagaman dunia.

Melalui sinergi antara tradisi pesantren dan nilai-nilai lokal, Bahtsul Masail kaum santri Kudus tidak hanya menjadi ruang pembelajaran keagamaan tetapi juga laboratorium sosial yang menghasilkan solusi untuk mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan. Pembudayaan Bahtsul Masail di Kudus adalah bukti nyata bahwa dialog keagamaan yang inklusif mampu melahirkan perdamaian yang berakar kuat pada nilai-nilai lokal. Kaum santri tidak hanya bertugas menggali dan menyelesaikan masalah agama, tetapi juga menjadi agen perubahan sosial yang mempersatukan masyarakat dalam semangat kebersamaan. Dengan berpegang pada prinsip moderasi, Bahtsul Masail yang dikembangkan kalangan santri di Kudus telah mengajarkan bahwa setiap perbedaan dapat dirayakan sebagai sumber kekuatan untuk membangun harmoni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun