Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Human Resources - Researcher / Paradigma Institute

Penikmat kopi robusta dan kopi arabika dengan seduhan tanpa gula, untuk merasakan slow living di surga zamrud khatulistiwa.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Penerapan PPN 12 Persen: Beban Baru atau Peluang Baru?

1 Januari 2025   21:32 Diperbarui: 1 Januari 2025   21:32 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Budaya Hemat (Sumber: Google)

Tahun baru 2025 membawa kebijakan baru yang menjadi perhatian utama masyarakat, yaitu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Kendati Presiden Prabowo sudah menegaskan bahwa penetapan tarif PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah yang dikonsumsi masyarakat golongan kaya, faktanya sejumlah layanan platform toko online sudah terjadi penyesuaian kenaikan harga. Keputusan ini memberikan tantangan tersendiri dalam menyusun anggaran rumah tangga.

Dalam konteks ekonomi nasional, kenaikan ini mengundang berbagai respons, baik dari pelaku usaha maupun konsumen. Peningkatan PPN berarti kenaikan langsung pada harga barang dan jasa. Bagi keluarga dengan anak-anak usia sekolah, biaya kebutuhan sehari-hari seperti buku pelajaran, alat tulis, pakaian, dan bahkan makanan ringan tentu akan berdampak. Tidak hanya itu, pengeluaran untuk kebutuhan elektronik dan internet sebagai bagian dari pendidikan modern juga akan terdampak. Dengan adanya kenaikan ini, orang tua harus cermat mengatur pengeluaran agar tetap memenuhi kebutuhan pendidikan anak tanpa mengorbankan kebutuhan pokok lainnya.

Dampak ini tidak hanya dirasakan dalam lingkup rumah tangga, tetapi juga oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Kenaikan harga di sisi konsumen bisa mengurangi daya beli, yang pada gilirannya berpotensi menurunkan pendapatan UMKM. Terlebih, sejak 1 Januari 2025 sudah dilakukan kenaikan sejumlah produk BBM secara nasional oleh Pertamina.

Dinamika Harga di Pasar Online

Platform e-commerce, situasinya tidak jauh berbeda. Harga barang elektronik, pakaian, dan kebutuhan rumah tangga yang sebelumnya sudah terdampak oleh kenaikan biaya logistik menjadi semakin mahal. Platform online, yang biasanya menawarkan diskon atau promosi pada Harbolnas atau Hari Belanja Online Nasional 2024 misalnya, hanya mencatat transaksi penjualan sebanyak 31,2 triliun dari target pemerintah sebesar 40 triliun. Intensitas transaksi yang tidak memenuhi target itu menjadi salah satu indikator rendahnya daya beli masyarakat.

Konsumen, terutama mereka yang terbiasa berbelanja online, harus lebih bijak dalam berbelanja dan mencari alternatif yang lebih hemat. Meski dampaknya tidak secara langsung, namun psikologi masyarakat merespon secara berat. Oleh karenanya, kita perlu melihat kebijakan ini dari sisi positif. Penerimaan negara dari PPN yang meningkat dapat memberikan ruang fiskal lebih besar untuk membiayai program-program pembangunan, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Pemerintah memiliki peluang untuk membuktikan bahwa tambahan penerimaan ini benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat.

Sebagai orang tua dengan anak-anak yang masih sekolah, harapan terbesar saya adalah agar dana dari PPN yang lebih tinggi ini dialokasikan secara transparan dan efektif untuk mendukung pendidikan anak-anak bangsa. Subsidi pendidikan, perbaikan fasilitas sekolah, dan program beasiswa dapat menjadi prioritas. Dengan demikian, kenaikan PPN tidak hanya menjadi beban tambahan kalangan masyarakat tertentu, tetapi juga investasi masa depan.

Sebagai keluarga, adaptasi menjadi kunci. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah menyusun anggaran bulanan yang lebih ketat dengan memprioritaskan kebutuhan utama. Hal itu dapat dengan memanfaatkan promosi dan diskon di pasar tradisional maupun pasar online. Terakhir, tentu mengajarkan anak-anak pentingnya hidup hemat dan memahami nilai uang.

Di sisi pemerintah, perlu ada komunikasi yang lebih transparan kepada masyarakat tentang penggunaan dana PPN ini. Selain itu, kebijakan pendamping seperti subsidi untuk barang kebutuhan pokok dan pengurangan pajak bagi UMKM bisa membantu meringankan beban masyarakat. Kenaikan PPN 12 persen adalah kenyataan yang sudah menjadi kebijakan. Tentunya kita berharap pemerintah dapat memanfaatkan momentum ini untuk menciptakan perubahan positif. Bagi keluarga Indonesia, kebijakan ini menjadi pengingat pentingnya adaptasi dan perencanaan keuangan. Dalam jangka panjang, semoga kenaikan ini menjadi langkah awal menuju pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun