Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Human Resources - Researcher / Paradigma Institute

Penikmat kopi robusta dan kopi arabika dengan seduhan tanpa gula, untuk merasakan slow living di surga zamrud khatulistiwa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Damai Perspektif Abu Nimer: Mekanisme Bina Damai Etnokonflik

31 Desember 2024   10:10 Diperbarui: 31 Desember 2024   09:51 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ethno Carnival menjadi salah satu mekanisme bina damai etnokonflik (Sumber: Traveltoday)

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi oleh perbedaan etnis, agama, dan budaya, kebutuhan akan solusi yang menyeluruh untuk konflik antar-komunitas menjadi semakin mendesak. Salah satu tokoh yang gagasan dan metodologinya memberikan panduan berharga adalah Mohammed Abu-Nimer, seorang pakar resolusi konflik dan pembangunan perdamaian yang telah berkontribusi signifikan dalam pengembangan pendekatan berbasis dialog lintas agama dan budaya.

Abu-Nimer menekankan pentingnya memahami akar konflik sebagai langkah awal dari setiap proses perdamaian. Dalam konteks etnokonflik, akar masalah sering kali terkait dengan diskriminasi struktural, ketidakadilan historis, dan kurangnya pengakuan terhadap identitas kolektif. Pendekatan Abu-Nimer dimulai dengan analisis mendalam terhadap pola relasi kekuasaan yang tidak seimbang dan bagaimana pola-pola ini menciptakan rasa ketidakadilan di antara kelompok yang bertikai.

Dialog Transformasional

Salah satu mekanisme utama yang diajukan Abu-Nimer adalah dialog transformasional. Ini bukan sekadar komunikasi untuk mencapai kesepakatan, melainkan proses yang dirancang untuk mengubah persepsi, sikap, dan relasi antara kelompok yang berselisih. Dialog ini dilakukan dengan fokus pada empati, mendengarkan secara aktif, dan pengakuan terhadap pengalaman trauma pihak lain. Tujuannya adalah menciptakan ruang di mana pihak-pihak yang sebelumnya saling bermusuhan dapat menemukan kesamaan dan memahami nilai-nilai kemanusiaan bersama.

Banyak derivasi atau faktor pembentukan pengalaman dalam terwujudnya suatu budaya. Dalam setiap budaya yang diwariskan dari generasi satu ke generasi berikutnya, seringkali memunculkan isu-isu yang dinamis. Proses inilah yan kemudian melahirkan banyak identitas sosial baru dengan banyaknya subkultur di dalam internal suatu masyarakat budaya. Oleh karenanya, dibutuhkan upaya-upaya dialogis guna merubah persepsi sekaligus keadilan distribusi sumber daya.

Prinsip Nonviolence

Abu-Nimer juga menegaskan pentingnya prinsip nonviolence atau perlawanan tanpa kekerasan dalam setiap tahapan proses bina damai. Dalam praktiknya, ini melibatkan pelatihan kepada komunitas untuk mengelola emosi, menahan diri dari aksi balasan, dan mengembangkan strategi negosiasi yang produktif. Nonviolence tidak hanya menjadi metode, tetapi juga nilai inti yang harus diinternalisasi oleh semua pihak yang terlibat.

Aspek lain yang menjadi inti dari pendekatan Abu-Nimer adalah pemberdayaan komunitas lokal. Ia percaya bahwa perdamaian yang berkelanjutan hanya dapat dicapai jika komunitas yang terkena dampak konflik diberdayakan untuk menjadi agen perubahan. Ini melibatkan pelatihan kepemimpinan, penguatan kapasitas lokal dalam mediasi konflik, dan penciptaan platform di mana suara masyarakat dapat didengar oleh para pengambil kebijakan.

Indonesia, sebagai negara yang multietnis dan multireligius, memiliki konteks yang sangat relevan untuk menerapkan gagasan Abu-Nimer. Dari konflik Ambon hingga Poso, kita telah menyaksikan bagaimana etnokonflik dapat memecah belah masyarakat. Dalam hal ini, pendekatan berbasis dialog lintas agama dan budaya yang diajukan Abu-Nimer dapat menjadi mekanisme efektif untuk merajut kembali tenun kebangsaan yang sempat terkoyak.

Pemerintah dan masyarakat sipil perlu berkolaborasi untuk menciptakan program bina damai yang tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga preventif. Ini dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural, penguatan nilai-nilai kebangsaan, dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam menyelesaikan konflik secara damai. Mengelola etnokonflik bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan pendekatan yang tepat, perdamaian yang berkelanjutan dapat diwujudkan. Abu-Nimer telah memberikan cetak biru yang dapat diadaptasi ke dalam berbagai konteks, termasuk Indonesia. Dengan mengedepankan dialog, nonviolence, dan pemberdayaan lokal, kita dapat membangun fondasi yang kokoh untuk kehidupan bersama yang harmonis. Dalam semangat moderasi beragama, mari kita jadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan sumber perpecahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun