bola nasional. Dalam perjalanan tiga tahun terakhir, pelatih asal Korea Selatan ini telah menghadirkan harapan baru dengan membawa perubahan signifikan, mulai dari gaya bermain modern hingga hasil kompetitif di beberapa turnamen. Namun, keputusan ini kembali membuka pertanyaan mendasar, apakah langkah ini benar-benar untuk kebaikan sepak bola Indonesia?
Keputusan PSSI untuk mengakhiri kontrak Shin Tae Yong sebagai pelatih Timnas Indonesia memicu diskusi hangat di kalangan pecinta sepakShin Tae Yong mulai melatih Timnas Indonesia pada akhir 2019. Dalam waktu singkat, ia mencatat sejumlah prestasi, terutama di level usia muda, seperti membawa Timnas U-20 ke putaran final Piala Asia. Lebih penting lagi, Shin berhasil meningkatkan peringkat FIFA Timnas Indonesia secara signifikan. Dari posisi ke-175, Timnas kini berada di peringkat ke-127 dunia. Peningkatan ini adalah salah satu yang tercepat di Asia Tenggara dan menunjukkan efektivitas program pembinaan yang diterapkan. Faktor kunci dalam pencapaian ini adalah strategi permainan berbasis penguasaan bola, pemanfaatan pemain muda berbakat, serta program pelatihan fisik intensif yang meningkatkan daya saing pemain di level internasional. Pondasi permainan menyerang yang dibangun olehnya diakui sebagai angin segar bagi sepak bola Indonesia.
Namun, perjalanan Shin tidak lepas dari kritik. Inkonsistensi hasil di level senior, termasuk kegagalan menembus final Piala AFF 2024, menjadi catatan penting. Di sisi lain, perbedaan visi dengan PSSI sering menjadi isu yang mengemuka. Kritik Shin terhadap infrastruktur dan manajemen sepak bola Indonesia mungkin dianggap sebagai "pelanggaran" terhadap budaya federasi.
Sebagian besar masyarakat pecinta bola tentu sepakat bahwa Timnas usia muda menunjukkan peningkatan, sayangnya gelar juara masih dianggap mengecewakan. Kekalahan di laga-laga penting, sebagaimana kegagalan mencapai final Piala AFF 2024, menimbulkan keraguan terhadap kemampuan Shin dalam mengelola tekanan di kompetisi besar. Beberapa keputusannya dalam memilih pemain menuai kritik, seperti memanggil pemain yang dianggap kurang berpengalaman untuk laga penting. Rotasi yang tidak konsisten sering juga membuat tim kesulitan membangun chemistry.
Sebagai pelatih dengan bayaran tertinggi dalam sejarah Timnas Indonesia, ekspektasi terhadap Shin sangat besar. Namun, sebagian pihak menilai pencapaiannya tidak sebanding dengan investasi yang dikeluarkan PSSI. Pemutusan kerja sama ini memunculkan nama-nama kandidat pengganti. Beberapa di antaranya telah terdorong dalam diskusi di telinga publik, yaitu Patrik Kluivert, Giovanni van Bronckhorst, dan Louis van Gaal. Sepertinya, publik sangat mengaitkan asal pelatih disesuaikan dengan kebutuhan banyak pemain yang berasal dari naturalisasi Eropa, terutama Belanda.
Di luar masalah teknis, isu mafia bola kembali menghantui sepak bola Indonesia. Kasus pengaturan skor yang sempat mencoreng kompetisi domestik adalah peringatan keras bagi pengelola sepak bola nasional. Tanpa pengawasan ketat, keputusan strategis seperti pemecatan pelatih dapat menjadi celah bagi kepentingan pihak-pihak tertentu. Langkah preventif diperlukan, seperti transparansi kebijakan PSSI. Keputusan strategis yang ditetapkan untuk masa depan sepak bola Indonesia mesti terbuka untuk diawasi publik, termasuk proses seleksi pelatih dan pemanggilan pemain. Pada posisi demikian, media massa dan masyarakat memiliki peran penting sebagai pengawas independen yang menjaga integritas sepak bola.
Pemecatan Shin Tae Yong adalah momen penting yang harus dimanfaatkan untuk evaluasi total. Pelatih baru, siapapun itu, harus mampu melanjutkan progres yang telah dicapai dan membawa Timnas lebih dekat ke panggung Piala Dunia. Setiap perubahan adalah peluang untuk melangkah lebih maju. Penggantian pelatih Timnas bukan akhir dari harapan, melainkan awal baru untuk membangun fondasi yang lebih kokoh, meraih mimpi besar, dan menunjukkan bahwa sepak bola Indonesia mampu bersaing di panggung dunia. Namun, harapan itu hanya dapat tercapai jika PSSI mampu mengatasi persoalan mendasar, termasuk mafia bola. Jika tidak, mimpi kejayaan sepak bola Indonesia hanya akan menjadi ilusi yang terus berulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H