Di Amerika Serikat, membakar jagung di atas api adalah bagian dari tradisi barbecue (BBQ) yang populer selama musim panas atau Hari Kemerdekaan (4 Juli). Ini melambangkan kebersamaan dan rekreasi. Di beberapa negara Eropa Timur, seperti Hungaria dan Polandia, membakar jagung dilakukan dalam festival panen tradisional yang disebut Doynki. Festival ini merayakan akhir musim panen dengan makanan bersama, termasuk jagung bakar yang disiapkan secara kolektif. Meski membakar jagung adalah aktivitas sederhana, kegiatan ini menciptakan momen istimewa yang menghargai interaksi manusia di tengah kesibukan hidup modern.
Di kota-kota besar, tradisi bakar-bakar jagung atau makan jagung bersama-sama juga mengalami transformasi. Petasan dan kembang api yang semula menjadi ritual mengusir roh jahat, kini menjadi representasi pesta modern. Sementara itu, tiupan terompet massal menciptakan simfoni khas tahun baru, melibatkan semua orang tanpa pandang usia atau status sosial. Jagung bakar, yang mungkin tampak sederhana, justru menawarkan kontras menarik: di tengah dunia yang semakin digital dan individualis, bakar-bakar jagung mengingatkan kita pada pentingnya interaksi langsung. Ini adalah saat ketika percakapan ringan di bawah langit malam menjadi lebih bermakna.
Menghiasi pergantian tahun dengan petasan, kembang api, terompet, dan jagung bakar adalah ekspresi kolektif masyarakat Indonesia yang memadukan pengaruh budaya asing dengan identitas lokal. Di balik kilau dan gemuruh itu, kita sebenarnya sedang merayakan harapan, kebersamaan, dan masa depan yang lebih baik. Malam tahun baru, pada akhirnya, bukan hanya soal mengucapkan selamat tinggal pada tahun yang berlalu, tetapi juga menyambut tahun baru dengan semangat baru. Tradisi ini, meski sederhana, membawa pesan yang mendalam tentang keberlanjutan budaya dan harapan akan kehidupan yang lebih cerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H