Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Human Resources - Researcher / Paradigma Institute

Membaca dunia adalah membuka cakrawala pengetahuan, dan melalui hobi menulis, kita menorehkan jejak pemikiran agar dunia pun membaca kita.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Banjir di Makkah, Fenomena Iklim Ekstrem di Timur Tengah

10 Januari 2025   06:05 Diperbarui: 10 Januari 2025   06:05 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir Bandang di Makkah pada 6 Januari 2025 (Sumber: AFP)

Banjir yang melanda Makkah pada 6 Januari 2025 memberikan gambaran yang mencemaskan tentang meningkatnya intensitas fenomena iklim ekstrem di kawasan Timur Tengah. Sebagai kota suci yang menjadi tujuan jutaan umat Muslim dari seluruh dunia, dampak banjir ini tidak hanya menimbulkan kerugian fisik, tetapi juga menyoroti tantangan adaptasi perubahan iklim di wilayah gurun yang semakin rentan terhadap curah hujan ekstrem.

Wilayah Timur Tengah selama ini dikenal dengan iklimnya yang kering dan gersang. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, perubahan pola cuaca global telah menyebabkan peningkatan kejadian hujan lebat secara tiba-tiba, fenomena yang dikenal sebagai desert flooding. Peningkatan suhu global akibat perubahan iklim memicu penguapan air lebih tinggi, yang pada akhirnya memicu pembentukan awan hujan besar di wilayah gurun.

Data dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa suhu di Timur Tengah telah meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan rata-rata global. Kondisi ini membuat kawasan tersebut lebih rentan terhadap perubahan iklim, termasuk cuaca ekstrem seperti banjir bandang. Curah hujan intensif yang terjadi di Makkah dan Madinah baru-baru ini adalah salah satu contoh nyata dari fenomena ini.

Sejarah Banjir di Makkah

Banjir bukanlah fenomena baru di Makkah. Dalam sejarah, sebelum diutus sebagai Rasul, Nabi Muhammad SAW pernah terlibat dalam peristiwa pembangunan kembali Ka'bah. Penyebab pembangunan ulang ini adalah kerusakan yang dialami Ka'bah akibat banjir besar yang melanda Makkah.

Banjir ini terjadi karena hujan deras yang mengguyur lembah Makkah, menyebabkan air mengalir deras dari bukit-bukit di sekitarnya ke dataran rendah tempat Ka'bah berada. Tidak adanya sistem drainase modern saat itu membuat air bertahan lama dan merusak fondasi bangunan Ka'bah. Setelah kerusakan ini, kaum Quraisy sepakat untuk membangun ulang Ka'bah dengan bahan-bahan yang lebih kokoh, seperti batu besar dan kayu yang diperkuat. Nabi Muhammad SAW, yang saat itu berusia sekitar 35 tahun, turut membantu pembangunan tersebut.

Salah satu peran penting Nabi Muhammad adalah ketika terjadi perselisihan di antara kabilah Quraisy tentang siapa yang akan meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya. Nabi Muhammad SAW menyelesaikan konflik ini dengan bijaksana, mengusulkan agar Hajar Aswad diangkat bersama-sama menggunakan kain, yang ujung-ujungnya dipegang oleh setiap kabilah. Solusi ini memperkuat reputasi beliau sebagai Al-Amin atau orang yang dapat dipercaya.

Makkah adalah kota yang terletak di lembah sempit di antara pegunungan berbatu. Kondisi geografis ini membuatnya rentan terhadap aliran air deras dari daerah yang lebih tinggi selama hujan deras. Meskipun Makkah dikenal sebagai kota gurun dengan curah hujan rendah, ketika hujan lebat terjadi, air dapat berkumpul dan menyebabkan banjir besar. Pada masa Nabi Muhammad SAW, kota ini belum memiliki sistem pengelolaan air yang baik. Aliran air yang tidak terkendali dari pegunungan sekitar sering kali menimbulkan genangan di daerah pusat kota, termasuk di sekitar Ka'bah.

Kota-kota di Timur Tengah seperti Makkah dan Madinah memiliki tantangan besar dalam merancang sistem drainase yang efektif. Dengan curah hujan yang jarang terjadi, investasi dalam infrastruktur pengelolaan air sering kali diabaikan. Ketika hujan deras melanda, sistem drainase yang kurang memadai tidak mampu mengalirkan air dengan cepat, sehingga menyebabkan genangan meluas.

Sebagai kota metrodolar yang menjadi simbol modernisasi dunia Islam, Makkah dan Madinah juga menghadapi tekanan akibat urbanisasi pesat. Pertumbuhan penduduk dan pembangunan infrastruktur besar-besaran mempersempit ruang hijau yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Akibatnya, air hujan tidak dapat terserap dengan baik, memperparah risiko banjir. Realitas demikian justru mengindikasikan bahwa Makkah bukan pilihan untuk slow living yang tepat.

Banjir 6 Januari ini juga berdampak pada kota-kota lain di Arab Saudi, seperti Madinah dan Jeddah, yang turut mengalami kondisi serupa. Pusat Meteorologi Nasional Arab Saudi mengeluarkan peringatan merah untuk wilayah Makkah Al-Mukarramah, mengindikasikan potensi hujan lebat disertai angin kencang dan hujan es. Sebagai respons, Otoritas Bulan Sabit Merah (RCMA) meningkatkan kesiagaan dengan mengerahkan 1.420 staf dan 149 kendaraan, termasuk ambulans dan kendaraan tanggap bencana, untuk membantu evakuasi dan penanganan korban terdampak. Masyarakat diimbau untuk berhati-hati dan mematuhi instruksi resmi dari pemerintah guna mengutamakan keselamatan selama cuaca ekstrem ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun