Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Human Resources - Researcher / Paradigma Institute

Penikmat kopi robusta dan kopi arabika dengan seduhan tanpa gula, untuk merasakan slow living di surga zamrud khatulistiwa.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menjelajah Lasem Rembang: Petualangan Menjelang Tahun Baru ala Into the Wild

31 Desember 2024   17:16 Diperbarui: 31 Desember 2024   17:16 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Jami' Lasem, Kabupaten Rembang (Sumber: Radar Kudus)

Setiap akhir tahun selalu membawa harapan baru, refleksi atas perjalanan yang telah dilalui, serta impian untuk petualangan yang lebih menantang. Pada malam tahun baru kali ini, saya memutuskan untuk menjauh dari hiruk-pikuk kota besar dan menapakkan kaki di Lasem, Rembang. Sebuah permata tersembunyi di pesisir Jawa Tengah yang menawarkan pesona sejarah dan keaslian alam yang jarang ditemukan di destinasi wisata populer.

Lasem, yang dikenal sebagai kota pelabuhan dengan sejarah panjang, menyimpan banyak cerita tentang perdagangan rempah, kolonialisme, dan pertukaran budaya. Berjalan di sepanjang jalan-jalan kuno yang dipenuhi rumah-rumah berarsitektur Tionghoa dan Jawa, saya merasa seperti masuk ke dalam narasi Into the Wild. Setiap sudut Lasem mengisahkan perjuangan dan keberanian komunitasnya dalam mempertahankan identitas di tengah arus globalisasi.

Menghabiskan malam tahun baru di Lasem menawarkan pengalaman yang berbeda. Tidak ada gemerlap kembang api yang membludak, melainkan kehangatan komunitas lokal yang merayakan dengan santri yang mengaji dalam kekhusyukan, musik dangdut Pantura, dan hidangan khas pesisir yang menggugah selera sebagaimana Urap Latoh yang berabahan utama rumput laut. Saya bergabung dengan penduduk setempat dalam perayaan yang sederhana namun penuh makna, merasakan kebersamaan yang autentik dan kedekatan yang langka ditemukan di kota metropolitan.

Sebelum malam tiba, saya menyempatkan diri untuk menjelajahi kawasan pesisir Lasem. Sore itu, udara segar dan suara ombak menciptakan suasana meditasi yang mengingatkan pada perjalanan introspektif yang digambarkan dalam Into the Wild. Mendaki bukit kecil yang menghadap ke laut, saya disambut pemandangan matahari terbenam yang memukau, simbol dari akhir tahun yang penuh tantangan dan awal baru yang penuh harapan.

Sebagai penyuka tema-tema politik sosial, saya tak bisa melewatkan kesempatan untuk mengamati dinamika sosial di Lasem. Meskipun terkesan tenang, kota ini menghadapi tantangan seperti urbanisasi, pelestarian budaya, dan perubahan ekonomi. Namun, semangat komunitas yang kuat dan kesadaran akan pentingnya pelestarian identitas lokal menjadi kekuatan utama dalam menghadapi perubahan tersebut. Ini adalah pelajaran berharga tentang bagaimana masyarakat dapat bersatu menjaga akar budaya mereka sambil merangkul modernitas.

Menghabiskan malam tahun baru di Lasem Rembang seperti menghidupkan kembali semangat Into the Wild. Petualangan ini bukan hanya tentang menjelajah tempat baru, tetapi juga tentang menemukan kedamaian dalam kesederhanaan, memahami sejarah yang membentuk identitas, dan merenungkan peran kita dalam menjaga warisan budaya. Lasem mengajarkan bahwa petualangan sejati adalah perjalanan batin yang membawa kita lebih dekat dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Jika film Into the Wild mengisahkan Christopher McCandless yang melarikan diri ke Alaska demi menemukan kebebasan dalam kesendirian, maka saya menemukan kedamaian itu di Lasem, sebuah kota kecil di pesisir utara Jawa. Tahun baru di Lasem adalah perjalanan bukan sekadar melintasi tempat, tetapi juga memasuki ruang sejarah dan perenungan pribadi. Lasem, yang sering disebut "Tiongkok Kecil," memancarkan keheningan yang hidup. Di tengah bangunan-bangunan tua yang bercorak pecinan, aroma dupa dari klenteng tua bercampur dengan bau laut dari kejauhan. Sebagai traveler yang mencintai sejarah, berjalan di Lasem adalah seperti membaca bab-bab usang yang belum sempat dibuka.

Rumah Merah Tiongkok Kecil di Lasem (Sumber: Disbudpar Rembang)
Rumah Merah Tiongkok Kecil di Lasem (Sumber: Disbudpar Rembang)

Di sana, lampion-lampion kecil berayun pelan, diterpa angin malam yang membawa cerita ratusan tahun. Setiap sudut gang seperti berbisik tentang pedagang Tiongkok, saudagar Arab, dan penjelajah Jawa yang membangun kota ini dengan kisah mereka. Saya mengakhiri perjalanan di Masjid Agung Lasem. Dari sini, cakrawala malam Lasem terbentang, tanpa hiruk-pikuk kembang api yang memekakkan telinga di kedamaian makam Mbah Sambu. Cahaya dari lentera dan rumah-rumah kecil di kejauhan cukup menemani saya. Langit malam adalah panggung alam, bintang-bintang memainkan simfoni sunyi yang sulit ditemukan di kota besar.

Ada ironi yang menenangkan di sini. Ketika dunia lain sibuk mengejar kebisingan pesta, saya justru menemukan keindahan dalam sunyi. Lasem mengajarkan bahwa tahun baru bukan soal merayakan waktu yang berlalu, melainkan merenungkan perjalanan yang sudah kita tapaki. Seperti McCandless yang menulis Happiness is only real when shared, saya pun sadar, kebahagiaan itu nyata ketika kita membaginya, bukan dengan kemewahan, tetapi dengan waktu dan cerita. Tahun baru di Lasem bukan hanya sebuah perjalanan, tetapi undangan untuk kembali, baik ke akar sejarah, maupun ke dalam diri kita sendiri.

Selamat tahun baru dari Lasem, kota kecil yang besar dalam makna. Sebagai penutup tahun ini, Lasem Rembang menjadi simbol harapan dan inspirasi untuk menghadapi tahun yang akan datang dengan keberanian, rasa ingin tahu, dan penghargaan terhadap keindahan yang ada di sekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun